Bicara

1311 Kata
Isabella duduk di salah satu kafe tempatnya janjian bersama Nando. Seharusnya dia nebeng Beryl saja. Tapi karena Nando sudah mengatakan akan menjemputnya alhasil Isabella tidak bisa melakukan apa-apa kecuali pasrah untuk menunggu pacarnya itu datang. Pikiran Isabella melayang pada obrolan yang terjadi antara dirinya dan Beryl. Laki-laki itu mengatakan mengenai Jesika yang menyimpan videonya bersama Nando.  Sungguh itu tidak bisa dibiarkan.  Isabella harus segera mungkin memberitahu Nando. Agar tidak terjadi huru hara, otomatis membuat dirinya bersama Nando dalam masalah besar. Isabella tidak menginginkan adanya kerugian.  Mengingat bagaimana reputasi Nando sebagai pebisnis sukses juga pamornya sebagai mahasiswi populer dan tentang nama baik Om Warsono. Yang terakhir adalah poin utama. Karena tidak mungkin Isabella akan rela menjebloskan Prof.Warsono pada lubang api yang sudah dia buat sendiri. Ini salah Nando. Dia pantas di kambing hitamkan. “Sayang…” Nando datang dengan pakaian formal. Tidak lupa ciuman mesra mulai dari pipi, kening, dan terakhir bibir. Isabella tidak sempat menolak akibat tindakan cepat Nando.  “Ke kampus sekarang?” ujar Nando begitu mendapati Isabella duduk di kafe namun tidak memesan makanan hanya air lemon saja. Isabella memberikan anggukan cepat, “Kita harus ngomong, Do…” Isabella meminta pacarnya untuk tetap duduk tenang. Padahal dirinya sendiri tidak tenang. Nando memeriksa arloji di pergelangan tangan. “Lama nggak?” ujarnya seperti punya janji lebih penting dari pada duduk mendengarkan omongan Isabella “Mau ada janji sama orang?” Isabella terus memperhatikan gelagat Nando “Hu..um… ada janji temu nanti jam sembilanan. Aku kesana setelah mengantar kamu sampai kampus dengan selamat. Nanti pulangnya aku jemput lagi. Cuma dua matkul, kan, hari ini?” Nando tahu jadwal kuliah Isabella karena dia cukup ahli mengatur segala hal yang berkaitan dengan Isabella “Iya. Jam dua belas aku udah kosong kok.” Isabella menyisir rambutnya. Kebetulan hari ini dia malas kunciran. Jadilah poninya kemana-mana “Mau ke salon?” Nando ikut memperhatikan warna rambut Isabella. “Kayaknya perlu ganti warna rambut, sweety.” Isabella memutar bola mata. Dia baru ganti warna rambut di awal jadian dengan Nando. Dan sekarang laki-laki itu sudah menyuruhnya untuk ganti warna lagi. Benar-benar merepotkan.  “Nanti aja, ya.” Pinta Isabella memohon. Dia malas juga pergi ke salon. Mempercantik diri memang penting tapi kalau udah cantik begini apanya yang harus dipercantik lagi? “Ya udah, mbak-mbaknya salon suruh ke rumah aja kalau kamu malas.” Nah, benar bukan. Nando akan tetap mengupayakan banyak cara agar Isabella setuju dengan permintaannya. Kalau dipikirkan lebih jauh. Nando sebenarnya adalah tipe laki-laki kurang bersyukur. Di matanya akan selalu kurang meski Isabella sudah  mirip Barbie hidup, kata orang-orang. “Minggu ini aku ada makan malam sama rekan bisnis. Kamu ikut, ya.” Nando ingat soal janji temu dengan salah satu klien dari luar negeri Isabella berkata malas, “Aku harus banget ikut?” kata Isabella jujur “Kamu, kan, pacar aku, sih.” Nando mengoreksi. Sebenarnya Nando juga tahu bagaimana sikap keluarganya pada Isabella. Pada makan malam itu keluarganya juga akan ikut hadir. “Hubungan aku sama keluarga kamu nggak baik, Do.” kata Isabella berupaya memperjelas alasannya. Disini Isabella tidak pernah meminta hubungan baik juga dengan keluarga Nando. Meskipun terdapat banyak penolakan tetapi Isabella tidak akan perduli. Baginya bersama Nando adalah poin pentingnya. Nando setuju pada pernyaataan Isabella. “Cukup datang aja, okay?” Mau tidak mau akhirnya Isabella setuju pada permintaan Nando. Kalau begini ceritanya sudah dipastikan Isabella perlu ke salon untuk melakukan perawatan. Tidak mungkin juga dia menemui keluarga Nando yang nyentrik itu dengan kondisi dekil begini. Yang ada dirinya akan semakin dihujat tanpa henti.   “Kamu mau ngomong apa?” Nando berupaya mencari topik bahasan lain. Karena kalau terus menerus membahas keluarga bisa menjadikan mood Isabella berubah jelek Isabella menatap sekitar. Tidak nampak pengunjung kafe sama sekali kecuali mereka. Kemungkinan juga faktor ini masih pagi. Begitu mendapati situasi kondisi aman akhirnya Isabella buka suara. “Soal video kita yang kamu rekam diam-diam.” Akhirnya Isabella berani berujar Nando seharusnya bisa memperkirakan apa pertanyaan yang akan dilontarkan Isabella kepadanya. Apalagi kekasihnya itu terlihat cukup serius sambil membaca sikon sekitar. Nando akhirnya berdecak malas. “Kamu terlalu kepikiran sama video itu, sweety.” Isabella sebal. Kenapa Nando malah menggampangkan sesuatu yang justru akan membahayakan hidupnya. Karirnya sedang ada dipuncak kejayaannya. “Kamu kenapa sih menggampangkan sesuatu yang aku pikir itu penting buat masa depan kita, Do.” “Kenapa pagi-pagi harus  bertengkar disini sih?!” Nando ngedumel sendiri “Kenapa nggak kamu ngomongin soal kayak gini pas kita lagi free, Bell. Banyak waktu juga. Nggak harus sekarang, kan?” ujarnya sensi sendiri pada obrolan mereka Isabella tidak habis pikir kenapa Nando malah marah kepadanya. Kan disini dia ini korban. Lantas kenapa seolah hanya dirinya yang menderita dan Nando baik-baik saja. Memang kategori laki-laki berengsek modelan Nando tidak ada duanya. Terus saja membuatnya ruwet tanpa berkesudahan. “Kamu marah sama aku gara-gara aku bahas soal video itu, heh?! Disini itu yang berhak buat marah-marah ya aku. Kamu seenak jidat ambil video tanpa persetujuan aku, Do. Dipikirnya video itu nggak bakal jadi boomerang buat kamu. Gitu?” Nando yang awalnya kesal jadi tertarik pada obrolan Isabella. “Kenapa sama video itu emangnya?” “Seseorang udah punya salinannya!” kata Isabella telak Nando diam beberapa saat mencoba mencerna ungkapan Isabella. “Maksud kamu, ada orang lain udah punya video kita?” “Ya. Dan penyebabnya juga kamu sendiri.” Loh, kok jadi Nando yang balik disalahkan. “Aku nggak publikasi video itu kesiapapun, Bella. Itu privasi kita!” “Privasi Ndasmu…” akhirnya Isabella meluapkan kekesalannya “Kamu kasar banget sih.” Nando tidak terima “Aku kasar karena sikap kamu yang persis kek macam bocah tahu nggak. Gimana bisa video itu dimilikin Jesika dan bakalan berakhir ke publik. Mikir dong mas. Jangan cuma mau enaknya aja.” Sengit Isabella agar otak pintar Nando bekerja Satu tangan Nando merangkul bahu Isabella. “Kamu tahu darimana kalau Jesika punya video kita?” Isabella terbungkam. Kalau sampai dia berani mengatakan soal video itu dari Beryl sudah dipastikan Nando akan mengamuknya bahkan melarang Isabella untuk keluar. “Dari…Jesika.” Dustanya agar Nando percaya “Kamu lihat video itu memang ada kita?”  Isabella belum melihatnya sih. Beryl juga sedang berupaya mencari tahu. Duh kenapa Isabella jadi salah langkah begini sih. “Belum…sih.” Nando menarik rambut Isabella hingga membuat kepalanya ikut mendongak. “Jadi cewek pinter dikit bisa nggak sih. Bisa aja itu cara Jesika buat jatuhin elo.” Isabella meringis. Dimana ada model pacar kurang ajar seperti Nando begini. Kasar dan tidak tahu diri. “Sakit… bego.” Nando segera melepaskan tarikannya sadar jika dia kelewatan. “Maaf…” Untuk kajadian sekali dua kali masih akan Isabella toleransi. Namun jika Nando kembali membuat fisiknya terluka untuk ketiga kalinya lihat saja apa yang akan Isabella lakukan. Nando akan mendapatkan balasannya. Bahkan Isabella bersumpah Nando akan merasakan sakit lebih buruk dari yang dibayangkan. “Kita bisa putus, Do. Kalau emang kamu nggak bisa bersikap baik sama aku. Aku perempuan dan kamu laki-laki. Kalau mau nyiksa bukan ke pacar tapi ke lawan kamu yang sepadan.” Sekali-kali memang Nando harus diberi gertakan. Tidak boleh dibiarkan seenaknya sendiri nanti akan menjadi kebiasaan dan berujung pada toxic. Eh… tapi kalau dipikirkan lebih dalam lagi Nando memang sudah toxic dari lahir. Dia menyusahkan banyak orang. “Aku minta maaf. Aku nggak akan gitu lagi. Jangan bawa-bawa kata putus dalam hubungan kita, ok?”  Isabella hanya memberikan anggukan kecil. Kalimat putus sesungguhnya juga akan didengar Nando suatu saat nanti. Biar dia merasakan sakitnya patah hati. Isabella akan semakin memuluskan rencananya jika itu berhasil. “Ya sudah. Ayo berangkat ke kampus.” “Aku naik taxi aja.” Tolak Isabella pada akhirnya. Nando perlu belajar sadar diri mulai sekarang. “Jangan mancing emosi aku pagi-pagi, Bella. Setelah ini aku kerja dan duitnya juga buat kamu.” Isabella pada akhirnya memilih mengiyakan. Tidak tega juga melihat raut wajah capek seorang pembunuh seperti Nando.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN