ALMA ZOYA PRADIPTA

1073 Kata
Kehamilan Mariana membuat semua anggota keluarga besar Mariana dan Zian sangat bahagia. Mereka sangat senang dan bersyukur karena sebentar lagi mereka akan menimang cucu. Tak jauh berbeda dengan keluarganya, Mariana dan Zian pun begitu bahagia karena sebentar lagi mereka akan mempunyai anak, buah cinta mereka. Zian mengikuti saran dokter untuk menjaga sang istri dengan baik di masa-masa kehamilannya. Pria itu sangat menjaga mood Mariana agar perempuan itu tidak merasa stres menghadapi kehamilannya. Apalagi ini adalah pengalaman pertama buat sang istri. Bukan hanya menjaga mood saja, tetapi pria itu juga ekstra sabar menghadapi masa mengidam sang istri yang sering aneh-aneh dan tidak masuk akal. Contohnya sekarang, sang istri terlihat menangis hanya gara-gara dia melihat tetangga sedang makan, tetapi dirinya tidak ditawari makan. Sungguh ngidam yang paling aneh! Zian dengan susah payah menenangkan sang istri. Sementara itu, tetangga yang menjadi biang masalah meminta maaf. Perempuan bertubuh gempal itu merasa bersalah karena lupa tidak menawari Mariana makan, saat dirinya sedang asyik makan di depan pintu rumah sambil menyuapi anaknya. "Sayang ... sudah, jangan nangis lagi. Emak Lena lupa katanya. Nggak sengaja." Zian membujur Mariana sambil mengusap air mata istrinya yang terus mengalir. "Tapi aku sedih. Jahat banget sih, padahal aku 'kan nggak minta," jawab Mariana dengan wajah sedih. Kehamilannya benar-benar membuat moodnya naik turun. "Iya, Sayang, udah ya, jangan nangis lagi." Zian masih berusaha membujuk istrinya agar berhenti menangis. Lelaki itu memeluk Mariana yang masih menangis dalam pelukannya. Hampir setiap hari, ada saja yang masalah. Cara mengidam istrinya itu sangat aneh. Lain dari pada yang lain. Biasanya, orang hamil itu hanya mengidam makanan. Namun, berbeda dengan Mariana. Perempuan itu bukan hanya mengidam makanan, tetapi juga mengidam hal-hal aneh yang tidak masuk akal. Terkadang, Zian sampai merasa kewalahan karena permintaan Mariana yang terkadang sangat susah untuk ia dapatkan. Namun, sesusah apapun itu, Zian tetap berusaha untuk mendapatkan semua permintaan istrinya. Dia tidak mau jika nanti terjadi apa-apa pada calon bayinya jika dia tidak menuruti semua keinginan istrinya saat mengidam. *** Beberapa bulan berlalu. Kini, usia kandungan Mariana sudah menginjak sembilan bulan. Hanya tinggal menunggu hitungan hari, perempuan cantik itu akan melahirkan. Berbagai perlengkapan untuk menyambut kedatangan sang jabang bayi sudah dipersiapkan. Zian juga bersiap menjadi suami siaga untuk istri tercintanya. Lelaki itu sampai meminta cuti kerja agar bisa menemani istrinya saat menjelang melahirkan. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" Zian terlihat khawatir saat melihat Mariana meringis kesakitan. Hari ini adalah tiga hari sebelum hari perkiraan lahir yang diperkirakan oleh dokter alias HPL berdasarkan usia kehamilan Mariana. Namun, dokter juga mengatakan kalau HPL bisa saja berubah maju ataupun mundur. "Sa-sakit ...." Mariana memegangi pinggangnya sambil mengusap perutnya. Buliran keringat membasahi keningnya hingga menetes pada pelipisnya. "Sayang, kita ke rumah sakit sekarang, ya?" ucap Zian yang langsung diangguki oleh Mariana. Perempuan itu masih meringis kesakitan membuat Zian merasa khawatir sekaligus panik. Pria itu kemudian menuntun tubuh istrinya dengan pelan menuju mobil. Zian memang sengaja mengambil mobil dari rumahnya untuk berjaga-jaga, seandainya ada situasi darurat yang menimpa istrinya. Seperti sekarang, pria itu tidak perlu repot menyewa mobil untuk membawa istrinya ke rumah sakit. Zian mengemudikan mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit terdekat. Sesekali, pria itu melirik ke arah istrinya yang terlihat meringis sambil merintih kesakitan. Air matanya turun membasahi pipi Mariana bercampur dengan buliran keringat yang mengalir pada pelipis Mariana. Zian merasa tidak tahan melihat istrinya begitu kesakitan. "Bertahanlah, Sayang, sebentar lagi kita akan sampai ke rumah sakit," ucap Zian sambil tetap fokus melihat ke arah jalanan. Lelaki itu berusaha menahan rasa panik dan juga kekhawatirannya agar dia bisa tetap fokus mengemudi. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan klinik terdekat karena Mariana tidak mau jika dia melahirkan di rumah sakit. Tanpa menunggu lama, Mariana langsung dibawa ke ruang bersalin setelah sebelumnya diperiksa oleh dokter. Zian mengikuti langkah dokter menuju ruang bersalin di mana sang istri akan segera melahirkan dengan wajah cemas. Mariana meminta ditemani oleh Zian saat melahirkan. Dia ingin, suami tercintanya itu melihat bagaimana cara dia berjuang melahirkan anaknya. Dokter mengizinkan Zian masuk setelah menanyakan pada pria itu jika dirinya siap untuk menemani istrinya melahirkan. Mendengar kesanggupan Zian dan keinginan Mariana yang menginginkan sang suami menemaninya, dokter akhirnya pun mengizinkan Zian masuk. "Sakit, Mas ...." Mariana meringis sambil menangis. Rasanya, bayi dalam perutnya itu seperti sedang memaksa untuk keluar. Namun, karena pembukaannya belum cukup, dokter menyuruhnya bertahan sebentar lagi. "Bertahanlah, Sayang. Aku yakin, kamu pasti kuat." Zian mencium kening Mariana. sambil ikut mengusap perut istrinya. Lelaki itu ikut memberikan kekuatan pada istrinya untuk berjuang untuk melahirkan buah hati mereka. "Cepet keluar, ya, Nak, jangan lama-lama. Kasihan Mama kamu, dia kesakitan," ucap Zian yang ditunjukkan pada anaknya. Lelaki itu mengusap perut buncit Mariana. Sang dokter kandungan kembali memeriksa Mariana. Setelah selesai memeriksa, dokter itu menyuruh beberapa perawat bersiap karena sebentar lagi Mariana akan melakukan proses persalinan. "Sudah pembukaan sepuluh!" Dokter cantik itu kemudian memberi aba-aba pada Mariana. Dia memberitahukan pada Mariana apa yang harus dilakukan perempuan itu agar proses persalinan berjalan lancar. Mariana mengangguk, tangan satunya menggenggam tangan Zian, sementara tangan satunya meremas sprei. Dokter terus memberikan instruksi pada Mariana, sementara Zian terus membisikkan kata-kata untuk menyemangati sang istri. "Sebentar lagi dia keluar, Sayang." Zian menggenggam erat tangan Mariana. Wajah perempuan itu terlihat pucat. Buliran keringat membasahi seluruh tubuhnya. Setelah beberapa saat berjuang, akhirnya yang ditunggu lahir juga. Suara tangis bayi terdengar membuat Mariana dan Zian meneteskan air mata. "Alhamdulillah." Zian dan Mariana mengucap syukur. Zian menciumi wajah Mariana berulang-ulang. Pria itu mengucapkan terima kasih pada Mariana karena telah berjuang melahirkan darah dagingnya. "Terima kasih, Sayang ...." Mariana tersenyum. "Akhirnya, putri kita lahir juga." Perempuan itu menangis haru. Sesuai prediksi saat USG, bayi mereka memang berjenis kelamin perempuan. "Selamat ya, Pak, Bu, bayinya lahir dengan sempurna dan berjenis kelamin perempuan." Sang dokter tersenyum, sambil memperlihatkan bayi mungil Mariana yang baru saja lahir ke dunia. "Terima kasih, Dokter." *** Setelah tiga hari menginap di rumah sakit, Mariana pulang ke rumahnya. Di sana, semua keluarganya sudah berkumpul menyambut kedatangan mereka. Kedua orang tua Zian juga sudah berada di rumah Mariana. Mereka sangat antusias menyambut Mariana dan Zian, juga cucu mereka. Mereka berdua mendekati ibunya Mariana yang sedang menggendong bayi mungil itu. Zian memapah istrinya masuk ke dalam kamar. "Aku sangat bahagia. Terima kasih, Sayang." Zian memeluk tubuh istrinya sambil menciumnya berulang-ulang. Sudah semenjak tiga hari yang lalu, pria itu terus saja mengucapkan terima kasih pada Mariana. "Aku juga sangat bahagia, Mas." "Siapa namanya?" Suara ibu Mariana terdengar. Perempuan baya itu masuk ke dalam kamar Mariana. "Alma Zoya Pradipta," ucap Mariana dan Zian bersamaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN