Petak umpet

2278 Kata
Malam ini Isabella mempersiapkan diri untuk bertemu keluarga Nando dengan pakaian yang cukup terlihat wah. Dalam benak Isabella selama ini tidak pernah terpikirkan untuk bisa memakai pakain semewah ini. Benar-benar Nando tidak membiarkan dirinya terlihat seperti itik buruk rupa dihadapan keluarga Nando. Setidaknya itu yang patut Isabella syukuri. “Sudah selesai, Bella. Kak Nando juga sudah menunggumu di depan.” Isabella tidak bisa untuk menolak saat Nando menarik pinggang kecilnya semakin mendekat. Lalu mencium sekilas pipinya dan berujar, “Perfect, honey.” Andai yang mengatakan kalimat pujian barusan adalah orang bukan Nando pastilah Isabella melayang dibuatnya. Jadinya dia hanya bisa mengatakan kalimat terima kasih untuk segala pujian yang dilontarkan Nando.  “Mobilku di depan. Kamu siap?” Isabella dipersilahkan masuk ke mobil lalu disusul Nando. “Katamu cuma makan malam dengan klien. Kenapa harus repot-repot begini.” Omong-omong Isabella juga mengantuk.  Isabella sudah harus bersiap-siap dan pergi ke salon untuk perawatan diri sedari jam Sembilan pagi. Ini weekend dan Isabella harus melakukan itu. Memang untuk ukuran penampilan sempurna Nando tiada duanya. Apa yang kadang dilihatnya sudah luar biasa sempurna tapi bagi Nando itu masih kategori biasa saja. “Kan, kamu, sendiri merasa nggak enak ketemu sama keluarga aku. Jadinya ya, perlu untuk polesan sedikit, sayang.” “Ini seperti pakain bukan untuk menghadiri makan malam. Tapi lebih kepada pakaian pengantin wanita…” Lagipula kenapa ekor gaun ini begitu panjang.  Sesaat Isabella memikirkan bagaimana caranya dia akan berjalan nyaman jika begini keadaannya. Meski sudah bisa mengenakan heels tapi ini lebih tinggi daripada yang biasa dia pakai. Akan tidak lucu kalau sampai Isabella terjungkal. Dan itu dihadapan keluarga Nando. “Kamu cukup diam. Makan dengan khidmat lalu tak usah meladeni mereka, okay?” “Kamu ninggalin aku sama mereka?” Isabella tidak mau itu terjadi. Dia tidak sanggup Matanya melirik pada ponsel di tas kecilnya. Isabella masih berharap Beryl masih akan memantaunya. Setidaknya jika Isabella dalam bahaya laki-laki itu akan datang. Juga menyelamatkannya tentunya. “Nggak usah takut. Aku bakalan selalu jagain kamu, kok.” Bukan rasa nyaman yang Isabella dapatkan. Justru tingkat kepanikan yang lebih besar daripada yang seharusnya. Isabella mungkin pernah bertemu keluarga Beryl. Tapi tidak semenakutkan ini.  “Aku nggak mau ikut acaranya sampai akhir, Do. Badanku rasanya pegal-pegal.” Isabella harus mencari alasan. Paling tidak menghindar adalah perlu. “Nggak akan kenapa-kenapa. Bella. Kamu terlalu parnoan aja. Yuk, turun…” Nando membantu Isabella turun di sebuah rumah besar. Mirip seperti mansion.  Isabella patuh saja saat Nando menarik pinggang dan mulai mengajaknya berjalan masuk. Perasaan Isabella kali ini tidak enak. Apa akan hal buruk terjadi setelah ini? “Selamat malam…” sapa Nando pada beberapa orang yang tidak Isabella kenali sama sekali “Malam, Nando. Siapa dia, kenapa cantik sekali?”  Bocah kecil dengan jas merah maroon mengulurkan tangan ke arah Isabella, “Exter…” ujarnya memperkenalkan diri Isabella tersenyum canggung tapi dia suka anak kecil ini. “Isabella.” “Kalian lanjutkan perkenalannya nanti saja, ya. Isabella harus menemaniku menemui Mr.Patrick.” Exter terlihat cemberut namun mengangguk menggemaskan khas anak kecil. “Kemana?” tanya Isabella kebingungan saat Nando terus menariknya entah kemana. Karena Isabella tidak tahu berapa banyak ruangan dalam rumah ini. Tapi Isabella juga pesimis kalau seandainya diberi tantangan untuk pergi mencari seseorang dalam gedung ini. “Ruang makan.” kata Nando dengan raut wajah yang berubah. Kenapa pembunuh ini malah menampilkan aura menakutkan begini sih. Rasanya Isabella menyesal ikut datang “Nando sayang…” begitulah sambutan yang Isabella dengar saat dirinya bersama Nando ikut berbaur. Beberapa pasang mata mulai menatapnya dengan sinis. Jelas itu keluarga Nando. Tokoh utama belum munculpemirsah… “Nando, mama kira, kamu datang sendirian…” ujar mama Agnes, mama Nando dengan pakaian yang hampir sama dengan Isabella.  Isabella kira hanya dirinya yang berpakaian semewah ini pada pertemuan kali ini. Tapi dia salah, hampir semua, perempuan mengenakan gaun mewah. Sungguh di luar bayangan Isabella. Agnes tersenyum kecil. Sok ramah pada Isabella. Padahal nyatanya tidak begitu. “Gimana kabarnya, Isabella.” “Baik tante.” Kata Isabella sekadarnya. Malas banget meladeni orang tua ini. Pakaiannya itu loh sangat tidak cocok dengan umurnya. “Oke. Langsung ke meja makan, ya, sayang.” Perintahnya Isabella datang setengah hati. Dia ingin duduk di samping Nando tiba-tba saja seorang menyelanya duluan. Kepala Isabella mendongak bersamaan dengan Nando. Bianca lebih dulu menduduki kursi di samping Nando. “Gue duduk disini.” Nando terlihat kesal pada kehadiran Bianca. Apalagi Isabella yang tiba-tiba kursinya diserobot. “Itu tempat duduk pacar gue!” katanya dingin Kalau sikap Nando sudah begitu sudah dipastikan ada hubungan yang tidak akur antara keduannya. Entah kenapa Isabella suka mendengarnya. Paling tidak si Bianca ini tidak besar kepala karena Nando akan membelanya. “Lo pergi, deh.” Nando melakukan pengusiran terang-terangan “Gue nggak mau!” jawab Bianca keras kepala “Biarin saja kenapa, sih, sayang. Kamu jarang pulang pastinya Bianca kangen sama kamu.” Agnes mulai memberikan pembelaan pada anak tirinya. Sekarang Isabella mengerti kalau Bianca sepertinya punya rasa suka pada Nando. Dan itu terlihat jelas. Apalagi Isabella juga tahu kalau Bianca adalah saudara tiri Nando. “Kita pindah duduk di sana.” Nando menunjuk dua kursi di pojokan.  Namun ditolak oleh Agnes “Itu kursi buat saudara.” Nando menatap pada Isabella. Sementara Isabella juga ikutan menatap Nando terang-terangan. “Kamu duduk sini. Aku yang berdiri.” Kata Nando agar tidak membuat malu Isabella Agnes dan Bianca terlihat mendengus sebal.  “Kamu pindah dulu, Bi. Kursinya buat kak Isabella.” Bianca ingin memprotes namun pada akhirnya tidak berani karena tatapan membunuh seorang Nando.  “Sini…” Nando berujar lembut sampai membuat Bianca yang mendengar jadi kepanasan karena cemburu.  “Bukan waktunya buat romatis-romatisan.” tegur Bianca untuk merespon perlakuan Nando pada Isabella.  “Bacott banget, sih.” Sembur Nando pada adiknya Isabella memutar bola mata. Jika terlalu lama dia dihadapkan pada keluarga Nando yang ada sikap kalemnya bisa pudar kapan saja. Lagipula Isabella tidak sesabar itu. Dia hanya berakting untuk membuat Nando terkesan. Tapi malah bertemu dengan para nini sihir ini. “Nando jangan bicara kasar sama Bianca. Dia adik kamu, Nak.” “Enggak! Dia bukan adik Nando.” Nando mengatakan terang-terangan. Isabella sepertinya perlu mengabadikan momen ini. Jarang bukan melihat pemberitaan di media mengenai bagaimana keluarga dengan label pebisnis sukses tidak akur. Tentu itu akan jadi bahasan yang menduduki rating utama.  Isabella lalu teralih pada menatap makanan dihadapannya. Tidak akan dia biarkan siapapun mengganggu acara mengunyahnya. Sekalipun itu Bianca si ular. “Jadi, apa kalian sudah memutuskan akan menikah dalam waktu dekat ini dan Isabella juga akan berhenti dari pekerjaannya?” Agne tiba-tiba kembali muncul dari salah satu ruangan. Di belakangnya seorang pria berumur kira-kira lima puuh tahunan mengekorinya. Oh wajahnya mirip sekali dengan Nando. Isabella menduga itu ayah Nando.  “Tidak usah datang untuk menyalaminya. Cukup berikan salam dari sini.” ujar Nando dengan suara setengah berbisik Isabella menurut, “Selamat malam, Om. Saya Isabella…” cukup hanya begitu bukan cara perkenalan?! “Pacar Nando.” Nando menambahkan “Saya sebenarnya tidak pernah sedikitpun membencimu. Kamu cantik, punya tubuh bagus, pendidikan lumayan. Tapi saya tidak sama sekali menyukai pekerjaanmu.” Hey, memangnya Isabella butuh dia perpendapat begitu?! Isabella bahkan tidak perduli sekalipun satu keluarga ini mencemoohnya. Yang dia perdulikan adalah bagaimana caranya anak emas kalian, Nando. Bisa dengans egera mendapat balasan yang setimpal atas perbuatannya. Hanya itu! “Sudah, sudah. Jangan bahas hal lain selain pekerjaan. Lagipula nenek kira kalian masih butuh waktu untuk saling mengenal satu sama lain.” “Ya. Dan saya tidak ingin menikahi cucu anda. Tidak akan!” Terlihat setelahnya seorang tamu laki-laki dan perempuan dengan wajah Eropa datang bergabung pada perjamuan makan malam. Kalau melihat cara mengobrolnya sepertinya dia yang dimaksud klien bisnis Nando. Apa sepenting itu pasangan tersebut? Bianca berpindah duduk di samping Isabella tepat sesaat makanan di piringnya tandas tanpa sisa. Wow, apakah karena piringnya akan manjadi bahan olokan Bianca selanjutnya?! “Ayo kita bermain, kak Bella…” senyuman Bianca benar-benar menakutkan. Isabella ragu gadis ini masih polos. “Maksudnya?” “Aku suka main petak umpet.” Isabella ingin menanyakan pada Nando apa maksud petak umpet yang dimainkan Bianca. Namun dia urungkan saat melihat pacarnya itu sangat berfokus pada pembicaraannya dengan sang klien. Mungkin memang sangat penting rekan bisnisnya kali ini.” “Ayo…” pintanya merengek Bianca tidak sebocah itu bukan?! Tidak mungkin petak umpet yang akan dimainkannya adalah model petak umpet zaman dirinya masih kecil. Kalau iya, itu kekanak-kanakan sekali. Sayang punya wajah tua kalau pemikirannya masih lamban.  Bianca menatapnya penuh remeh, “Nggak berani?” Isabella mendengus kesal. “Bukan nggak berani tapi petak umpet lo model gimana?” Bianca mengedikkan bahu, sepertinya ada rencana busuk disini. “Ya, petak umpet pada umumnya.” Mau tidak mau pada akhirnya Isabella memilih mengangguk saja. Toh, tidak ada ruginya dia berupaya baik kepada adik tiri Nando ini.  ______________________________ Isabella menatap beberapa senjata dalam kotak besar. Di dalam kotak itu ada pistol, panah, gergaji, dan berbagai macam alat pertukangan. Untuk apa semua alat ini?! Lalu tatapan Isabella beralih pada Bianca juga beberapa pelayan yang sama sekali tidak Isabella mengerti. Untuk apa pula hadirnya banyak pelayan ini disini. Apakah untuk ikut bermain, begitu?! “Ayo kita suit untuk membuka permainan. Juga mencari siapa yang kalah dan siapa yang menang.” Sebentar Isabella harus memastikan dulu, “Lalu semua alat ini buat apa?” tanya Isabella pada akhirnya “Siapa yang kalah bakal sembunyi. Dan siapa yang menang bakalan mencari juga berhak menggunakan alat ini.” “Lo mau kita mati pakai cara begini?” “Kalau gue nggak masalah, ya.” Ujarnya tanpa rasa takut Benar-benar tidak waras. “Lo sintinggg…” “Lo enggak berani, hah?” Bianca terlihat semakin percaya diri “Bukan nggak berani. Tapi ini sangat beresiko, sialannn…” apakah Bianca ini sakit jiwa atau apa. Kenapa suka sekali membuat permainan punya resiko kematian begini. “Ya memang lo pikir petak umpet kayak bocah apa yang bakal gue mainin. Mimpi sajalah lah lo.” katanya dengan nada marah Isabella tidak punya pilihan lain. Dia harus segera kabur dan mencari dimana Nando. Saat Isabella akan berlari tangannya ditahan oleh beberapa pelayan. “Lo nggak bakalan bisa kabur, anak manis.”  “Berengsekkk….” Isabella berupaya melepaskan namun gagal “Lari sekencang yang lo bisa. Gue pastikan nggak bakal selamat.” Bianca mengambil salah satu gergaji mesin. Dia sudah sangat gila. “Lo nggak waras, Bi…” seketika pegangan di tangannya terlepas. Isabella tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Alhasil dia berlari sebisanya. Matanya mencari jalan menuju ruang utama tapi dia kelimpungan berada di rumah Nando. Sialan, memang benar firasat tidak enak Isabella sedari berangkat tadi. Ternyata dirinya harus dihadapkan pada kematian paksa yang dilakukan Bianca. Isabella memeriksa ponselnya. Tangannya gemetar. Bianca membuatnya takut dan panik sekaligus.  “Dimana kamu, Isabella yang cantik. Apa kamu siap mati?”  Isabella menahan nafasnya dan menghubungi seseorang. Namun tiba-tiba Bianca muncul sehingga Isabella kembali berlari ke sebuah ruangan seperti tempat penyimpanan bahan makanan.  “Apakah gue akan mati hari ini?” batin Isabella berteriak “Apa Nando juga tidak mencarinya. Atau apakah sebenarnya ini adalah rencana Nando…”  Sumpah serapah terus Isabella ucapkan. Dia akan segera menghabisi Nando setelah ini. Tidak perduli akan hukuman mati yang harus dia terima. Isabella harus membunuhnya, bahkan kalau perlu sekarang juga. Brakkk… Pintu dihadapannya roboh. Isabella tidak tahu harus melakukan apa. Bianca datang dengan menggunakan gergaji mesin untuk membuka pintu.  “Berhenti Bianca. Ini nggak lucu sama sekali.” “Apa?! Ini menyenangkan Isabella…” Bianca semakin mendekati Isabella. Jika gigi gergaji itu menyentuh kulit Isabella bisa saji tubuhnya akan terbelah menjadi dua atau malahan lebih. “Lo nggak bisa melakukan ini sama gue.” Teriak Isabella agar Bianca sadar Bianca masih tertawa terbahak, semakin dekat pula dengannya. “Shittt..” Isabella mendorong tubuh Bianca hingga perempuan itu terjungkal ke belakang. Isabella mmeilih kembali berlari ke ruangan awal dan mengambil panah. Karena hanya tersisa panah disana. “Dimana senjata yang lainnya?” “Lo nyari apa anak cantik?” Bianca datang lagi kali ini dia menggunakan pistol. Duarrr… Apakah tidak ada yang mendengar perkelahiannya dengan Bianca sekarang. Atau seperti dugaannya ini sudah direncanakan oleh keluarga Nando?! Duarrr… Pranggg… Bianca menembak almari kaca di belakang Isabella. Dan sekarang Isabella terjebak. Sama sekali tidak bisa menggunakan panah  di tangannya tapi masalahnya sejata satu-satunya yang dia miliki hanya ini. “Menjauh dari gue, sialaann…” pinta Isabella sembari menangis “Gue nggak akan memaafkan orang yang udah merebut apa yang seharusnya jadi milik gue selama ini!” Bianca menegaskan “Apa maksud elo?! Nando?! Lo suka sama kakak lo sendir, Bi?” Isabella tidak menyangka jika memang benar adanya “Lo ambil dia dari hidup gue.  Lo numpang hidup sama dia, jalanggg…” Plakkk… Bianca menampar pipi Isabella. Belum sempat Isabella memberikan perlawanan tubuhnya sudah didorong ke belakang membentur dinding. Bugh… Plakkk… Plakkk… Darah segar mengalir dari hidung juga sudut bibir Isabella. Bisa dipastikan setelah ini wajahnya akan membiru.  Kali ini Isabella tidak mau kalah. Bugh… Bianca jatuh terjerembab ke lantai. “MAU APA LO DARI HIDUP GUE, SIALANNN?!!” “ASAL LO TAHU GUE NGGAK PERNAH MOROTIN NANDO. DIA AJA YANG MAKSA GUE MENERIMA PERLAKUAN MANIS ITU!!!” Plakkk… Isabella menamparnya dengan keras. Tapi Bianca balik menggigit tangan Isabella,  “Auwwh…” teriak Isabella kesakitan Bianca kembali pada posisinya berada di atas. Namun Isabella menahan agar itu tidak terjadi. Tangannya segera mencekik leher Bianca. “Kalau gue mati harusnya lo juga nggak boleh hidup di muka bumi ini, Bianca!!!” “Lepasin, Bella.” “Lepas…in.. tangan elo.” “Lepps…ass…in…n..akhhh…” Bianca kehabisan nafas dan sepertinya pingsan. Isabella yang melihat merasa tidka percaya pada tindakannya sendiri namun dia segera memanfaatkan kesempatan emas ini untuk kabur. Begitu tangannya berhasil meraih gagang pintu. Duarrr…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN