Neva melangkah masuk ke paviliunnya dengan langkah yang masih terasa berat, meski wajahnya tampak puas dengan hadiah kecil dari Vartan. Ia duduk di kursi ruang tamu, membuka dompet batik itu perlahan. Jemarinya menelusuri tekstur kainnya, motif yang begitu rapi, seolah tidak dibuat sembarangan. Namun, sesuatu mengganjal di benaknya. 'Dompet batik seperti ini biasanya kudapati di pameran atau galeri seni, bukan di toko pinggir jalan,' pikir Neva dalam hati. Ia mengingat lagi ucapan Vartan yang katanya membeli di jalanan pulang. Hatinya jadi bimbang, ada rasa tidak percaya namun sekaligus enggan menuduh. “Kenapa harus aneh-aneh mikirin beginian sih,” gumamnya lirih sambil menghela napas panjang. Namun otaknya tetap berputar, mencari celah logika dari hal sederhana itu. Kenapa Vartan samp