Jangan ada penyesalan

1196 Kata
Hoeekkk… Ini sudah ketiga kalinya Beryl muntah-muntah di kamar mandi. Isabella dengan telaten membantunya berdiri lalu memapahnya balik saat Beryl selesai mengeluarkan isi perutnya. Bukan sikap Isabella sesungguhnya.  “Begoo banget, sih. Udah tahu nggak bisa minum, ngapain pakai acara minum banyak segala.” Kalau ini khas Isabella sekali Beryl hanya tersenyum samar-samar dia masih tersadar ternyata. Dihadapannya Isabella tengah mengomel dengan suara merdu seperti biasanya.  “Lo ngrepotin, sumpah.” ujarnya terus ngedumel dari awal masuk apartemen sampai Beryl selesai dengan banyak ritual muntahan “Gue nggak lagi-lagi mau ngerawat elo kalau sampai kejadian kayak gini terulang, ya.” Ancaman yang bagi Beryl tidak terdengar menakutkan. Memangnya karena siapa dia begini kalau bukan disebabkan kepusingannya menghadapi Isabella “Udah tau gue benci banget sama elo. Kenapa juga harus banget teman elo ngehubungin gue.” Aishhh… Isabella menjambak rambutnya sendiri. Stres juga ngobrol sama orang teler. Cuma bisa senyum, ngangguk, dan menggeleng.  “Lagian elo kenapa, sih, pakai minum?! Biasanya juga cuma minum jus, kan?” Isabella bertanya karena paham betul kebiasaan Beryl. Dari cara teller-nya Beryl bisa dipastikan ini pertama kalinya Beryl minum banyak “Jesika…”  “Gue harus jadian sama dia buat Isabella.” Isabella tidak mengerti kenapa pembicaraan Beryl jadi ngelantur begini “Lo pacaran sama Jesika?” malahan Isabella bertanya pada orang yang tidak sadar begini. Memang antara dia dan Beryl tidak ada bedanya, sih. Sama-sama soax Satu tangan Beryl menyentuh pipi Isabella. “Apa salahnya kalau gue mau ngelindungin elo, Bella.” kalimat barusan seperti sebuah penyataan atau pertanyaan sebenarnya “Gue memang bukan orang yang sempurna. Tapi gue juga nggak mau kalau semisal elo bersama orang yang enggak sempurna seperti Nando.” Isabella bingung mencerna kata-kata Beryl. Dia hanya mengangguk saja “Lo tidur, deh, udah malam.” Perintahnya pada Beryl “Jangan jauh-jauh…” kata Beryl manja seperti anak kecil “Gue disini.” kata Isabella pada akhirnya.  Di luar turun hujan deras dan mungkin dirinya akan menumpag menginap saja. Besok pagi-pagi buta Isabella akan pulang agar Beryl tidak melihat keberadaanya.  “Bella…Isabella…” panggil Beryl lagi sembari menahan pergelangan tangan Isabella agar perempuan itu tidak pergi “Ya?” “Gue bahagia ada elo disini.” Setelahnya mata Beryl kembali tertutup. Dia tertidur Isabella tersenyum kecil lalu mengusap lembut kepala Beryl. Matanya terus saja menelurusi wajah damai Beryl. “Andai gue nggak diposisi seperti ini, pasti gue bakalan bersyukur banget dijagain sama cowok populer di kampus.” Isabella menerawang bagaimana posisi sulitnya sekarang “Terima kasih, Beryl.” Cuppp… Satu kecupan mendarat sempurna di pipi Beryl. Tidak ingin terlalu larut dalam bayangan ketidakmungkinan Isabella memilih beranjak untuk membasuh wajahnya di wastafel dan segera ikut tidur. ____________________________ “Apa yang nggak gue milikin sampai elo lebih memilih berbohong, Bella?” “Lo khianatin gue.” “Lo deketin gue cuma ingin balaskan dendam saja, bukan?” “Sebenarnya yang nggak layak buat hidup itu elo, Isabella. Lo terlalu sok perduli. Lo pikir selama Diana hidup dia seperhatian itu apa sama elo?” Awan berubah menjadi hitam pekat “Maaf bapak. Kami tidak bisa menyelamatkan keponakan anda. Dia kehabisan banyak darah sewaktu dalam perjalanan ke rumah sakit.” kata seorang dokter dengan memakai jas putih “Maksud dokter kakak saya meninggal?” “Iya, dek, yang sabar ya.” “Kak Di…” “Kak Diana…” “KAK DIANAAAAA…”  teriak Isabella kencang “Isabella…” “Bella…Isabella…” Isabella membuka kelopak matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah khawatir Beryl.  “Lo mimpi buruk…” Beryl memaksa Isabella untuk bangun lalu menyodorkan satu gelas air putih. “Minum dulu.” Isabella menurut saja. Segera meminum air pemberian Beryl dengan bersandar di sofa. Matanya menatap sekitar, dia ingat semalam memang Isabella tidur di apartemen Beryl. Lalu dia memilih tidur di sofa setelah membersihkan wajahnya.  “Mimpi buruk?” Beryl mengulang pertanyaannya. Isabella hanya menjawab dengan anggukan kecil “Kenapa semalam nggak tidur di kamar satunya?” Isabella juga tidak tahu kenapa dia tidak tidur saja di kamar tamu. Dia merasa sangat mengantuk tadi malam saat sudah duduk di sofa. Akhirnya dia enggan berpindah posisi dan memilih tidur di sofa kamar Beryl. Isabella melirik pada jam dinding. Waktu sudah mnunjukkan jam setengah enam lebih. “Gue mau pulang.” Beryl menghela nafas, “Oke. Tapi lo sarapan dulu, ya?” “Enggak.” Isabella menolak. Jika dirinya terlalu lama di temapt Beryl nanti bisa saja Nando akan semakin curiga. Isabella tidak mau Nando akan marah. Itu berbahaya Beryl mengusap sudut bibir Isabella.  “Auwhh…” Isabella mengaduh kesakitan “Ini bukan hasil lo berantem sama Jesika. Tapi karena Nando, kan?” Beryl baru menyadari kalau ternnyata selama berpacaran bersama Nando. Isabella disiksa dan dia diam saja. “Lo sama sekali nggak melawan?” bukan Isabella banget tidak melakukan perlawanan ketika disakiti. Pasalnya saat bersama Beryl, Isabella, tidak pernah untuk tidak memberontak. Selalu saja Beryl dapat bekas yang mungkin sampai sekarang belum menghilang.  “Ini nggak penting.” Isabella sepertinya mulai sadar kalau dia beringas akibat pertanyaan dari Beryl Beryl memegang bahu Isabella. “Bell… nggak harus juga lo pacaran, kan, cuma buat ajang balas dendam?” “Lo nggak tahu apa-apa soal gue, Beryl!” Isabella benci kalau Beryl mulai perduli. Pasalnya Isabella ini seorang perempuan. Jelas saja jika ini terus terjadi pertahananya bisa runtuh. Atau sebenarnya pertahanan Isabella sekarang sudah hancur? “Berhenti buat perhatiin hal-hal kecil yang ada di diri gue, Beryl. Lo mending menyerah aja, deh. Nggak usah lagi jadi asisten Om Warsono. Gue bakal bayar elo mahal kalau lo setuju.” Beryl tidak membutuhkan uang, “Gue nggak melakukan karena uang.” “Apa lo pikir gue segabut itu, Bella. Gue sudah memutuskan buat menyerah tadi malam.” Isabella membelalakkan matanya, “Lo…” Lo nggak serius, kan, Ber Isabella hanya menyimpan pertanyaan di otak kecilnya “Terserah, deh.” kata Isabella pada akhirnya agar tidak terlihat begitu terkejut atas keputusan Beryl “Mulai sekarang jaga diri baik-baik, ya.” Beryl menepuk bahunya Tatapan Isabella jatuh pada bahu kanannya dimana tangan Beryl masih bertengger manis. Sejujurnya Isabella ingin menahan posisi tangan itu agar tetap berada disitu. Tapi apalah daya Isabella tidak bisa melakukannya. Itu akan terlihat betapa egoisnya dirinya. Yang ada akan menimbulkan persepsi bagi Beryl: Dijagain ngomel, ditinggalin rewel. “Gue anterin elo pulang.” kata Beryl pada akhirnya “Gue bisa sendiri.” kekeuh Isabella  “Lo sadar nggak sih lo ribet dan ruwet banget jadi cewek?” sembur Beryl pada akhirnya Isabella berdiri tegap. “Lo sendiri yang nyari-nyari kesalahan gue, Beryl. Nggak akan jadi masalah kalau semisal lo diam aja tanpa bergerak.” “Lo buat gue bimbang, Bell…” Beryl mencurahkan perasaannya “Kadangkala gue ngerasa gue ini istimewa di mata elo.” “Kadang juga gue merasa gue ini bukan apa-apa buat elo.” “Tolong jangan tarik ulur gue. Kalau mau gue tetap tinggal, bilang! Tapi kalau sebaliknya lo mau gue pergi, jangan nahan gue!” Beryl mengutarakan kalimat panjangnya. Hari ini Beryl enggan mendebat Isabella. Akan lebih baik dia mengatakan dengan sebenar-benarnya. “Pergi, Beryl. Gue nggak akan menahan elo lagi. Gue harus menjalani apa yang jadi keputusan gue.”  “Jangan ada penyesalan. Okay?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN