“Tubuhku… kenapa rasanya begini?” gumam Neva lirih ketika matanya terbuka di pagi yang kelabu. Ia tak tahu sudah berapa lama tertidur—rasanya singkat, namun rasa lelahnya seperti ditumpuk berkilo-kilo. Segera ia merasakan dingin yang merayap ke seluruh tulang, kemudian demam yang membuat kepalanya berdenyut tak karuan. Dengan susah payah Neva bangkit dari ranjang. Langkahnya goyah setiap menjejak lantai. Napasnya cepat dan pendek. Ia menekan dahi dengan pergelangan tangan, keringat dingin bercampur gugup menggenang di kulitnya. Ingatannya melintas cepat pada hujan semalam, tangis, dan kesunyian yang terus menghantui. Kini tubuhnya seperti memberontak. Ia meraih tas obat-obatan di meja, mencari termometer yang disimpan—terseok-seok ia menekannya ke bawah lengan. Angka di layar kecil itu m