“Lepasin, Bella.”
“Lepas…in.. tangan elo.”
“Lepps…ass…in…n..akhhh…”
Bianca kehabisan nafas dan sepertinya pingsan. Isabella yang melihat merasa tidak percaya pada tindakannya sendiri namun dia segera memanfaatkan kesempatan emas ini untuk kabur.
Begitu tangannya berhasil meraih gagang pintu.
Duarrr…
Satu tembakan berhasil mengenai paha Isabella. Otomatis membuatnya terduduk karena sakit yang menyerang. Harusnya Isabella tidak tertipu pada cara murahan yang dilakukan Bianca.
“Sialannn…” umpat Isabella menahan sakit di kaki kanannya
Bianca tertawa terbahak ketika cara murahannya malah berhasil melumpuhkan Isabella. Jadilah dirinya tidak perlu membuang-buang waktu hanya untuk mengejar Isabella. “Bagaimana, sakit…?” pertanyaan bodohh yang jelas sangat Isabella benci
“Lo punya mata nggak sih. Pakai acara tanya sakit apa nggak.”
Dughhh…
Bianca menarik rambut Isabella hingga membuatnya mengaduh karena kepalanya membentur daun pintu.”Goblokkk…” Isabella mengumpat. Kepalanya sungguh pening karena tindakan bodohh Bianca
“Jangan macam-macam sama gue!” katanya dengan mimik wajah dibuat menakutkan. Sayangnya bagi Isabella itu sama sekali tidak menyeramkan.
“Bunuh gue sekarang kalau lo mau!” Isabella malah balik menantang
“Gue nggak bakalan bunuh elo kalau elo jauhin kak Nando.” Perintahnya memaksa
Kali ini Isabella yang dibuat terbahak, “Hahahaha…”
“Mimpi aja sono, Nak. Nando juga nggak bakalan suka sama cewek modelan kayak elo.” Semburnya telak
Bianca tersinggung, selama ini Bianca merasa dia sudah sangat perfect tapi kenapa malam ini jutru yang dia dapati seorang Isabella, orang baru bisa dengan mudahnya masuk dalam hidup kak Nando. Bianca tidak bis berbohong bahwa Isabella memang sangat cantik untuk ukuran wanita malam.
“Lo mau bersanding sama kak Nando gue. Tapi lo nggak sadar diri apakah pekerjaan elo layak atau tidak, heh…”
“Gue perlu menyebut elo wanita malamm. Upsss… bukan-bukan…wanita murahhan…atau wanita jalanggg?” godanya penuh siksaan sembari menarik keras rambut Isabella
“Gue nggak perduli atas sebutan yang elo kasih. Tapi gue lebih perduli untuk memberikan sebuah penegasan bahwa Nando sudah tergila-gila sama gue. Dan elo…” Isabella menatap tepat pada manik mata Bianca, “Elo kalahhh…” ucapnya datar
Skak mattt…
Bianca terbungkam beberapa saat.
“Meski harus setelah ini gue mati. Tapi gue harus memastikan elo mati lebih dulu daripada gue.”
“Gue nggak takut. Nggak seperduli itu juga ngurusin bocah puber kayak elo.”
Bianca menyentuh luka di paha Isabella, mencoba menekannya dengan kuat.
“Sakittt…” Isabella meringis kesakitan
Bianca mengambil darah di kaki Isabella dan mengoleskannya di pipi dan leher sembari tersenyum penuh arti.
Terlambat, Isabella sudah tahu rencana busuk Bianca akan membuatnya berubah sebagai pelaku dan dia jadi korbannya.
Bruakkkk…
Isabella mendorong tubuh Bianca. Merebut pistol di tangan Bianca dan memukulkannya hingga mengenai pelipis gadis itu. “Kalau gue harus jadi tersangka lo juga harus nerima hal yang sama.”
Bianca sepertinya kesakitan. Juga Isabella merasa kakinya semakin sakit. Kalau dia membiarkan luka ini menganga otomatis Isabella akan mati kehabisan darah.
Isabella segera merobek paksa ekor gaun untuk membungkus lukanya sendiri. Sementara Bianca terus merangkak mengambil pistol yang berada tidak jauh dari jangkauannya. “Gue benci sama elo, Isabella!”
“Lo sangat layak masuk neraka.”
“Lo nggak layak hidup!”
“Gue pastikan elo nggak akan bahagia jika harus menikah sama kak Nando.”
Duarrr…
Isabella merasakan keseimbangannya hilang. Tembakan itu hampir mengenainya lagi namun meleset.
“Isabella…”
“Bianca…”
Isabella tidak bisa merasa lebih tenang saat melihat Beryl berlari cepat kearahnya. Juga Nando yang mengikuti dari belakang. Pandangan mata Isabella mengabur. Dia tidak sadarkan diri.
___________________________
Beryl fokus pada beberapa soal yang akan dia berikan pada Prof.Warsono. Dosennya itu meminta lima butir soal untuk digunkan sebagai bahan pertimbangan Ujian Tengah Semester. Beryl merasa sedikit bersyukur karena nyatanya dia masih bisa berdiri tegak untuk menjadi asisten Prof. Warsono.
Matanya seketika beralih pada ponsel yang sengaja dia bisukan. Tidak ada nada dering sama sekali. Karena memang Beryl ingin berfokus pada tugasnya membuat soal. Bagi Beryl membuat soal itu lebih sulit dari menjawabnya. Tapi herannya kenapa banyak sekali orang menjawab soal dengan asal-asaln padahal membuatnya saja juga memeras otak. Kini Beryl menyadari kesalahannya dulu sewaktu masih SMA. Dan betapa dia sunggu tidak tahu diri. Terlampau sering melakukan hal tersebut.
Satu panggilan masuk dari Isabella.
Tidak biasanya perempuan itu menelponnya. Bahkan kali ini baru kedua kalinya setelah insiden tugas kuliah Isabella tertinggal di mobilnya waktu itu. Sejarang itu mereka bertukar komunikasi melalui benda pipih ini. Malahan yang terjadi adalah pertemuan intens yang memaksa keduannya saling berjumpa lalu bertengkar seperti kucing dan tikus.
Beryl menelpon balik namun nihil hingga panggilan ketiga tidak ada jawaban.
Matanya segera membuka pada fitur yang menampilkan lokasi Isabella. Selama ini Beryl memang sengaja memasang sebuah fitur untuk melacak dimana lokasi Isabella. Setidaknya itu lebih membantu karena ketika Beryl mengikutinya seperti seorang penguntit, perempuan itu akan murka. Beryl berharap Isabella tidak pernah tahu.
Beryl fokus pada ponselnya. Kebingungan juga melihat dimana posisi Isabella sekarang.
Tangannya segera meraih kunci mobil dan bergegas pada tujuan.
“Lo ngapain lagi, sih.” ujar Beryl berbicara sendiri ketika berada di mobil
Jujur saja Beryl belum mengetahui daerah dimana Isabella berada sekarang. Tapi dia tetap jalan saja.
Sekitar tiga puluh menit barulah Beryl sampai di tempat yang dituju. Keningnya bergelombang, untuk apa Isabella sampai pada rumah semegah ini?! Apa pekerjaan menuntutnya untuk datang kesini?! Pasalnya Beryl cukup tahu mengenai orang-orang yang kebetulan menjadi pemakai jasa Isabella setiap harinya. Tentu saja dari kalangan menengah ke atas.
Beryl acuh dan tetap masuk ke rumah itu. Di depan beberapa satpam penjaga seperti tidak kaget dengan kedatangannya. Juga mata Beryl menemukan banyak mobil mewah terjejer tidak jauh dari lokasinya.
Beryl sempat mendengar salah satu orang menyebut nama Nando. Oh, apakah ini rumah laki-laki itu?! Sangat megah sekali meskipun rumah orang tua Beryl juga tidak kalah megah.
“Tamu dari siapa, tuan?”
Beryl memikirkan jawaban yang tepat, “Saya teman lama Nando.” Beryl ragu jika diperbolehkan namun ternyata dugaannya meleset
“Silahkan masuk, tuan.”
“Oke,” Beryl segera melajukan mobilnya masuk.
Untuk beberapa saat matanya terkesima pada jejeran mobil mewah dihadapannya. Mobil-mobil itu tentu saja dibanderol sangat mahal. Desainnya yang unik. Dan hanya ada beberapa biji saja di dunia. Beryl sempat tidak percaya orang-orang kaya itu bisa dengan sangat santai membeli mobil seharga langit.
Beryl menuju pintu masuk rumah Nando. Dua orang seperti penjaga mempersilahkannya masuk. Ketika sudah berada di dalam rumah Beryl bingung sendiri.
“Disebelah sana tuan, acara makan malamnya.” Ternyata ini hanya acara makan malam. Tapi kenapa perasaanya tidak enak begini. Apalagi melihat sejarang apa Isabella menghubunginya. Tentu saja kalau tidak darurat itu sulit terjadi.
Beberapa orang wira wiri juga bercanda membahas bisnis. Ini lebih ke pesta bukan acara makan malam. Tapi Beryl juga enggan mengomentari banyak hal soal bagaimana acaranya. Karena yang paling penting bagaimana caranya dia segera mungkin bertemu Isabella. Memastikan kondisi perempuan itu baik-baik saja.
Mata Beryl awas melihat sekitar. Tapi hanya Nando dan beberapa orang. Lantas dimana Isabella?
Tanpa sengaja mata Beryl dan Nando saling bertemu cukup lama. Mungkin Nando lupa siapa Beryl. Lalu setelahnya laki-laki yang katanya pacar Isabella itu mendekatinya.
“Ada urusan apa lo kemari?” kalimat pembuka dengan raut wajah sama sekali tidak bersahabat. Bagaimana bisa Isabella betah berada di samping orang begini.
“Isabella dimana?” kalimat singkat, padat, pedas yang sukses saja membuat rahang Nando mengeras. Jelas lah, siapa juga yang tidak akan cemburu pacarnya dekat dengan laki-laki lain.
Nando berdecih, “Buat apa lo nyariin dia?” katanya tidak bersahabat sama sekali
“Gue tanya, dimana Isabella sekarang!”
“Bukan urusan elo dimanapun Isabella berada, sialannn.”
Beryl mengeluarkan seringainya, “Memang bukan urusan gue. Tapi soal keselamatan dia itu jadi urusan gue.”
“Isabella bakalan aman berada di dekat gue.”
“Kalau begitu tolong tunjukkan dimana Isabella SEKARANG!!!” Beryl tidak bisa bersabar-sabar lagi. Nando sangat menguji dirinya. Apalagi jika dilihat sikap sok melindungi yang ditunjukkan Nando seperti bukan fakta sesungguhnya. Dari sini Beryl bisa menyimpulkan bahwa tujuan Nando memacari Isabella adalah bukan karena cinta.
“LO NGGAK BERHAK ATAS DIA, BAJINGANNN…” teriak Nando murka
Interaksi dua orag ini memancing perhatian dari banyak pasang mata. Musik santai yang sedari tadi di putar juga sudah dihentikan.
“GUE NGGAK BAKALAN MAAFIN ELO, KALAU SAMPAI LO BUAT ISABELLA TERLUKA SEUJUNG KUKU SEKALIPUN.”
“DISINI YANG BERHAK DENGAN ISABELLA ADALAH GUE. HUE PACAR SAHNYA!!!”
Beryl terbungkam. Kalimat barusan jelas menamparnya sekaligus menyadarkan bahwa memang antara dirinya dan Isabella tidak pernah terjalin hubungan apapun.
“Tunjukkan dimana Isabella. Dan setelah ini gue bakalan pergi.” Pinta Beryl untuk mengsudahi aksi mempemalukan diri sendiri. Apalagi keadaan di dalam ruangan sangat ramai.
Ando memperhatikan sekelilingnya mencoba menemukan keberadaan Isabella. “Isabella…” teriaknya agar Isabella bisa segera datang dan membuat Beryl angkat kaki dari hadapannya
“Isabella…” panggilnya sedikit tidak sabaran
“Mana?”
“Dimana dia?” Nada Beryl terlihat jengah. Puas juga melihat bagaimana respon Nando yang sepertinya tidak menyadarai keberadaan Isabella
Duaaarrrrr…
Suara tembakan terdengar cukup jelas. Membuat semua orang mencoba menerka-nerka dimana asal suara tembakan itu.
“Gue bunuh lo kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk sama dia.”
Tanpa persetujuan dari Nando sebagai tuan rumah Beryl berkeliling mencari keberadaan Isabella. Suara tembakan berasal dari lantai dua. Seharusnya itu tidak terlalu jauh.
Beryl mencari kesegala arah. Diikuti Nando di belakangnya. Begitu Beryl menemukan dua pelayan dengan wajah pucat pasi Beryl bis menyimpulkan sesuatu.
“Dimana Isabella?” tanyannya tidak sabaran
Pelayan tersebut menggeleng cepat. Takut melihat sorot amarah Beryl. Juga tatapan mematikan dari Nando.
“Saya tidak tahu tuan.” katanya dengan tangan gemetar
Duarrrrrr…
Pandanag Beryl langsung teralih pada salah stau pintu di paling ujung. Tidak mengerti kenapa banyak sekali pintu membingungkan di rumah ini. Sebenarnya siapa yang sudah dengan repot-repot mendesain rumah mewah ini. Apakah otaknya tidak panas?
“Isabella…” teriak Beryl tepat sesaat membuka pintu dan menemukan Isabella tengah duduk meringkuk menahan sakit
“Sayang…” ujar Nando tak kalah khawatir
“Bianca…” Nando memperhatikan adiknya yang tergeletak dengan darah segar di leher dan pipinya
“Isabella yang melakukan ini.” kata Bianca lalu menutup matanya untuk bersandiwara. Tapi mata Beryl sudah melihat pistol yang disembunyikan gadis itu di saku gaunnya.
Beryl mengangkat Isabella. Tidak perduli pada teriakan Nando yang memintanya untuk jangan menyentuh kekasihnya. Bagi Beryl keselamatan Isabella adalah nomor satu. Jika karena hal ini dia akan mati di tangan Nando, dirinya tidak perduli.
Beryl membawa Isabella keluar rumah dengan tergesa. Sementara Nando mengangkat adiknya. Kondisi dua perempuan ini sangat memprihatinkan. Namun jelas sekali terlihat bahwa luka terparah dialami Isabella.
“Tolong anterin saya ke rumah sakit terdekat, pak.” Beryl meminta seseorang untuk menyetir mobilnya. Karena jelas saja kalau posisi Beryl menyetir itu akan sangat membahayakan.
Orang-orang yang tadinya ada dalam ruangan untuk pesta makan kini juga berhamburan keluar. Mereka terlihat ketakutan apalagi melihat darah mengalir di kaki Isabella. Juga darah di leher dan pipi Bianca.
Sempat Beryl lihat Nando seperti khawatir pada Isabella namun dia juga harus mengurus perempuan yang ada di gendongannya.
“Bell…Isabella…buka matamu dulu.” Beryl menggoyangkan pipi Isabella pelan. Dalam kondisi begini Isabella harus tetap tersadar meski itu sulit dilakukan
“Bell…lo harus tetap sadar, Bella. Jangan menutup mata, lihat gue.” Tatapan meminta Isabella. Sayangnya meskipun Beryl meminta hal itu. Disini yang terluka adalah Isabella, dia mengalami, dia yang merasakan. Hanya Isabella yang tahu sesakit apa luka di kakinya.
“Ber…sakit…ttt…” Isabella berujar pelan saat Beryl mulai pasrah
“Kita sebentar lagi sampai.”
“Tahan ya…” Beryl ingin menangis saja rasanya. Namun dia tidak bisa bermellow-mellow sekarang. Isabella butuh dirinya
Isabella menyentuh punggung tangan Beryl. Beryl menduga Isabella dan gadis tadi saling serang. Tangan Isabella juga berlumuran darah. Pastinya dia mencoba untuk mengatasi luka tembakan itu sendirian.
“Jangan kasih tahu Om Warsono. Gue mohon.”
Permintaan yang sulit Beryl lakukan. Tapi paling tidak sekarang dia hanya butuh sampai rumah sakit.
“Pak, masih lama kah?” tanya Beryl pada bapak-bapak yang menyetir mobilnya
“Itu sudah di depan, mas.” ujarnya lalu membelokkan mobil ke area rumah sakit
“Tolong, Ber. Janji jangan kasih tahu Prof.Warsono. Oke?” Beryl hanya mengangguk saja
“Janji dulu…” Isabella terlihat kerasa kepala. Beryl membenci fakta itu. Meski dirinya juga termasuk orang yang keras kepala. Tapi kalau itu orang lain tentu saja dirinya akan jengah.
“Janji…”
Beyl segera menggendong Isabella untuk segera di tangani dokter. “Tolong, sus.” Pintanya saat suster mulai mengecek keadaan Isabella
“Apakah pasien terkena luka tembak?”
“Iya, di kakinya.” kata Beryl menujuk darah yang terus mengalir meski sudah diperban Isabella asal-asalan. Paling tidak Beryl bersyukur Isabella masih punya pikiran untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
“Apakah anda dari keluarganya?”
“Iya…” jawab Beryl.
“Baik. Pasien akan kami tangani. Tolong untuk selesaikan admistrasinya juga bapak. Biar prosesnya juga tidak memakan waktu yang lama.” Beryl setuju saja dan memilih untuk mengurus admistrasi. Tangannya menekan tombol hijau saat Azlio dan Danis menekan panggilan grub.
“Gue lagi di rumah sakit.”