Pelet, part 16

1052 Kata
Hasnah tercekat. Matanya tak mau berkedip dan terus terpaku ke depan. Ke arah sela-sela gordin bermotif bunga-bunga yang menutupi sebuah jendela di depannya. Di dalam sana, dua orang anak manusia sedang menikmati surga dunia. Seorang wanita duduk di pangkuan seorang laki-laki dan mengerang-erang keenakan. Sesekali si wanita akan menarik kepala si laki-laki agar maju ke depan dan menghisap p******a milik si wanita. Erangan tertahan, desahan menggairahkan, keringat bercucuran, teriakan penuh kenikmatan, semua itu memenuhi isi kepala Hasnah dan membuatnya terpaku, dengan lidah kelu dan nafas memburu. Apalagi ketika Hasnah melihat si wanita berteriak kencang dengan tubuh mengejang seolah sedang kesurupan, mahkota Hasnah basah kuyup oleh cairan kewanitaannya sendiri. Apa yang sekarang Hasnah lihat, jauh lebih merangsang dari semua video biru yang pernah dia lihat seumur hidupnya, jauh lebih menggairahkan dari semua rangsangan yang pernah dia dapatkan dari suaminya tercinta. Dengan tubuh bergetar panas dingin karena nafsu birahi, Hasnah meninggalkan tempatnya berdiri setelah pertarungan di dalam kamar sana terhenti. Hasnah berlari sekuat tenaga ke arah rumahnya. Dia ingin menuntaskan hasrat yang sekarang menguasai dirinya. Menuntaskan semua rangsangan birahi yang memenuhi tubuhnya itu dengan tangannya sendiri, seperti yang selama ini selalu dia lakukan sehari-hari. ===== Hasnah tak habis pikir. Apa yang dilihatnya beberapa hari lalu terus terbayang di kepalanya. “Bagaimana mungkin Mbak Ida mau sama si kere Udin?” Kalimat tanya seperti itulah yang terus terngiang-ngiang di kepalanya selama beberapa hari ini. Meskipun Hasnah sendiri harus mengakui kalau dia merasa iri sekali dengan Mbak Ida. Ini pertama kalinya Hasnah melihat seorang wanita yang dia kenal dalam kehidupan nyata mendapatkan orgasmenya saat berhubungan intim dengan pasangannya. Tapi justru itu yang membuat Hasnah penasaran. Bisa-bisanya si Udin memberikan kepuasan kepada Mbak Ida. Hasnah sudah bertahun-tahun menikah dengan Ruwito. Meskipun saat ini mereka belum dikaruniai momongan, tapi hubungan mereka baik-baik saja. Ruwito yang bekerja sebagai buruh pabrik di kota, selalu rutin pulang setiap minggu. Ruwito rutin memberikan nafkah batin untuk Hasnah saat dia pulang menemui istrinya. Kecuali tentu saja saat Hasnah berhalangan ketika Ruwito pulang. Tapi, selama kehidupan pernikahan mereka, Hasnah belum pernah sekalipun merasakan puncak kenikmatan saat bersama Ruwito. Meskipun tentu saja dia selalu berpura-pura menikmati hubungan badan mereka berdua dan mengaku puas setiap kali Ruwito menafkahinya. Sebagai gantinya, Hasnah selalu memuaskan dirinya sendiri saat Ruwito sedang merantau ke kota. Hasnah selama ini merasa normal dengan kehidupannya itu. Dia juga merasa kalau setiap wanita juga pasti berpura-pura puas dengan suaminya lalu akan mencari kepuasan dengan tangannya sendiri. Hingga akhirnya tanpa sengaja Hasnah melihat Udin dan Mbak Ida berselingkuh hari itu. ===== Sejak kecil, Udin tahu betul apa itu sadar diri. Dengan kondisi ekonomi keluarganya, Udin mengerti kalau dirinya masuk kategori tak mampu. Tapi meskipun begitu, Udin remaja tetap memiliki mimpi. Salah satunya adalah dia ingin menemukan dan merasakan cinta remajanya. Udin tak pernah muluk-muluk. Dia tak ingin menjadi pungguk yang merindukan bulan. Karena itu, dia tak pernah berani memupuk rasa terhadap gadis-gadis anak orang terpandang di kampungnya. Hasnah adalah satu-satunya gadis yang pernah hadir dalam kisah remaja Udin. Hasnah adalah teman seumuran Udin. Rumah mereka berdekatan. Mereka juga sering bermain bersama sejak kecil. Mereka juga sering berangkat dan pulang sekolah bersama-sama, baik saat SD hingga SMP. Di luar jam sekolah, Udin dan Hasnah juga bisa dikatakan menghabiskan waktunya bersama-sama. Baik sekedar bermain ataupun mengerjakan tugas sekolah mereka. Mungkin karena semua alasan itulah, Udin merasa dia memiliki harapan untuk mendekati Hasnah. Mungkin saja, Hasnah adalah gadis yang mau diajak berjuang untuk hidup susah bersamanya. Tapi kenyataan berkata lain. “Kamu ngaca, Din!!” maki Hasnah hari itu saat Udin mengutarakan perasaannya. Udin berdiri kaku dengan lidah kelu tanpa suara. Dia hanya menundukkan kepalanya, tak berani menatap Hasnah yang sedang memaki-maki dirinya. Hari itu, Udin kembali diingatkan akan jatidirinya. Dia hanyalah anak seorang penggali kubur. Hasnah adalah gadis pertama dan terakhir yang pernah singgah dalam kisah asmara Udin saat remaja. ===== Tok tok tok. Udin mendengar seseorang mengetuk pintu depan rumahnya. Dia berdiri lalu berjalan ke arah pintu depan rumah dan membukanya. Saat Udin melihat sosok yang berdiri di sana, dia sedikit kaget tapi dengan cepat bisa menguasai dirinya. “Ada yang bisa dibantu?” tanya Udin. Hasnah berdiri dengan gugup dan canggung. Di tangannya terdapat sebuah rantang makanan yang dipegangnya erat. “Anu, ini tadi aku masak agak banyak. Kamu kan tinggal sendirian, jadi… Siapa tahu…” jawab Hasnah dengan suara terbata-bata. “Mmm…” Udin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan terlihat berpikir. Hasnah masih menundukkan kepalanya dan menunggu jawaban Udin. Setelah mereka berdua saling terdiam selama beberapa saat, Udin menarik napas panjang dan mengulurkan tangannya, “Makasih ya… Tapi besok lagi, ndak usah repot-repot. Kamu kan sudah berkeluarga. Nggak enak kalau dilihat tetangga. Nanti jadi omongan orang.” Hasnah hanya terdiam. Setelah rantang makanan di tangannya diterima Udin, dia langsung membalikkan tubuhnya dan meninggalkan rumah Udin tanpa berpamitan. Udin sedikit kebingungan. Mungkin Hasnah marah kepada dirinya, tapi Udin tak peduli. Toh, Udin masih ingat sekali kejadian dulu saat Hasnah menolaknya ditambah lagi sindiran dan cibiran Hasnah beberapa minggu lalu saat Udin selesai melakukan ritualnya. Semua itu masih begitu membekas di dalam kepala Udin. Udin lalu masuk ke dalam dan menutup pintu rumahnya. Dia sama sekali tak membuka rantang makanan yang dibawa Hasnah dan hanya meletakkannya di meja. Tak lama kemudian, dia kembali duduk di kursi ruang tamu rumahnya yang terbuat dari bambu dan meraih hpnya. Hp yang dibelikan oleh Sulis beberapa hari lalu. ‘Kok lama balesnya?’ ‘Mas?’ Udin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat pesan chat masuk dari wanita itu. Tak lama kemudian Udin pun membalas pesan chat dari Sulis. ===== Hasnah menghentakkan kakinya ke lantai rumahnya. Dia kesal dengan sikap dingin yang ditunjukkan Udin tadi. Bukankah selama ini, sejak mereka kecil, Udin selalu mengejar-ngejar dirinya? Hasnah dan Udin sekarang bukan lagi anak kecil. Hasnah yakin kalau Udin juga pasti tahu maksud kedatangannya tadi. Bukankah Udin sudah berpengalaman melakukan itu dengan Mbak Ida? Mengirim makanan hanyalah alasan saja, seharusnya Udin tahu itu. “Tapi kenapa dia malah menolakku?” geram Hasnah. “Ini semua salah si Ruwito. Setiap dia pulang, dia cuma mikirin dirinya sendiri. Ndak pernah aku merasakan seperti Mbak Ida,” gumam Hasnah lagi kepada dirinya sendiri. Hasnah semakin uring-uringan ketika dia teringat raut wajah tak suka yang ditunjukkan Udin, “Kau liat saja, Din! Dulu kau yang ngejar-ngejar aku, tapi sekarang… Aku tahu rahasiamu dengan Mbak Ida. Awas saja!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN