Berharga

2155 Kata
Prof.Warsono sudah menunggu kedatangan Beryl dan Isabella sejak dua puluh menit yang lalu. Dia memang memilih menunggu sebelum waktu yang ditentukan. Perasaannya selama beberapa hari ini tidak enak. Dan tentu saja Prof.Warsono harus memastikan sendiri. Matanya fokus pada sebuah bingkai foto keluarga. Disana ada dirinya dan juga mama Isabella. Entah bagaimana ceritanya hidup mereka menjadi jungkir balik begini setelah kepergian orang-orang terkasih. Prof.Warsono berpindah pada bingkai foto dia dan istrinya. Terdapat foto perempuan tengah tersenyum bahagia dengan merangkul lengan Prof.Warsono. Rasanya baru kemarin mereka menikah dan sekarang Prof.Warsono merasa sendirian. Meski dia masih memiliki Isabella disisinya. Baginya Isabella adalah lebih dari apapun. Prof.Warsono sangat menyayangi keponakannya itu. “Selamat pagi, Prof…” Beryl mengetuk pintu ruang kerja Prof.Warsono yang ada di rumah itu. Pagi-pagi buta Beryl sudah tergopoh-gopoh karena Prof.Warsono menghubunginya tepat sesaat Beryl membuka mata. Alhasil Beryl mandi secepat kilat juga berpakaian seadanya. Tapi memang ritual mandi yang dilakukan laki-laki tidak selama perempuan, sih. Tapi apa yang dilakukan Beryl tadi benar-benar sangat cepat: lebih cepat dari yang seharusnya. “Masuk saja, Ber…” Prof.warsono meletakkan bingkai foto yang ada di ruang kerjanya. Sementara atensinya berpindah pada Beryl yang baru saja datang. “Bella, mana?” ujar Prof.Warsono saat tahu Beryl datang sendirian tidak bersama Isabella. Dia mengira jika Beryl akan menjemput Isabella namun ternyata pemuda itu datang sendirian. “Maaf, Prof. Apa saya perlu menjemput Isabella juga?” Jika tahu Beryl harus datang bersama Isabella tentu saja dia tidak akan langsung membelokkan mobilnya kesini. Lagian juga Prof. Warsono tidak mengatakan apapun kepada Beryl sewaktu dia di apartemen tadi. Prof.Warsono menggeleng lantas memberikan senyuman kepada mahasiswa kepercayaannya ini. “Duduk, Ber. Kita ngobrol santai saja dulu sampai keponakan saya datang.” “Iya, Prof…” ujar Beryl patuh seperti biasa. “Prof. Warsono tidak mengajar hari ini?” Prof.Warsono menggeleng, dia menujukkan layar komputernya. “Hari ini saya mau isi seminar online. Untuk angkatan 2018 tolong hari ini tugas yang sudah saya jelaskan minggu lalu dilanjutkan. Terakhir pertemuan, saya sudah sempat memberikan beberapa buku yang harus mereka baca minggu ini. Minggu depan tugas dikumpulkan dan akan langsung saya adakan kuis.” Beryl mengerti. Dia hanya perlu menghubungi salah satu mahasiswa yang menjadi penanggung jawab mata kuliah untuk melakukan perintah dari Prof.Warsono. Setidaknya Beryl bersyukur karena hari ini jadwal mengajarnya kosong. Beryl bisa lebih bebas. “Nanti akan langsung saya share untuk tugas hari ini Prof.” Prof. Warsono mengangguk. “Kemarin malam kalau tidak salah saya ketemu dengan orang tua kamu diacara lelang, Beryl.” Kerongkongan Beryl kering. Bingung juga harus menjawab bagaimana. Karena kalau sudah membahas mengenai orang tua jelas saja apa yang menjadi topik pembicaraan para orang tua adalah anak mereka. Dan Beryl tidak tahu apakah orang tuannya akan mengatakan kepada Prof.Warsono bahwa Isabella merupakan kekasih Beryl: itu tidak boleh terjadi. “Mama kamu bilang hubunganmu dan Isabella lebih daripada teman biasa.” Huh, untuk sesaat Beryl memikirkan jawaban apa yang tepat untuk diberikan kepada Prof.Warsono. Kenapa juga orang tuannya harus ikut kompor soal hubungannya dan Isabella, sih. Sungguh sekarang Beryl benar-benar mengutuk Isabella karena gara-gara sandiwara sialann ini Beryl jadi sering mendapat masalah. Beryl menggeleng cepat. “Saya nggak ada apa-apa dengan Bella, Prof…” Prof.Warsono mengernyitkan kening. Kemudian mendesah kecewa. “Yah…saya kira kamu memiliki hubungan khusus dengan Isabella. Padahal saya sudah berharap lebih. Tapi kenyataannya nihil. Tidak sesuai ekspektasi saya.” Tidak sesuai ekspektasi katanya tadi, heh?! Apakah Prof.Warsono selama ini begitu mendambakan bahwa Beryl akan jatuh cinta dengan Isabella begitu. Tentu saja Beryl tidak akan mau mewujudkannya. Beryl masih memegag prinsipnya kuat-kuat bahwa perasaannya kepada Isabella hanya sebatas rasa kasihan juga rasa ingin melindungi saja. Tidak lebih daripada itu. “Bagaimana prof?” Beryl mencoba bodoh sajalah. Itu akan lebih baik “Saya ingin kamu menjalin hubungan lebih dengan Isabella. Bahkan kalau perlu segera menikahi dia, Beryl.” Tidak ada jawaban apapun dari Beryl karena setelahnya Isabella datang. Membuat Beryl sangat bersyukur karena tidak harus menanggai penrnyataan Prof.Warsono barusan. “Dari mana saja, Bella. Saya menyuruh kamu datang tepat waktu. Ini sudah sangat molor.” “Anda pikir perjalanan kesini tidak macet disaat jam-jam seperti ini.” Isabella berkata sengit. Sejak setengah jam lalu sebenarnya Isabella sudah datang. Dia hanya enggan masuk saja ke ruangan kerja Om Warsono sebelum Beryl datang. Eh, tapi pada faktanya Beryl sudah datang duluan dan mengobrol cukup serius dengan orang tua ini. Dan obrolan yang mereka bicarakan adalah mengenai hubungannya dan Beryl. Dan gilanya lagi Isabella sempat menguping tentang keinginan Prof.Warsono menjadikan Beryl sebagai mantunya. Huh, apakah orang tua ini tidak ingin meminta pendapatnya juga. Karena Isabella tentu saja akan…menolak mentah-mentah permintaan itu. Prof.Warsono punya pendidikan tinggi lantas kenapa sangat ketinggalan zaman sekali cara berpikirnya ini. “Buat apa anda menyuruh saya datang?” Isabella ingin segera pergi dari sini. Karena dia tidak tahan juga harus satu ruangan dengan Beryl. Jujur Isabella mulai menyukai wangi parfum Beryl dan itu berbahaya. Prof.Warsono memberikan sebuah kunci pada Isabella. Isabella tahu itu merupakan kunci mobil. Dia tidak ingin bodoh. Langsung mengerti kenapa orang tua ini memintannya untuk datang. “Buat apa kunci mobil?” “Hadiah ulang tahun kamu. Maaf karena saya perlu waktu yang lama untuk mencarikannya buat kamu.” Prof.Warsono menyodorkna kunci mobil kearah Isabella. Dan mata Isabella hanya memperhatikan tanpa minat. “Saya rasa nggak butuh kendaraan semewah ini!” respon Isabella untuk menolak barang pemberian Prof.Warsono. Lagian dia masih bisa menggunakan layanan taksi online atau meminta salah satu sahabatnya untuk menjemput. Paling banter Isabella juga bisa menyetujui permintaan Nando untuk diantar jemput sopir pribadi. “Saya tetap ingin kamu pakai ini Isabella.” Prof.Warsono sangat memaksa Isabella. “Saya tidak mau. Saya tidak bisa. Saya tetap bisa hidup bahkan jika itu tidak dengan barang mewah pemberian anda.” “Cukup untuk mengatur segala hal dihidup saya!” kata Isabella tegas “Saya tidak mengatur. Tapi saya menginginkan yang terbaik untuk hidup kamu.” Prof.Warsono bersuara “Bisakah anda berhenti ikut campur soal semuannya?” Isabella melontarkan pertanyaan yang jelas saja itu sangat kasar. Beryl yang sedari tadi diam dengan khidmat saja sampai tertohok karena beraninya Isabella melontarkan kalimat semenyakitkan itu. Apalagi kepada Prof.Warsono, wali Isabella sendiri. “Jika kamu masih dengan ambisimu maka semua tidak akan berjalan sesuai seharusnya.” “Nando sudah dihukum Bella. Meski tidak selama yang kita mau. Tapi dia sudah mendapatkan ganjarannya. Dia akan menderita seumur hidupnya. Jangan membuat dirimu kotor karena membalas dendam. Kamu hanya cukup diam dan dia akan hancur dengan sendirinya.” “Hancur dengan sendirinya?! Nando bahkan berkeliaran dengan sangat bangga. Dia selalu bahagia setiap hari. Saya melihatnya keluar masuk klub dan juga menghambur-hamburkan uangnnya. Itu yang anda katakan soal kehancuran?” ujar Isabella dengan mata berkaca-kaca. Jelas disini terlihat bahwa Isabella benar-benar sangat menderita kehilangan kakaknya “Dan lagi, anda terus saja menggunakan Beryl untuk mengawasi saya. Bisakah saya memilih jalan hidup mana yang saya mau. Bisakah anda berhenti untuk mempersulit diri anda sendiri. Bisakah saya menyetir sendiri untuk bisa memastikan saya bahagai dengan cara saya sendiri. Bisakah…Om…saya mohon…” Isabella menangis meraung-raung. Dan Beryl kelimpungan sendiri namun tidak bisa melakukan apapun kecuali diam menatap terang-terangan debat yang barusan terjadi antara si dosen killer dan mahasiswi populer Isabella. “Saya mohon, Om…hiks.” Isabella menunduk lalu prof.Warsono bangkit dan memilih meninggalkan Beryl dan Isabella sendirian. Namun sebelum pergi Prof.Warsono menepuk bahu keponakannya, “Maaf. Untuk membuat kamu berada di jalan yang salah saya tidak bisa, Bella. Kamu berarti buat saya. Dan itu paten tidak bisa diganggu gugat.” “TAPI BAGAIMANA JIKA SAYA MENDERITA. APAKAH ANDA AKAN SENANG?” teriak Isabella murka Prof.Warsono hanya menganggapinya dengan senyuman. “Kamu akan tahu, Bella. Bahwa apa yang saya lakukan kepadamu selama ini adalah bentuk nyata bagaimana pentingnya kamu buat saya.” Setelahnya Prof.Warsono memilih pergi dan meninggalkan Isabella dan Beryl sendirian Isabella mengusap wajahnya kasar, lalu ikutan menata Beryl yang sedari tadi menatapnya terang-terangan. “Lo udah puas, hah?” “Kenapa harus puas?” kalimat Beryl terdengar menyebalkan di telinga Isabella “Lo apain sih, Ber. Kenapa orang tua itu sangat menyebalkan banget. Gue kesal setengah mati sama dia tahu nggak.” Adunya pada Beryl Dari sini Beryl bisa menyimpulkan bahwa Isabella memang punya mood yang berubah-ubah. Satu detik dia akan mengamuk di detik berikutnya dia akan langsung bahagia. Sangat menakutkan jika seandainya Beryl berada diposisi menjadi kekasih Isabella. Pastinya akan keteteran. Beryl menggeleng cepat. Sudah gila dirinya sampai bisa membayangkan posisi menjadi pacar Isabella. Isabella hendak keluar namun pergelangan tangannya ditahan oleh Beryl. “Apa lagi?” kata Isabella malas “Gue mau ngomong.” “Ini udah ngomong, kan?”Isabella kesal sendiri karena di matanya sekarang Beryl terlihat lola “Soal video itu.” Begitu mendengar pernyataan Beryl, Isabella langsung menarik laki-laki itu keluar menjauhi rumah Prof.Warsono. Dia tidak mau jika sampai orang tua itu mengetahui soal pembahasan video antara dirinya dan Beryl. “Kenapa sama video itu?” Isabella akhirnya membuka suara saat mereka berada di mobil Beryl. Dengan posisi berhenti di pinggir jalan raya. “Jesika tahu video itu.” Isabella menganga tidak percaya dengan yang barusan dikatakan Beryl. “Lo ngomong apaan, sih. Lo jangan bercanda, deh.” Guraunya Beryl meminta Isabella menatapnya serius. “Apa wajahnya gue kelihatan banget kalau lagi bercanda?” Tidak, tidak. Sebenarnya Isabella sudah tahu Beryl serius. Hanya saja dia mengelak soal fakta itu. Isabella tidak snaggup jika pada akhirnya apa yang dikatakan Beryl adalah sebuah fakta: dan itu memang fakta. Isabella yang terlihat bodoh disini. “Lo tahu darimana?” pasalnya tidak mungkin juga, kan, Beryl akan menontonya dalam keadaan tidak berbusana secara terang-terangan. Itu sangat memalukan. Isabella belum siap. Juga tidak akan siap jika tubuhnya menjadi bahan tontonan publik. “Dia bilang kalau punya video lo sama pacar elo.” Isabella mengernyitkan kening, “Video yang mana dulu, nih?” katanya tidak mengerti Beryl menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Entah. Makanya gue mau cari tahu dulu. Mungkin hari ini juga bakalan tahu.” “Lo pastikan dulu deh, Ber. Jangan-jangan itu bukan video yang waktu itu pernah…” Isabella menggigit bibirnya sendiri. Kaku juga mau ngomong soal yang sensitif begini, “pernah lo tonton.” ceplosnya terang-terangan Lidah Beryl kini yang gantian kaku. Dia malu pernah dengan tidak tahu dirinya membuka ponsel Isabella dan berakhirlah menonton video terlarang itu. Rasanya Beryl ingin menyembuyikan wajahnya sendiri. “Sorry…” katanya merasa tidak enak jika diingatkan soal itu. “Makanya izin dulu kalau mau buka ponsel orang lain.” Isabella membuka sabuk pengaman hendak keluar dari mobil. “Bell…tunggu.” Alis Isabella naik satu, “Kenapa lagi, sih. Gue buru-buru mau ketemu Nando.” “Lo tinggal barengan sama Nando?” padahal sebenarnya bukan itu yang hendak Beryl katakan. Tapi karena Isabella baru saja mengatakan soal Nandonya itu. Alhasil justru pertanyaan unfaedah begini yang keluar. Isabella menarik nafas panjang, membuangnya perlahan lewat mulut. “Penting banget, ya, lo tanya soal masalah beginian.” Sebenarnya juga bagi Beryl paket pertanyaan juga jawabannya tidak penting sama sekali. Tapi mau bagaimana lagi mulutnya ini kadung sulit ditebak juga. Beryl mengangguk saja biar cepat kelar. “Iya, gue sekarang tinggal barengan sama cowok gue.” “Lo… nggak takut?” ujar Beryl secara hati-hati “Buat apa takut?” yang ada Isabella malah senang karena bisa segera tahu waktu yang tepat kapan bisa menghabisi Nando. Begitu waktu itu datang, Isabella tidak akan menyia-nyiakannya. Itu kesempatan emas “Misalnya terjadi sesuatu yang buruk sama elo,” Isabella tertawa keras, heran sendiri melihat tingkah Beryl yang tidak seperti biasanya. “Kenapa harus takut?! Kan, ada elo.” Eh, Isabella sadar soal kalimatnya. “Maksudnya elo, kan, diperintah sama Om Warsono buat jagain gue. Kalau gue kenapa-napa harusnya elo bakalan gercep, kan?” “Emm…ya…iya, sih.” kata Beryl kehabisan kata-kata “Gue turun sini, ya. Thanks buat tumpangannya. Nggak usah repot-repot sering antar jemput gue sekarang karena Nando nggak akan membiarkan elo lolos gitu aja.” Isabella membuka pintu mobil Beryl dan berjalan menuju sebuah kafe dipinggir jalan. Entah apa yang akan dilakukan perempuan itu. Yang jelas Beryl memang saat ini sudah bisa mengawasi Isabella dimanapun berada. Isi ponsel Isabella bisa kapanpun Beryl lihat. Beryl ingat dia belum sempat mengatakan pada Isabella bahwa hari ini akan mengantarkan Jesika pergi ke kampus demi menyelamatkan perempuan itu. Tapi jika dipikirkan lagi, apakah harus Beryl mengatakan juga pada Isabella. Bukannya itu terkesan akan sangat aneh. Mengingat hubungan yang terjadi antara Beryl dan Isabella baru saja akrab beberapa waktu ini. “Gue nggak perlu pakai repot-repot segala, kan, buat laporin niat menyelamatkan harga dirinya?” Beryl bermonolog sendirian. “Kenapa, sih pakai acara perduli segala, Ber.” Beryl terus merutuki kebodohannya, “Nggak sadar diri banget sih, Elo siapa dan Isabella siapa. Kalian cuma dua orang yang dipaksa kenala karena elo asisten Prof.Warsono dan Isabella keponakannya.” Jika terus memikirkan soal Isabella lama-lama Beryl menjadi tidak netral begini. Beryl segera mengenyahkan pikiran negatif lalu tancap gas untuk segera menjemput Jesika di rumahnya. “Semoga nggak ada hal yang lebih buruk daripada ini.”    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN