Isabella mendudukan dirinya di kursi setelah mendengar Beryl pergi. Sebenarnya tidak apa-apa jika memang Beryl menyukai Jesika atau langsung berpacaran saja dengan Jesika. Yang Isabella sesalkan adalah tatapan Beryl. Kenapa laki-laki itu seolah mengatakan sesuatu dari caranya menatap Isabella.
Masalahnya adalah Isabella tidak pandai membaca bahasa tubuh seseorang. Tapi untuk tatapan tadi, sepertinya memang punya makna tersendiri. Dan lagi ada apa dengan dirinya. Kenapa rasanya tidak terima begini melihat Beryl mengantar Jesika ke kampus.
“Kenapa lo diam aja, cantik?! Lo cemburu, ya?” Jesika mendekati tempat duduk Isabella dan sengaja memang memilih bangku dengan jarak dekat dari Isabella
Isabella berdecih. “Buat apa gue cemburu, heh?” katanya seolah menujukkan bahwa Isabella baik-baik saja meski Beryl mengantar Jesika sampai kelas
“Lagian sekarang gue tahu. Tipe kayak elo emang bosenin, sih. Sampai Beryl aja berpaling tuh.” Jesika dengan bangga mengatakan jika Beryl bersamanya karena merasa tidak puas oleh service dari Isabella
Isabella cukup lelah pagi-pagi harus dihadapkan dengan debat unfaedah begini. “Lagipula sekalipun gue mau Beryl jadi cowok gue. Nggak bakal mungkin karena gue udah punya cowok.” Isabella berusaha mengungkapkan alasannya
Jesika menutup mulutnya seolah terkejut pada pernyataan Isabella. “Upsss, capa tuh.” katanya penasaran
“Nggak usah kepo dan nggak usah ikut campur juga masalah gue.” Sembur Isabella murka
Jesika mengangguk anggukan kepala. “Oke. Selamat deh buat elo udah menemukan kebahagiaan. Karena gue juga udah ketemu sama pangeran impian gue.”
“Pangeran kodok…” sahut Dhea saat Jesika terus saja heboh sedari tadi bahkan setelah Beyl pergi rival Isabella ini masih berkoar-koar kesana kemari seperti Beryl adalah sebuah ladang emas yang baru ditemukan.
“Lagian gue heran deh, Jes. Kayaknya Beryl nganterin elo ada maunya, deh. Bukan murni karena dia pengen.” Isabella nampak tersenyum sumringah akibat melihat mata melotot Jesika
“Heh… gue tekankan sekali lagi, ya. Beryl memang mau sendiri buat mengantarkan gue ke kampus. Pulangnya juga bakalan jemput gue kok.” kata Jesika berbangga diri.
Isabella tidak percaya pada ucapan Jesika. Dia merasa Beryl bukan tipe orang yang malakukan sesuatu tanpa tujuan yang jelas. Jika Beryl mendekati Jesika tentu saja itu beralasan. Isabella hanya berharap alasan Beryl mendekati Jesika tidak benar-benar karena dia jatuh cinta. Di kacamata Isabella, Beryl, sama sekali tidak cocok jika bersanding dengan perempuan modelan Jesika.
“Udah, deh. Lo kalau iri bilang aja.”
“Siapa yang iri, woy. Gue pilih kanan aja ketimbang kiri.”
“Sialannn lo.” Umpat Jesika dan langsung dibalas gelak tawa oleh teman-teman sekelas
Bu Nina masuk kelas dan membuat semua mahasiswa anteng di tempat duduk masing-masing. Sementara Jesika terus menerus memojokkan Isabella bahwa kali ini dia pemenangnya. Dia berhasil mendapatan Beryl.
Isabella memutar bola mata malas. Lalu beralih pada bu Nina yang mulai menampilkan power point di layar. Entah kenapa rasanya Isabella tidak betah berlama-lama di kelas. Kehebohan Jesika terus menerus membuat kupingnya panas.
Isabella bangkit guna izin ke toilet. Matanya memerah karena mengantuk.
“Apa sih untungnya bawa Beryl masuk ke kelas.”
“Apa untungnya juga pamerin kalau dia bisa pacaran sama Beryl.”
“Gue sama sekali nggak seperduli itu sama hubungan kalian.”
Isabella membasuh wajahnya. Lalu menatap kearah cermin. Tubuhnya tergerak ke belakang saat melihat tulisan di cermin.
Lo harus MATI!
Isabella menoleh kanan dan kiri. Pasalnya kamar mandi yang dia gunakan khusus mahasiswi perempuan dan tidak mungkin juga bukan ada orang lain masuk selain mahasiswi.
Isabella tertarik dengan permainan ini. Tangannya dengan segera membuka semua pintu kamar mandi. Kosong
“Gue nggak bakal takut dengan ancaman macam bocah kayak begini. Lo mendingan muncul aja deh. Langsung serang gue nggak usah pakai acara drama-drama segala.”
“Gue tahu elo salah satu orang yang pastinya gue kenal. Tapi buat apa juga lo neror gue dengan modelan begini. Sumpah kampungan banget…”
“Kalau semisal ini gara-gara cowok elo suka sama gue. Gue minta maaf tapi please nggak usah kayak begini. Lo ganggu gue banget.”
“Lagian gue nggak pernah minta juga dilahirkan dengan wajah begini. Sempurna yang kalian idamkan juga bagi gue malah jadi musibah karena tuduhan tanpa dasar yang sering kalian lontarkan ke gue.”
“Keluar lo, sialannn…”
Tidak ada sahutan apapun. Isabella rasanya sudah jadi gila karena mendapat ancaman seperti ini.
Isabella kembali ke kelas namun suasana kelas sudah menjadi ramai seperti pasar. “Bu Nina kemana?” tanya Isabella melihat Sherly yang mondar mandir minta lipgloss
“Kosong. Dia ada acara di jurusan.” ujarnya lalu beralih pada lipstik di bibirnya, “Nggak jadi minta lipgloss Yuvi. Lipstik elo cakep banget gilaaaaa…”
Isabella menggeleng, benar-benar teman-temannya tidak ada yang waras.
“Yuk, gais. Kita ngemall dulu biar pikiran fresh. Jangan manja-manja sama om-om terus.” Jesika melewati Isabella begitu saja tidak lupa kalimat jahatnya
“Yang paling penting nggak usah mau dibobokinn sama kakak sendiri gais!” kali ini Isabella yang bersuara
Brakkk…
Jesika menendang kursi hingga terbalik. Matanya menyiratkan amarah. “Lo ngomong apa barusan, hah?” Jesika mendekati Isabella dan menamparnya namun meleset
“Tangan elo kotor, cuy.” ujar Isabella
Teman-teman yang kebetulan masih berada di kelas segera melerai kedua orang ini.
“Nggak usah pakai acara nampar bisa, kan, Neng?” Vio muncul di tengah-tengah keduannya
“Nggak usah ikut campur, deh lo, Vio.” Jesika masih ingin maju namun tidak bisa karena Vio menghalanginya
“Gimana gue nggak mau ikut campur. Bisa-bisa kalian cakar-cakaran disini. Gue jadi kena omel bu Nina, sialannn…” kata Vio sembari terus menahan Jesika agar tidak lebih ganas dari sebelumnya
“Lo bilangin sama teman lo ini. Kalau cemburu gara-gara gue diantar Beryl. Bilanggg sayangggggg...”
Isabella tidak habis pikir. Cemburu dia bilang. Dan Beryl sebagai alasannya?! Sungguh tidak mungkin.
“Ambil tuh Beryl. Gue nggak butuh!” katanya sengit
“Oh iya?! Nggak butuh beneran?”
“Nggak!” kata Isabella tegas tapi matanya langsung tertuju pada ponsel Jesika yang menampilkan panggilan dengan Beryl. Dan panggilan itu sudah dilakukan kira-kira sepuluh menit yang lalu. Otomatis Beryl mendengar semua yang Isabella katakana.
“Makasih udah ngelepasin Beryl buat gue!” kata Jesika bangga
Panggilan diputus oleh Beryl dan Isabella tidak tahu harus melakukan apa. Dia seperti menyesal mengucapkan kata-katanya. Semoga saja Beryl tidak mendengar semuanya. Hanya saja kecil kemungkina dia tidak degar. Pasalnya Jesika dan Isabella bertengkar dengan suara sangat keras. Juga posisi yang berdekatan. “Kenapa ceroboh lagi, sih, Bell!!!!”
Setelah Jesika keluar Sherly mendekati Isabella. Mengusap punggung sahabatnya. “Lo udah melakukan hal yang tepat kok, Bell.”
Isabella hanya memberikan anggukan kecil. Tepat memang untuk mempertahankan harga diri tapi tidak tepat untuk hubungannya dengan Beryl. Padahal baru saja Isabella merasa ada kemajuan diantara mereka.