7. Salting brutal

1399 Kata
"Jeff, lepasin Jeff! Nanti dilihat orang lain," rengek Amanda, membuat Jeffrey langsung melepaskan cekalannya. "Aku tunggu di depan lobi," ujar Jeffrey. Amanda menggeleng cepat. Menaiki mobil Jeffrey di depan lobi sama saja dengan bunuh diri. Ia tidak mau menyerahkan nyawanya dengan sia-sia kepada para penggemar Jeffrey. "Kasih tau aja, mau makan di mana. Nanti aku nyusul," ucap Amanda, membuat Jeffrey langsung berdecak kesal. Setelah memberi tahu Amanda tempat makan yang akan mereka kunjungi. Jeffrey lantas pergi meninggalkan Amanda yang masih berada di dalam ruangannya. Amanda menghembuskan napasnya kasar. Wanita itu lantas membuka handphonenya untuk menghubungi Sari, bahwa ia dan Arumi sedang diberi tugas oleh sang Presdir. Tapi memang benar bukan? Arumi ditugaskan untuk membeli kopi, sedangkan dirinya ditugaskan untuk menemani makan di restoran. *** Saat ini, Amanda dan Jeffrey sudah berada di sebuah restoran Eropa yang letaknya lumayan jauh dari kantor. Amanda kira, Jeffrey akan mengajaknya sarapan bubur ayam atau lontong sayur. Tapi ternyata, lelaki ini membawanya ke restoran yang menjual menu makanan khas Eropa. Amanda meneguk ludahnya kasar, ketika melihat banyaknya makanan yang sudah terjejer di meja mereka. Jeffrey memang keterlaluan, padahal satu salad dan satu omelet saja sudah cukup. Tetapi ini terdapat juga makanan manis seperti pancake dan waffle, ada juga satu mangkok oatmeal dan dua potong sandwich. Entah, siapa yang akan menghabiskan itu semua. Yang jelas, perut Amanda hanya muat dua makanan dan satu minuman. "Aku nggak mau habisin ini semua ya," kesal Amanda seraya mengambil omelet, lalu memakannya dengan lahap. "Nggak bakal kenyang kalau cuma makan omelet. Ini, saladnya juga dimakan," ujar Jeffrey, seraya mendorong satu mangkok salad ke depan Amanda. Amanda berdecak kesal. Pagi ini Jeffrey benar-benar menyebalkan. Seharusnya, saat ini ia sudah berkutat dengan pekerjaannya. Tetapi lelaki di depannya ini malah memaksanya untuk sarapan, padahal ia tidak terlalu lapar. Kekesalannya semakin bertambah, ketika Jeffrey memesankan makanan yang begitu banyak. Padahal Amanda hanya menginginkan satu omelet dan satu air minum saja. "Lain kali, kalau pesan makanan itu jangan banyak-banyak. Sayang, kalau nggak kemakan! Jangan mentang-mentang banyak uang, terus bisa seenaknya sendiri. Ngerti Mubazir kan? Di luar sana, masih banyak orang yang nggak bisa makan," omel Amanda. Bukannya tersinggung, Jeffrey justru tersenyum mendengar omelan Amanda. Seumur-umur dia hidup, baru kali ini ada yang menegurnya. Selama ini, baik orang tuanya maupun kakeknya, selalu membiarkan Jeffrey membeli apapun yang ia suka, meskipun itu tidak berguna. Seperti saat ini, lelaki itu membeli banyak makanan untuk Amanda, tanpa berpikir bahwa makanan itu tidak akan habis. "Jangan senyum-senyum! Nih, bantuin makan!" ketus Amanda, seraya memberikan satu potong sandwich pada Jeffrey. Meskipun perutnya sudah kenyang, Jeffrey tetap memakan sandwich itu. Benar kata Amanda, sayang sekali jika membuang makanan seenak ini. "Aku telfon Ken ya! Biar dia nyusul ke sini," ucap Jeffrey, membuat mata Amanda langsung melotot tajam. "Kamu gila?!" "Katanya sayang, kalau dibuang. Yaudah, biar dimakan Ken aja." "Ya nggak harus Ken juga, Jeff!" "Terus siapa? Arumi?" tanya Jeffrey, membuat Amanda kembali melotot tajam. Yang benar saja. Tidak lucu jika ia dan Arumi bertengkar di sini. Meskipun ia yakin, Arumi tidak akan berbuat macam-macam. Tapi Amanda bisa memastikan, bahwa pertemanan mereka berakhir saat itu juga. Ia belum siap kehilangan teman selucu Arumi. "Don't you know? Arumi is your biggest fan. Nggak lucu, kalau dia marah-marah di sini gara-gara cemburu." "Would that be a problem? We're just friends." "Ya. Because your fans don't like seeing you with other girls," kesal Amanda, membuat Jeffrey langsung tertawa sembari geleng-geleng kepala. Ia tidak menyangka, jika ternyata ia memiliki penggemar yang sangat fanatik. "I don't care. Mereka nggak punya hak buat ngatur aku." "Harusnya sih gitu. Tapi penggemar kamu pada fanatik semua. Makanya, aku nggak berani dekat-dekat kamu. Takut dikeroyok sama mereka." "No problem. Asal di belakang publik, kita tetep dekat." Jeffrey menaikkan satu alisnya seraya tersenyum tipis. Yang sialnya malah membuat Amanda salah tingkah. "Sial! Kenapa dia ganteng banget," umpat Amanda dalam hati. "Jadi gimana nih? Boleh nggak, aku telfon si Ken?" tanya Jeffrey. Amanda mengangguk ragu. Meskipun dalam hatinya ia sedikit takut. Takut jika Ken membocorkan kedekatannya dengan Jeffrey pada semua orang. "Santai aja kalau sama Ken. Dia nggak bakal ngomong ke orang lain. Rahasia kita aman, kalau sama dia," ujar Jeffrey, seakan mengerti ketakutan Amanda. Setelah itu, Amanda kembali melanjutkan makan dengan santai. Ya, sangat santai. Karena setelah ini akan datang manusia yang membantunya menghabiskan makanan. Dua puluh menit kemudian. Ken Arya datang menghampiri mereka. Gayanya yang begitu menawan mampu membuat Amanda terpesona. Bagaimana tidak? Ken terlihat sangat tampan dengan kemeja yang ditekuk sampai siku, dan juga rambut yang sangat rapi dan berkilau. Meskipun badannya tidak terlalu berisi, tapi Ken tetap terlihat berwibawa. Bule Indo memang selalu menarik. Amanda saja sampai tidak berkedip melihatnya. "Bos..." panggil Ken. Kemudian lelaki itu beralih menatap perempuan yang duduk di depan Jeffrey. Tentu saja Ken sangat terkejut melihat keberadaan Amanda. Lelaki itu sampai melongo tidak percaya. "Kok dia bisa ada di sini?" gumam Ken, seraya menunjuk Amanda yang sedang tersenyum canggung. "Duduk!" tegas Jeffrey, membuat Ken langsung terduduk di sampingnya. "Makan!" ucap Jeffrey, seraya mendorong semua makanannya ke depan Ken. "Tunggu tunggu..." "Makan dulu, Ken!" geram Jeffrey, seraya menyumpalkan satu sendok salad ke dalam mulut Ken. Setelah menelan saladnya, Ken langsung menatap Jeffrey tajam. Kemudian ia kembali menatap Amanda yang masih tersenyum canggung ke arahnya. "Kalian saling kenal?" tanya Ken, membuat Jeffrey langsung berdecak kesal. "Kalau nggak kenal, nggak mungkin dia ada di sini," ketus Jeffrey. "Kamu yang waktu itu ngantar minuman, kan?" tanya Ken lagi, yang langsung diangguki oleh Amanda. "Wah, gila... langsung dipepet dong. Keren kamu Bos!" puji Ken, seraya mengacungkan dua jempolnya. Sedangkan Amanda hanya menatapnya bingung. Ia tidak terlalu paham dengan ucapan Ken. "Nggak usah bingung, Mbak. Dilanjut aja makannya. Hehe.." ucap Ken sambil cengengesan. Jeffrey tidak peduli, lelaki itu memilih untuk memainkan ponselnya. Kemudian Ken mendekat ke depan Amanda, lalu membisikkan sesuatu di telinga Amanda. "Jangan dilepas ya, Mbak. Baru kali ini, saya lihat Pak Jeff sama cewe lain," bisik Ken, membuat Amanda langsung menatapnya bingung sekaligus heran. *** Sementara di sisi lain, Arumi sedang mengumpat habis-habisan karena antriannya diserobot oleh orang lain. Wanita itu bahkan hampir menarik rambut orang yang menyerobot antriannya, namun ditahan oleh lelaki yang berdiri dibelakangnya. Arumi memang orang yang mudah tersulut emosi. Wanita itu bahkan tak segan memukul orang yang mengganggu atau menyalahi dirinya. Namun meski begitu, Arumi juga mempunyai sisi baik yang membuat teman-temannya senang berteman dengannya. "Anak setan, kau! Kau pikir, ini cafe punya Bapak moyang kau! Kalau nggak mau ngantri, sana kau bikin cafe sendiri!" umpat Arumi terus menerus dengan logat Bataknya. Namun wanita itu tetap berdiri di depan Arumi, tanpa mau menyingkir. Huh, keras kepala sekali. Sebenarnya ini masalah sepele. Namun karena Arumi tidak mau sang pujaan hati menunggu lama, maka tersulutlah emosi dia ketika ada orang menyalahi dirinya. "Masih berdiri di situ pula, kau? Pengen ku gampar pakai tongkat pramuka kau? Iya? Jawab! Jangan diam aja kayak patung Liberty, kau!" "Sudah, Mbak. Sudah!" lerai laki-laki di belakang Arumi. "Diam kau! Mau ku gampar juga pakai tongkat pramuka? Iya?" sergah Arumi. Membuat lelaki itu langsung terdiam. Setelah lima belas menit mengantri sambil marah-marah. Akhirnya Arumi berhasil mendapatkan pesanan sang pujaan hati. Tanpa berlama-lama lagi, Arumi langsung mengendarai mobilnya untuk kembali ke kantor. *** Saat ini, Jeffrey dan Ken sedang berbincang-bincang sambil menunggu Amanda yang masih di kamar mandi. Makanan mereka sudah habis, dan setelah ini mereka akan pulang bersama. "Lama banget sih, calon Mama Gavin," gerutu Ken, membuat Jeffrey langsung menatapnya tajam. Ken tertawa pelan. Sudah lama sekali ia tidak menggoda Jeffrey. Akhir-akhir ini, mereka terlalu serius dalam bekerja. Sehingga jarang sekali ada waktu untuk sekedar bercanda. "I'm just kidding. Jangan terlalu serius," ujar Ken cengengesan, seraya menunjukkan tanda peace di tangannya. "Jangan ngomong aneh-aneh di depan dia, Ken. Takutnya dia nggak nyaman," tegur Jeffrey. "Siap, yang mulia!" balas Ken, seraya memberi hormat pada Jeffrey. "By the way, siapa namanya?" tanyanya. "Amanda," jawab Jeffrey. "Cantik ya?! Mirip Princess- Princess yang ada di Disney," Puji Ken. "Enggak," sahut Jeffrey cuek. Di saat Ken akan menyahuti ucapannya, Jeffrey langsung memotongnya. "Lebih cantikan dia malah," celetuk Jeffrey, membuat Ken langsung menatapnya dengan senyuman menggoda. "Ciee..." goda Ken, seraya mencolek bahu Jeffrey. Sedangkan kedua lelaki itu tidak menyadari, jika Amanda sudah berdiri di belakang mereka. Dan tentu saja, Amanda mendengar percakapan terakhir mereka. Jangan ditanya, bagaimana keadaan hatinya saat ini. Rasanya, ia seperti terbang ke langit tujuh. Bahkan pipinya sudah bersemu merah seperti jus tomat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN