Sementara pesta resepsi masih berlangsung meriah di taman yang penuh cahaya dan tawa, Vartan terus sibuk melayani para tamu yang tak henti berdatangan. Di tengah sorot lampu dan denting gelas, ia berusaha tersenyum, padahal pikirannya sesekali melayang pada seseorang yang kini tak lagi ada di sisinya. Neva. Sementara itu, di tempat lain, suasana jauh berbeda. Rumah kecil Neva kini tampak lengang. Dua koper besar sudah berjajar rapi di dekat pintu, seolah siap menunggu waktu keberangkatan. Neva berdiri di tengah ruangan dengan kedua tangan bertolak pinggang, napasnya pendek dan wajahnya tampak letih. Ia menatap sekeliling, setiap sudut yang menyimpan kenangan tentang dirinya dan Vartan, tempat mereka dulu berbicara, tertawa, bahkan berselisih. “Entah aku bodoh atau bagaimana... tapi akhir