Sebelum berangkat ke kantor, Amanda menyempatkan diri untuk membantu aktivitas sang Ayah di pagi hari. Mulai dari mengantarkan ke kamar mandi, menyeka, dan menyuapi ayahnya makanan.
Biasanya, Amanda selalu pulang malam hari setelah ayahnya tertidur dan kembali lagi pada pagi hari sebelum berangkat kerja. Namun semalam, Amanda ikut tidur di kamar inap ayahnya, karena pasien yang berada di samping sudah pulang sejak kemarin sore.
"Amanda... Ayah minta maaf ya, Nak."
Amanda yang baru saja memesan ojek online pun langsung meletakkan handphonenya di meja, ketika sang Ayah berbicara.
Amanda menatap ayahnya dengan tatapan datar, serta tangan yang terlipat di depan d**a. 24 tahun Amanda hidup, baru kali ini ia mendengar permintaan maaf dari sang Ayah. Tidak ada rasa terharu maupun tersentuh. Amanda justru muak melihat wajah sendu ayahnya, yang dulunya selalu terlihat jahat dan angkuh.
"Nggak ada gunanya, Ayah minta maaf. Toh, nggak bakal bisa ngerubah hidup Amanda. Lebih baik Ayah bertobat aja. Minta maaf ke Tuhan, karena udah gagal jadi Ayah yang baik," ujar Amanda, membuat wajah sang Ayah terlihat semakin sendu. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca.
"Kesalahan Ayah emang nggak layak dimaafkan. Ayah juga nggak masalah, kalau Amanda benci sama Ayah. Yang penting, Ayah udah minta maaf ke Amanda. Masalah di maafin atau enggak, itu urusan Amanda."
Setelah bertahun-tahun ditelantarkan, disakiti hatinya, dan dibunuh mentalnya, wajar sekali jika Amanda membenci ayahnya. Namun itu bukanlah sifat Amanda. Sekecewa apapun dia pada orang tuanya, Kakek dan neneknya selalu mendidiknya agar tidak membenci kedua orang tuanya. Karena mau bagaimanapun, mereka berdua tetaplah orang tua Amanda.
"Harusnya Ayah berterima kasih ke Kakek sama Nenek. Karena mereka berhasil didik Amanda jadi anak yang berbakti. Kalau Amanda benci sama Ayah, nggak mungkin Amanda ada di sini. Sejahat-jahatnya Ayah, Amanda tetep nggak tega lihat Ayah ditelantarkan sama istri sendiri," cerocos Amanda, membuat sang Ayah langsung meneteskan air mata yang sedari tadi ditahannya.
"Ayah benar-benar menyesal, udah menyia-nyiakan anak sebaik Amanda. Sekali lagi, maafin Ayah ya, Nak."
"Jadikan pelajaran hidup aja. Apa yang kita tabur, itu pula yang akan kita tuai. Dulu, Ayah buang Amanda sama Ibu demi perempuan lain. Sekarang Ayah dibuang sama Tante Mila demi laki-laki lain," tutur Amanda.
Kenapa ia berani berbicara seperti itu? Karena tadi malam, ia melihat istri Ayahnya pergi ke diskotik bersama lelaki lain. Sungguh mengerikan bukan? Ketika karma menjalankan aksinya?
Mendengar itu, sang Ayah seketika langsung menangis tersedu-sedu. Hal itu membuat Amanda mati-matian menahan air matanya agar tidak keluar juga. Anak mana yang tega, melihat ayahnya yang rapuh seperti ini. Dicintai ketika masih kaya, dan dibuang ketika sudah miskin. Apa kata-kata yang pantas untuk perempuan kejam seperti Ibu tirinya itu? Ingin sekali Amanda memaki-maki di depan wajahnya langsung.
"Udah, udah. Lebih baik Ayah fokus sama kesembuhan Ayah. Amanda pamit, mau berangkat kerja dulu," ujar Amanda, seraya berpamitan dan mencium telapak tangan sang Ayah.
***
Amanda melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kerumunan yang terjadi di lobi kantor. Entah, pengumuman apa yang membuat para pekerja berkerumun di depan stand banner tersebut.
"Ada apa sih?" tanya Amanda, kepada salah satu karyawan laki-laki.
"Announcement."
"Announcement apa?"
"Bussines trip."
"Ooh. Terus kenapa pada heboh?"
"Presdir buka lowongan Sekretaris baru buat bussines trip."
"Sekretaris buat Presdir sendiri?"
"Iya. Makanya cewe-cewe pada heboh."
Amanda menganggukan kepalanya. Tidak heran, kenapa stand banner itu dikerumuni banyak orang. Ternyata artis FW Company sedang membuka lowongan baru untuk menjadi Sekretaris barunya.
Tidak mau berlama-lama di situ, Amanda lantas berjalan menuju ruang kerjanya di lantai tiga dengan menggunakan lift umum.
Sesampainya di lantai tiga, Amanda berjalan menuju ruangannya dengan santai. Sesekali sambil bersiul dan bernyanyi pelan.
"Amanda!"
"Ya?" sahut Amanda ketika mendengar suara teriakan orang yang memanggil namanya, yang tak lain adalah Arumi.
"Temenin aku yuk."
"Ke mana?"
"Ke ruangan Presdir," jawab Arumi, membuat Amanda langsung terkejut.
"Mau ngapain?" tanya Amanda.
"Berkas Presdir ketinggalan di meja Resepsionis. Aku disuruh Mbak Putri ngantar ke ruangannya."
Amanda menghela nafasnya kasar. Saat ini, ia sangat tidak ingin menemui Jeffrey. Karena ia masih malu dengan kejadian tadi malam, di mana dirinya menangis tersedu-sedu di depan Gavin, Jeffrey dan ibunya Jeffrey.
"Mau kan? Sekalian cuci mata, kapan lagi lihat ketampanan Presdir dari dekat," bujuk Arumi dengan senyuman lebarnya.
Setelah beberapa detik berpikir, Amanda mengangguk setuju. Ia jadi ingin melihat reaksi Arumi, ketika bertemu dengan idola tercintanya.
Di dalam lift, Amanda hanya bisa geleng-geleng kepala, melihat kehebohan Arumi yang akan bertemu dengan Jeffrey. Wanita itu bahkan berkali-kali merapikan bajunya, menata rambutnya, dan memoles bibirnya dengan lipstik.
Sesampainya di depan ruangan Jeffrey, Arumi langsung memencet belnya. Lalu tak lama kemudian, Ken Arya keluar dan menyuruh mereka berdua untuk meletakkan berkasnya di dalam. Karena lelaki itu sedang ada pekerjaan mendesak.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, Arumi membuka pintu ruangan Jeffrey. Kemudian mereka berdua masuk ke dalam dan mengucapkan salam pada Jeffrey yang sedang sibuk menanda tangani berkas yang menumpuk di depannya.
"Ehm. Permisi, Pak Jeffrey. Saya disuruh Mbak putri mengantarkan berkas Bapak yang ketinggalan," ucap Arumi, seraya meletakkan berkas di meja Jeffrey yang sudah penuh.
Jeffrey menoleh, dan sedikit terkejut melihat keberadaan Amanda yang berdiri di belakang Arumi.
"Iya. Terima kasih," balas Jeffrey.
"Sama-sama. Saya yang seharusnya berterima kasih," ujar Arumi, seraya tersenyum malu-malu. Membuat Jeffrey langsung mengerutkan keningnya bingung.
"Terima kasih, karena sudah meninggalkan berkas di meja resepsionis. Kalau bisa, besok ditinggal lagi ya. Biar saya bisa ketemu Bapak setiap hari."
Everyone! Tolong tenggelamkan Amanda ke laut sekarang juga. Arumi yang berbicara, Amanda yang merasa malu. Rasanya, Amanda ingin mencubit bibir Arumi yang sedari tadi tersenyum, belum lagi matanya yang terus mengerling genit. Benar-benar tidak menyangka, jika Arumi seberani itu.
Sedangkan Jeffrey hanya terdiam dengan wajah datarnya seraya memandangi Arumi, membuat Arumi semakin salah tingkah.
"Siapa namamu?" tanya Jeffrey. Membuat mata Arumi langsung berbinar. Mungkin baginya, ini adalah suatu keberuntungan seorang penggemar yang tidak semua orang bisa merasakan.
"Arumi Christina Natassia. Biasa dipanggil Arumi. Umur saya 23 tahun. Saya lulusan Universitas Bina Mulia, dengan IPK 3,7. Saya bekerja di FW Company sejak empat bulan yang lalu. Status saya, masih single," jawab Arumi panjang lebar. Membuat Amanda langsung menepuk jidatnya sendiri, sedangkan Jeffrey hanya mendesis kesal.
"Oke Arumi, boleh saya minta tolong?" Arumi langsung mengangguk dengan semangat. Mana mungkin ia menolak permintaan sang pujaan hati.
"Tolong belikan saya kopi di Java Coffee House. Satu black coffee, satu latte, satu cappuccino, dan satu americano," perintah Jeffrey. Menyebutkan salah satu cafe yang letaknya lumayan jauh dari kantor.
"Siap laksanakan!" tegas Arumi, seraya memberi hormat pada Jeffrey. Membuat Amanda dan Jeffrey tertawa kecil.
"Ini uangnya. Berangkat sendiri ya! Sisanya buat kamu." Jeffrey memberikan dua lembar uang berwarna merah pada Arumi, yang langsung disambut dengan girang oleh wanita itu.
Seakan lupa dengan keberadaan Amanda, wanita itu langsung berlari keluar setelah mendapat dua lembar uang dari Jeffrey. Membuat Jeffrey hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.
Di saat Amanda akan berjalan keluar ruangan, suara panggilan dari mulut Jeffrey membuat langkah Amanda langsung terhenti.
"Nda!" panggil Jeffrey, membuat Amanda langsung menoleh.
"Kenapa?"
"Sini dulu."
"Ini udah masuk jam kerja, Jeff."
"Sebentar aja."
Dengan sedikit terpaksa, Amanda berjalan menghampiri Jeffrey.
"Nanti sore, Gavin udah dibolehin pulang." ujar Jeffrey.
"Oh ya?" sahut Amanda.
"Iya. Nanti malam, Mama mau ngadain acara makan malam. Kamu datang ya! Nanti aku jemput."
"Tapi, Ayah gimana?"
"Nanti aku suruh asisten aku buat jaga Ayah kamu di rumah sakit." Amanda mengangguk setuju. Mau menolak juga tidak enak. Kapan lagi, diundang makan malam oleh orang kaya.
"Kamu udah makan?" tanya Jeffrey.
Amanda menggeleng. Ia memang belum sempat bersarapan. Karena tadi pagi, ia buru-buru berangkat ke kantor.
"Makan dulu ya! Aku pesenin online."
"Nggak!" sahut Amanda cepat.
"Atau mau makan di luar?" tawar Jeffrey, membuat Amanda langsung menggelengkan kepalanya cepat.
"Sekarang waktunya kerja, Jeff! Nanti aku makan kalau udah waktunya jam makan siang," tolak Amanda, membuat Jeffrey langsung menatapnya tajam.
Tanpa banyak bicara, Jeffrey langsung menghubungi supirnya agar mobilnya segera disiapkan. Ia tetap nekat akan membawa Amanda makan di luar, tidak peduli jika wanita itu terus merengek.
"Ayo!" Jeffrey menarik paksa tangan Amanda, mengajaknya untuk segera keluar. Tentu saja Amanda memberontak, wanita itu terus berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Jeffrey. Namun sayangnya, tenaga Jeffrey lebih besar.