Dengan sedikit paksaan dariku, Pak Indra mau juga sarapan di rumah. Ya kan kasihan Mama, udah seneng banget ada manusia itu ke sini, nyiapin ini itu, masa gak dimakan?
"Terimakasih banyak, Ma. Saya dan Ica pamit dulu."
Kami sekarang berada di teras rumah. Semua barang bawaanku diangkut ke mobil Pak Indra.
"Titip Ica, ya Indra? Walaupun badannya udah gede, tapi kadang kelakuannya masih kayak anak TK." ucap Mama.
"Apa sih, Ma? Aku bisa jaga diri sendiri kok." jawabku. Enak aja dititip ke manusia itu. Aku bisa sendiri lah.
"Mama jangan khawatir, saya akan jagain Ica sampai kembali pulang ke rumah dalam keadaan utuh dan baik-baik saja."
Pak Indra menjawab sambil tersenyum.
"Dra, awasin dia ya? Kalau gak salah, dia lagi dikecengin sama anak basket tuh!" seloroh Bang Zein yang langsung ku hadiahi pelototan. Bang Zein tahu saat menemukan boneka beruang warna merah muda pemberian si Alex. Ck, tadinya mau aku buang, tapi Kia keukeuh nyuruh aku bawa boneka itu. Nah kan, jadi bocor kemana-mana!
"Alex?"
Aku kaget saat Pak Indra tahu. Lah, kok bisa ya? Siapa yang ngasih tahu dia kalau Alex suka padaku?
"Nah, anak itu." Bang Zein cengengesan.
"Apa sih, Bang? Dia cuma temen kok!" Aku mengelak. Lah, emang aku dan Alex gak ada hubungan apa-apa, pernyataan cinta dari Alex belum aku jawab.
"Eits, ingat, Ica. Kamu sudah punya Indra. Jangan berselingkuh," Mama mengingatkan dengan wajah serius.
Halah, andai saja Mama tahu, siapa yang paling rajin selingkuh di antara kami. Mama pasti kaget.
"Udah ah, ayo berangkat! Katanya gak boleh telat!" Aku sengaja melihat jam tanganku.
"Ya sudah, hati-hati ya? Kabarin Mama kalau udah sampai!"
"Oke!"
Aku berlari dan hendak masuk ke kursi belakang. Tapi urung saat ada tangan yang tiba-tiba memegang tanganku.
"Jangan di situ, Caca."
Aku menoleh. Terlihat wajah Pak Indra memberi isyarat jika di sini ada Mama.
Aku membalikkan badan, lalu tersenyum ke arah Mama dan Bang Zein. "Aku memastikan barangku udah masuk semua."
"Tenang saja, tadi Zein udah masukin semuanya. Emangnya ada yang tertinggal?" tanya Mama.
Aku tersenyum lebar, "Gak ada, Ma. Sudah lengkap."
Dengan muka ditekuk, akhirnya aku duduk di kursi depan di samping Pak Indra.
Aku dan Pak Indra akhirnya meninggalkan halaman rumah. Mama dan Bang Zein masih berdiri melihat mobil Pak Indra yang menjauh.
"Ekhm, Pak."
"Ya?"
"Kok Anda tahu tentang Alex?" tanyaku. Sumpah ya, aku penasaran siapa sih yang ember? Bisa-bisanya bocorin semua itu? Gak mungkin kalau si Kia kan? Soalnya yang tahu aku ditembak Alex kan cuma dia?
Pak Indra tersenyum kecil, "Kamu lupa, saya ini guru olahraga, Ca. Pembimbing basket sekolah kita."
Anjir! Dia benar! Kenapa aku gak mikir ke sana ya?
Aku diam lagi. Menatap jalanan yang sedikit basah. Sepertinya semalam hujan.
"Kamu juga harus hati-hati sama Panji."
Aku menoleh, "Ha? Pak Panji? Kenapa?"
"Sebagai sesama pria, aku bisa tahu pikiran mereka saat melihat wanita."
"Anda terlalu berlebihan, Pak. Beliau itu guru saya. Mana mungkin dia menyukai saya. Lagi pula, Pak Panji sudah punya pacar."
Ada-ada saja ini orang. Jangan bilang kalau dia cemburu pada semua pria yang melihatku?
"Hati-hati gak ada salahnya, Ca."
"Pak, sadar gak sih? Anda itu seperti seorang pacar yang tengah cemburu?" Aku tersenyum geli.
"Saya gak cemburu. Lihat, kamu masih anak kecil. Bukan tipe saya pula."
"Ck, iya, saya tahu. Tipe Anda pasti wanita seksi berbaju kurang bahan kan? Bagus sih. Itu selevel dengan Anda. Tenang saja, saya juga mikir dua kali kalau cari suami kelak."
Pak Indra diam. Lalu melirikku, "Ada pria yang kamu sukai?"
"Tentu saja ada."
"Seperti apa orangnya? Pasti pria culun yang setipe sama kamu. Kekanakan." Pak Indra tersenyum geli.
"Tentu saja tidak. Saya ini udah mau selesai SMA lho, Pak? Tipe saya yang bijak, dewasa, perhatian dan penyayang. Setidaknya punya kepribadian seperti Bang Fatih."
Ciitt!!!
Anjay! Aku sampe kaget!
"Anda kenapa sih?" Aku ngos-ngosan. Jantungku seakan mau loncat.
"Ada kucing lewat," jawabnya santai.
Dih?
"Jantung saya hampir copot lho, Pak!"
"Cuma hampir kan? Gak sampai copot?"
Aku mendelik. Males ngomong lagi.
"Saya turun di sini aja!"
"Masih jauh, Ca."
"Saya gak mau nanti orang curiga."
"Ok, tapi saya gak mau bantuin kamu ngangkut barang sebanyak itu."
Kampret! Dasar playboy dua kelinci!
"Gak apa. Saya bisa sendiri kok."
"Kamu keras kepala."
"Kalau kepala saya gak keras bahaya, Pak."
Pak Indra hanya menggeleng. Lalu menuruti keinginanku.
"Saya pergi. Sudah saya bilang, saya gak mau bantuin kamu kalau kejauhan begini."
Aku gak jawab. Hanya mendengus kesal padanya.
Entah apa yang sedang dilakukan pria itu di dalam mobil. Lama banget. Mobilnya gak juga menyala. Jangan-jangan sedang nonton film yang bikin becek ya? Kalau gak niat bantuin ya harusnya pergi aja sono!
"Lho, Caca masih di sini?" Aku menoleh. Sosok yang dicurigai Pak Indra datang.
"Pak Panji?"
"Ini barang kamu ya? Wah, banyak juga ya?"
Aku meringis, "Iya, Pak. Saya ke sana sekarang."
"Eh, tunggu! Jangan kamu yang bawa. Berat ini. Ayo, saya bantuin!"
Bibirku tersenyum lebar, "Duh jadi ngerepotin gini, Pak."
"Ah gak apa-apa, sedikit kok. Ayo!"
"Lho, Caca?"
Aku tersenyum lebar lagi. "Lo juga baru nyampe, Lex?"
Alex mengangguk. Pria itu langsung mengambil barang bawaanku yang tersisa.
"Ayo, gue bantuin!"
"Wah, makasih banyak ya Pak Panji dan juga Alex!"
"Sama-sama." Pak Panji tersenyum.
Kedua pria itu berjalan lebih dulu. Alhasil aku hanya bawa tas selempang kecil saja, haha.
"Seneng ya kamu, Ca? Ngerepotin banyak orang kan?"
Aku membalikkan badan. "Saya gak minta mereka kok. Orang baik mah gak usah diminta juga udah mau nolongin dengan suka rela."
Pak Indra terlihat kesal. "Sudah saya bilang, kamu harus jauhi kedua orang itu. Ngerti gak sih?"
"Pak, kalau yang Anda inginkan adalah melihat saya menderita dengan semua bawaan ini, Anda belum beruntung, Pak. Masih ada banyak orang baik di sini."
"Oh, jadi kamu pikir saya gak mau bantu kamu?"
Aku hanya mengangkat bahu. "Mana saya tahu hati Anda kan? Saya bukan cenayang!"
Pak Indra tiba-tiba berjalan ke arahku. Matanya menatap tajam ke mataku. Aku tentu saja mundur hingga tak ada lagi lahan untuk mundur. Badanku sudah merapat dengan mobilnya.
"Kamu pikir saya bukan orang baik, gitu? Terus kamu mau saya jadi orang jahat?"
Aku deg-degan, sumpah! Ini orang mau ngapain coba? Aku celingukan mencari celah kabur. Pak Indra mengurungku dengan kedua tangannya.