5. Gelagat aneh Amanda

1649 Kata
"Jangan mendekat!" panik Jeffrey, membuat wanita itu langsung terdiam di tempatnya. "Kenapa?" tanya wanita itu heran. "Di sini ada tikus. Kamu takut tikus, kan?" "Di mana?" "Ini, d-di kolong meja," jawab Jeffrey gugup bercampur ingin tertawa. Setelah ini, Amanda pasti marah besar karena ia samakan dengan tikus. "Hah? Tumben banget, ruangan kamu ada tikus." "Pokoknya kamu pulang aja. Aku mau bersih-bersih ruangan dulu," usir Jeffrey Tanpa banyak membantah, wanita itu langsung keluar dari ruangan Jeffrey. Setelah pintu kembali tertutup, Jeffrey lantas menyuruh Amanda untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Benar dugaan Jeffrey, Amanda kembali menyerangnya dengan pukulan bertubi-tubi. Wanita itu menatap Jeffrey dengan penuh kekesalan. Wajahnya seakan mengajak untuk terus melanjutkan pertengkaran. "Udah, Nda. Udah. Aku mau makan," ujar Jeffrey. Jika ini diteruskan, maka badannya bisa remuk semua. "Wanita secantik ini, kamu samakan dengan tikus? Jahat kamu Jeff..." ucap Amanda penuh drama. "Nggak usah banyak drama. Tadi itu situasinya darurat,"cetus Jeffrey. Membuat Amanda langsung mengerecutkan bibirnya kesal, dengan tangan yang terlipat di d**a. Jeffrey kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda, sedangkan Amanda masih berada dalam mode mengamuk. Wanita itu bahkan enggan menatap Jeffrey, maupun makanan yang berjejer di depannya. Membuat Jeffrey hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak lama kemudian, tiba-tiba Amanda menodongkan tangannya pada Jeffrey. Membuat Jeffrey langsung mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa?" tanya Jeffrey. "Tikusmu minta minum." Sontak saja, tawa Jeffrey langsung meledak. Lelaki itu sampai meletakkan makanannya di meja, lalu mengusap matanya yang berair. Sedangkan Amanda hanya mendengus kesal, melihat Jeffrey yang tidak berhenti menertawakannya. "Astaga! Kenapa kamu lucu banget sih," gemas Jeffrey, seraya mencubit pipi Amanda. Membuat pipi Amanda langsung bersemu seketika. Apakah lelaki itu tidak sadar? Jika perlakuannya ini bisa membuat jantung Amanda tidak sehat. "Ehm.." Amanda berdehem, berusaha mencairkan suasana yang sempat canggung diantara mereka. "Aku pulang dulu ya! Masih banyak kerjaan di rumah yang belum aku beresin." Tanpa menunggu jawaban Jeffrey, Amanda langsung kabur keluar. Bisa gawat, jika ia terus berada di samping Jeffrey. Lelaki itu pandai sekali membuat dirinya salah tingkah. Amanda berjalan dengan cepat menuju jalan raya untuk mencari angkutan umum. Karena saat ini adalah jam pulang kerja, jadi banyak sekali karyawan yang sedang menunggu angkutan umum juga. Tidak mau berdesak-desakan, Amanda memilih untuk memesan ojek online. Namun sebelum ia membuka handphone, suara teriakan Arumi terdengar lebih dulu. "Amanda!" teriak Arumi dari dalam mobil. Amanda menoleh, dilihatnya Arumi yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Menyuruhnya agar segera mendekat. Amanda berlari kecil menuju mobil Arumi. Kemudian tanpa basa-basi, Arumi langsung menyuruh Amanda untuk segera masuk ke dalam mobilnya. Arumi melajukan mobilnya dengan santai, sembari mendengarkan musik dari penyanyi favoritnya, Zayn Malik. "Hah.." Amanda bernafas lega seraya mengelus dadanya. Sedangkan Arumi hanya memperhatikan wajah Amanda yang berkeringat dan pipinya sedikit memerah. "Kamu kenapa, Nda?" tanya Arumi, membuat Amanda langsung menatapnya bingung. "Hah? Kenapa emang?" "Keringetan banget. Kayak habis dikejar setan aja," celetuk Arumi, "Cuma lelah aja sih. Dari tadi nunggu angkutan umum, nggak ada yang longgar." "Jam segini kan emang waktunya orang pulang kerja. Makanya, angkutan umum pada penuh." Amanda mengangguk, "Tadinya mau pesen ojek online, tapi ternyata ketemu kamu. Syukur deh, dapet tumpangan gratis," ujarnya seraya tertawa kecil, membuat Arumi ikut tertawa juga. "Kalau aku bawa mobil tiap hari sih, aku tumpangin, Nda. Masalahnya, mobil aku kadang suka dipakai sama Abang. Jadi, aku juga sering naik angkutan umum." "Tadi ada tugas di mana?" tanya Amanda. "Ada pameran produk baru di taman kota," jawab Arumi, yang hanya diangguki oleh Amanda. "Oh iya. Tadi kata Mbak Sari, my love Presdir dateng ke kantor ya?" tanya Arumi, membuat Amanda sedikit terkejut. "Aku aja nggak tau, orangnya yang mana," jawab Amanda berbohong, seraya memalingkan wajahnya ke samping. "Oh my god. Udah hampir dua minggu jadi karyawan FW Company, dan kamu belum tau siapa presdirnya? Astaga Nda, parah banget kamu!" heboh Arumi. Sedangkan Amanda hanya bisa menahan tawanya. Belum tahu saja, jika ia baru saja menghabiskan waktu bersama Jeffrey di ruangannya. "Orangnya aja nggak pernah muncul. Waktu konferensi pers juga nggak dateng," balas Amanda santai. "Iya sih, akhir-akhir ini Presdir emang jarang muncul. Aku juga baru baca di grup fansbase, katanya anak Presdir lagi dirawat di rumah sakit," ujar Arumi, membuat Amanda langsung melongo tak percaya. Apakah Jeffrey sepopuler itu? Sampai mempunyai komunitas fansbase? Astaga, Amanda tak habis pikir dengan jalan pikiran mereka. Bukankah lebih baik mengidolakan seorang Artis yang memiliki karya? Pusing sekali, Amanda memikirkannya. "Why do you like him? Emangnya dia setampan apa? Bukannya lebih baik mengidolakan artis Korea? Mereka juga banyak yang tampan dan berprestasi." "He is even more handsome than the Korean artist," balas Arumi, dengan senyuman tipisnya. Membuat Amanda hanya bisa geleng-geleng kepala. Tapi benar juga sih, apa yang dikatakan Arumi. Amanda semakin yakin, jika kedekatannya dengan Jeffrey diketahui oleh Arumi. Amanda pasti akan mati di tangan wanita itu. "Emangnya apa aja sih, yang kalian bahas di grup fansbase?" tanya Amanda yang sangat penasaran. "Emm.." Arumi berpikir sebentar, mengingat apa saja yang mereka bicarakan di grup fansbase. "Banyak. Setiap ada berita tentang Presdir, kita selalu bahas di grup," ucapnya kemudian. "Termasuk anak dan istri Presdir?" tanya Amanda memancing, walaupun ia juga sudah tahu bahwa istri Jeffrey sudah meninggal. "Iya. Tapi cuma anaknya aja, soalnya istrinya udah meninggal." "Ooh. Jadi ceritanya, kalian ini tergila-gila sama duda?" "Ya. Karena duda lebih menggoda," balas Arumi seraya mengedipkan matanya genit. Membuat Amanda langsung menyemburkan tawanya. Setelah terdiam beberapa saat. Entah kenapa, sebuah pertanyaan konyol tiba-tiba keluar dari mulut Amanda. "Kalau misalnya Presdir deket sama cewe lain,apa yang bakal kalian lakuin?" tanya Amanda, membuat Arumi langsung menolehkan kepalanya cepat. "Emm.. memenggal kepalanya mungkin." Sontak saja, Amanda langsung memelototkan matanya lebar. Sungguh, penggemar Jeffrey ini lebih sadis dari pada penggemar idol K-pop. "K-kepala siapa?" tanya Amanda gugup. "Kepala cewenya lah! Mana mungkin, aku memenggal kepala my honey bunny sweaty." "Ya Tuhan.. tolong selamatkan kepalaku," ujar Amanda dalam hati. Meskipun kedekatannya dengan Jeffrey hanya sebatas teman, namun Amanda tetap khawatir dengan nasib nyawanya yang bisa saja habis di tangan penggemar Jeffrey. Tidak lucu, jika ia harus mati konyol di tangan mereka. "Astaga! Nggak nyangka banget, ternyata temanku psikopat," gumam Amanda, membuat Arumi langsung tertawa terbahak- bahak. "Ya ampun, Nda. Kok bisa-bisanya percaya sih? Mana berani, aku bunuh orang. Sesuka-sukanya aku sama Presdir, nggak mungkin aku bertindak segila itu. I'm just a fan! Bukan penyembah yang rela mendekam di neraka," cerocos Arumi, membuat Amanda bernafas lega. Setidaknya Arumi tidak akan macam-macam jika ia mengetahui kedekatan Amanda dan Jeffrey. *** Sudah hampir setengah jam, Gavin menangis digendongan Jeffrey. Baik neneknya maupun ayahnya, tidak ada yang bisa menenangkan Gavin. Entah apa yang diinginkan oleh balita itu, mungkin karena belum bisa berbicara, jadi ia hanya bisa menangis dan merengek. Amanda juga belum terlihat batang hidungnya. Padahal sekarang sudah hampir jam tujuh malam. Bolak-balik Jeffrey mengintip ke ruangan Ayah Amanda, namun ia tidak menemukan keberadaan wanita itu. Sialnya lagi, Jeffrey tidak memiliki nomor handphone Amanda. "Ma, ini gimana? Jeff pusing," ujar Jeffrey mengeluh. Sedangkan sang Ibu hanya bisa menatapnya iba. Mau bagaimana lagi? Jika ia mengambil alih Gavin, balita itu akan semakin menangis dan meronta-ronta. Mereka juga sempat memanggil Dokter dan Suster, namun tidak ada perubahan. Gavin tetap menangis, dan tidak mau ditidurkan di ranjangnya. Berbagai cara untuk menenangkan Gavin juga sudah mereka lakukan. Namun sayangnya, tidak ada yang berhasil. "Coba kamu lihat lagi ke kamar Ayah Amanda. Siapa tau, dia udah dateng," suruh Saskia, seraya berusaha mengambil alih Gavin yang terus meronta-ronta. Namun tiba-tiba saja pintu kamar terbuka, dan muncullah sosok wanita yang sedari tadi di tunggu-tunggu kehadirannya. Tanpa basa-basi, Saskia langsung menyerahkan Gavin ke gendongan Amanda. Seperti anak ayam yang menemukan induknya, balita berumur satu tahun itupun langsung terdiam, tatkala Amanda menimang dan memeluknya dengan hangat. Tak terasa, air mata Saskia menetes. Di saat keluarganya merasa sulit, dengan baiknya Tuhan mengirimkan sosok malaikat cantik yang bisa menjadi penenang cucu semata wayangnya. *** Amanda menatap Gavin dengan tatapan yang begitu dalam. Melihat balita itu yang sudah tertidur pulas di atas kasurnya, membuat Amanda teringat dengan sosok malaikat kecil yang sangat ia rindukan. Amanda menangis terisak seraya membelai pipi Gavin. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu, sampai membuatnya terlihat sangat rapuh. Saskia mengusap punggung Amanda yang bergetar. Ia tidak tahu, masalah apa yang sedang dihadapi wanita ini. Tidak mungkin jika Amanda menangis hanya karena melihat Gavin tertidur. Setelah tangisannya mereda, Amanda pamit untuk kembali ke kamar Ayahnya. Jeffrey juga tidak menahannya, karena Amanda pasti butuh waktu untuk sendiri. Jeffrey menyusul sang Ibu yang duduk di sofa. Kemudian ia merebahkan tubuhnya, dengan kepala yang ia letakkan di paha Ibunya. "Amanda lagi ada masalah?" tanya Saskia, seraya membelai rambut Putra kesayangannya ini. Jeffrey menutup matanya, merasakan usapan sang Ibu yang begitu lembut di kepalanya. "Jeff nggak tau, Ma. Perasaan tadi di kantor masih baik-baik aja," jawabnya. "Amanda nyamperin kamu ke kantor?" tanya Saskia. "Enggak. Amanda kerja di kantor Jeff," balas Jeffrey, membuat Saskia sedikit terkejut. "Kok bisa? Kamu yang masukin dia ke sana?" "Enggak. Amanda kerja di sana dari sebelum kenal sama Jeff." "Ooh... gitu. Kerja di posisi apa?" "Public relations." "Bukannya kamu butuh Sekretaris lagi ya? Angkat aja si Amanda jadi Sekretaris kamu." Jeffrey memang membutuhkan satu Sekretaris lagi. Banyaknya pekerjaan di kantor, membuat Jeffrey dan Ken Arya cukup kewalahan. Karena itu pula, ia jadi jarang bertemu dengan anaknya. "Nggak semudah itu, Ma! Amanda karyawan baru. Kalau tiba-tiba aku angkat jadi Sekretaris, bisa-bisa semua orang pada curiga." Saskia mengangguk paham. Jika suaminya masih hidup, mungkin pekerjaan Jeffrey tidak akan seberat ini. Ia jadi merasa bersalah pada anaknya. Dulu, sebelum Jeffrey menggantikan posisi Ayahnya sebagai Presdir, lelaki itu sempat bercita-cita menjadi Pilot. Namun harapan tak sesuai kenyataan, Ayahnya meninggal pada saat Jeffrey masih duduk di bangku SMA. Oleh karena itu, Jeffrey harus mengubur mimpinya dalam-dalam, dan kembali melanjutkan pendidikannya sesuai dengan arahan Kakeknya. Ya. Jeffrey memang cucu dari pemilik perusahaan besar Food World Company. Sebagai calon pewaris tahta Food World Company, tentu saja Jeffrey dipersiapkan sang Kakek untuk menjadi seorang Pebisnis. Maka dari itu, kakeknya sangat menentang cita-cita Jeffrey untuk menjadi Pilot.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN