Pukul sepuluh malam waktu yang teramat sopan untuk digunakan bertamu di rumah orang lain. Dan kalian tahu, Beryl melakukannya. Dia nekat menelepon Prof.Warsono dan mengatakan menyerah menghadapi Isabella. Beryl buntu pada jalan yang harus dia pilih.
Di satu sisi Beryl masih ingin menjaga Isabella. Namun kenyataan seolah menamparnya. Bahwa tidak ada gunanya menjaga seseorang jika orang tersebut enggan sama sekali berubah.
Selama ini pula Beryl tidak mendapat satu kemajuan. Justru perasaannya sendiri malah yang ugal-ugalan.
“Kamu benar-benar mengakhirinya, Beryl?” Prof.Warsono terlihat cukup terkejut sewaktu mendapati telepon masuk dari Beryl. Juga tiba-tiba saja Beryl sudah ada di depan pintu rumahnya.
Beryl merasakan jantungnya berdebar kencang. Takut Prof.Warsono akan mengamuknya tapi tidak. Wajah tenang itu menyambutnya dengan penuh kehangatan. Kalau begini jadinya Beryl merasa menyesal untuk pengunduran dirinya. Tapi apa boleh buat Beryl sudah mengambil keputusan.
“Saya lelah, Prof…” kata Beryl pada akhirnya
“Apa menurutmu saya tidak lelah mengurusi Isabella yang nakall itu?”
Beryl tidak akan menjawab pertanyaan satu ini. Memangnya siapa yang tidak akan lelah menghadapi Isabella. Dia sulit dihentikan meski berkali-kali sudah mengalami kegagalan atas rencananya.
“Saya masih belum menerima tentang proposal pemberhentian mengawasi Isabella. Saya kira kamu hanya kurang tidur. Lebih baik kamu beristirahat dan tidak usah masuk kuliah besok.” ujar Prof.Warsono agar mahasiswa kepercayaannya segera mendapat jatah tidur. Pasalnya kantung mata Beryl juga menghitam.
Beryl tidak tahu harus menjawab bagaimana. Alhasil disinilah sekarang, duduk di salah satu meja bartender dengan Danis yang setia bersamanya sejak satu jam yang lalu.
“Terus jawabannya elo tetap nggak akan menyerah buat menjaga Isabella, kan?”
“Nggak tau…” Beryl menenggak minuman di gelas. Sementara Danis hanya memperhatikan sejauh mana sahabatnya ini akan bertingkah. Selama ini Beryl memang sering kali keluar masuk klub tapi bukan berarti dia kuat jika harus banyak minum. Malam ini terbukti Beryl kacau dan minuman keras itu jadi pelariannya.
“Beryl…” seorang perempuan cantik dengan perawakan mirip model dunia berlari kearah Beryl. “Beryl mabukk?” tanyanya pada Danis yang terus menatapnya lewat tatapan mesum
“Iya.” kata Danis ada akhirnya setelah selesai mengagumi keindahan ciptaan Tuhan dihadapannya
“Kenapa lo biarin dia minum, sih?” omelnya yang sama sekali tidak dimengerti Danis
Danis mencekal pergelangan tangan perempuan di depannya. “Mau lo bawa kemana dia?”
Danis tidak kenal siapa perempuan ini tapi jika setelah ini terjadi masalah yang lebih rumit itu tentu saja akan membuatnya kerepotan. Karena kalian tahu sendiri selama ini jika Danis minum banyak sampai teler bahkan berbuat gila selalu ada Beryl yang membantunya. Jelas dia akan melakukan hal yang sama pada sahabatnya ini.
“Pulang.” katanya tidak perduli pada keberadaan Danis
Danis masih kekeuh melarangnya. “Lo nggak bisa asal aja bawa anak orang pulang. Dia punya pacar.”
Perempuan itu mendengus lelah. “Gue Jesika. Gue pacar baru Beryl.” Ungkapnya penuh rasa percaya diri sekali
Danis mencemooh. “Lo bukan tipe Beryl.” katanya sengak. Jesika bahkan tidak percaya orang seperti Danis berani mengatakan kalimat sejahat itu
“Hah?” mulut Jesika menganga lebar, “Dia pacar gue kenapa elo yang sewot.” Jesika tak mau mengalah
“Gue akan lebih setuju kalau Beryl dibawa pulang sama pacarnya yang asli, daripada sama elo.” Danis mulai mengeluarkan unek-unek
Jesika tidak mengerti kenapa sulit membuat laki-laki dihadapannya percaya, “Lo pikir gue bukan pacar aslinya, heh?”
“Lo lebih layak disebut pelakor, deh, kayaknya.” Sembur Danis pedas
“Kurang ajar, ya, elo…” ujar Jesika tak terima atas perkataan Danis. Dia terlalu cerewett untuk ukuran laki-laki. Mulutnya tidak bisa dikontrol sama sekali.
Danis merangkul pinggang Jesika cepat hingga membuat perempuan itu mau tidak mau berdekatan dengan Danis. “Mau apa lo?” katanya marah bercampur waspada
“Tidurrrr….” jawab Danis tanpa filter
“Tidur ya di kamar, mas. Bukan malah narik-narik gue kayak begini.” Jesika mulai nyolot. Ini sih lebih mirip pelecehan
Danis merapikan rambut Jesika yang tergerai menutupi mata. “Tapi gue ada banyak stok uang.” katanya sembari berbisik di telinga Jesika
Jesika ingin melepaskan diri namun ditahan Danis. “Tatap wajah gue. Lo nggak kenal siapa gue?” Danis menaik turunkan alisnya
Jesika menurut dan menatap wajah Danis keseluruhan, dia seperti kenal tapi lupa siapa namanya. “Gue Christian Danis…”
Christian Danis??!
Jesika mulai merapalkan dalam hati. Dia seperti tidak asing dengan nama itu. Matanya kembali menatap Danis dan seketika Jesika ingat satu hal. “Lo…” Jesika menunjuk Danis
Danis mengangguk cepat, “Iya itu gue.” Danis tidak perlu mendengar Jesika mengucapkan siapa dirinya. Salah satu pebisnis properti terkenal dan juga masih sendiri. Danis tidak mungkin juga mengatakan soal Madona, itu privasinya dengan Beryl.
Jesika menutup mulutnya sendiri. Bagaimana bisa Beryl berteman dengan Danis si kaya ini. Dua laki-laki yang sama-sama punya banyak duit. Jesika tidak bisa membayangkan dia bisa menggait salah satunya. Pastilah hidupnya akan berjaya. Atau malah keduannya, bisa-bisa Jesika sujud syukur.
“Mau apa lo?” Jesika tidak mungkin mengatakan terang-terangan soal ketertarikannya
“Lo dilarang bawa Beryl kemana-mana karena sebentar lagi pacarnya bakalan datang. Tapi…” Danis menggantung kalimatnya
Jesika menunggu kalimat Danis selanjutnya penuh kesabaran.
“Tapi elo bisa bawa gue kemana-mana.”
Jesika harus terlihat jual mahal. Segera mungkin melepaskan diri dari Danis. Dan beralih pada Beryl namun telat karena Isabella sudah muncul dengan memakai jaket tebal. “Hah, lo sekarang sama Danis?” ujar Isabella saat berhadapan dengan Jesika
Jesika melihat Isabella yang membantu Beryl melepaskan jaketnya. Entah kenapa emosinya meledak.
“Jangan sentuh cowok gue!” amuknya tidak terima Isabella menyentuh Beryl-nya.
Isabella mengernyit, “Siapa?!” tatapan matanya mengintimidasi, “Siapa cowok elo?” Isabella mengulang pertanyaannya
“Beryl lah.” jawab Jesika penuh percaya diri
Isabella melirik pada Danis yang sedari tadi diam menonton debat antara dirinya dan Jesika. Kemudian teralih lagi pada musuhnya. “Kalau Beryl cowok elo nggak mungkin juga lo udah berplanning buat tidur sama dia.”
Danis tersenyum manis. “Bawa Beryl pulang. Disini nggak aman buat menjaga keperjakaan dia.” ujarnya tanpa rasa bersalah
Isabella mendesis, “Lo pikir gue babunya?”
Isabella tidak mungkin membawa Beryl ke rumah untuk yang kedua kalinya. Bisa-bisa kalau Nando tahu dirinya akan disiksa habis-habisan. Terlebih lagi membuat Nando percaya bahwa Isabella mencintainya adalah misi terbesar. Jangan sampai semuannya kacau karena kebaikan hatinya pada Beryl yang teler ini.
“Gue nggak tahu rumahnya.” Isabella kebingungan
“Oh, iyakah??!” nada bicara Danis seolah meragukan pernyataan Isabella
Isabella mendengus pasti Beryl sudah cerita soal dirinya yang pada waktu itu menginap di rumahnya. Sungguh ember sekali ya mulut para laki-laki ini.
“Biar sama gue aja lah si Beryl.” Jesika mengeluarkan idenya
“Nggak!!!” jawab Isabella dan Danis kompakan
“Lo bawa balik ke apartemennya. Gue pesenin taxi online.” Danis memainkan ponselnya
Jesika terlihat tidak terima tapi percikan detik kemudian musuh Isabella itu diam karena gombalan dan rayuan maut dari Danis. Benar-benar sangat murahh sekali ya.
Isabella terus memperhatian wajah Beryl. Beberapa hari ini hubungannya memang tidak bisa dibilang baik-baik saja. Dan Isabella akui dia mulai tidak nyaman dengan sikap acuh Beryl.
“Udah di depan.” Danis menunjukkan ponselnya. “Gue bantuin bawa Beryl dulu.”