“Apanya yang aneh?” Igor sudah duduk di sebelah Jennifer, ikut mengintip ke kertas yang dipegang sang dokter.
Jennifer terdiam sambil terus memperhatikan hasil EKG di tangannya, kerutan di antara kedua alisnya tampak semakin kentara.
“Detak jantungmu masih berada dalam batas normal, tapi… ritmenya yang tidak normal. Dia cenderung berdetak tidak ritmis.” Jennifer menyampaikan kesimpulan dari hasil pembacaan EKG-nya. Ia menoleh pada Igor. “Tapi kamu nggak merasakan apapun sekarang?”
Igor terdiam sesaat, seolah mencari sesuatu yang salah dari d**a kirinya. Kemudian ia menggeleng. “Aku tidak merasakan apapun.”s
Jennifer melipat bibir, masih mengerutkan kening. “Ini aneh. Biasanya orang dengan ritme jantung tidak teratur begini, detak jantungnya akan berada di atas normal atau justru di bawah normal. Tapi kamu normal.”
Igor mendengus mendengar jawaban Jennifer. “Kalau kamu juga tidak becus melakukan tugasmu, nasibmu akan sama seperti dokter jantungku yang sebelumnya,” ancamnya dingin.
Seolah ditampar kenyataan, Jennifer langsung terkesiap. Ia menelan ludah gugup, wajahnya berubah sedikit lebih pucat.
“Hei, hei, tunggu dulu. Ini baru pemeriksaan pertama. Masih ada banyak pemeriksaan yang belum kita lakukan untuk menentukan diagnosa penyakitmu.”
Kedua mata tajam Igor memicing curiga. “Kamu yakin bisa menemukan apa penyebab kelainan ini?”
Jennifer mengangguk mantap. “Beri aku waktu, Igor. Aku akan mempelajari kasus ini sebaik mungkin. Kamu bisa memberiku tablet atau laptop?”
“Apapun yang kamu butuhkan akan aku sediakan. Tapi ingat, seluruh waktumu di malam hari adalah untukku. Kamu mengerti?”
Jennifer menelan ludah sekali lagi, ia mengerti maksud Igor. “Setiap malam?” tanyanya, mencoba menawar.
Igor memicingkan matanya, kesal karena Jennifer terlihat ingin membantahnya. Ia mencondongkan tubuhnya hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. “Setiap. Malam,” desisnya tanpa bisa ditawar.
Nafas Jennifer tertahan seketika. “Kamu tidak akan membiarkanku tidur sendirian meski hanya semalam?” Ia masih mencoba peruntungannya.
“Kamu mau?”
“Eh?” Jennifer sedikit tertegun, tak menyangka akan mendapat respons demikian dari Igor. “Tentu saja aku mau.”
“Coba saja. Tapi jangan salahkan aku kalau aku menculikmu dan membawamu ke kamarku saat kamu tertidur,” sahut Igor enteng.
Jennifer membelalak dan meninju lengan Igor kencang. “You freakin’ jerk!” umpatnya kesal.
Igor segera menangkap tangan Jennifer yang meninjunya dan menyentaknya, membuat tubuh Jennifer oleng ke depan dan menimpa tubuhnya. Tangannya yang lain segera melingkari pinggang Jennifer, membuat sang wanita terperangkap dalam pelukannya.
Kedua mata Jennifer membelalak semakin lebar karena kedekatan mereka. “Lepas, Igor! Kamu tahu nggak sih kita ini di mana?”
“Kenapa?” Igor menyeringai, bertanya tanpa rasa bersalah. “Tidak akan ada yang masuk ke sini tanpa seizinmu, kan?” Ia menunduk, menyapukan hidungnya ke sisi samping leher Jennifer.
Setiap kali Igor melakukan itu, tubuh Jennifer seperti bereaksi secara otomatis. Merinding dan meremang. Tapi kali ini ia tak mungkin membiarkan Igor melakukan apapun padanya. Masalahnya, ini masih di ruang kerja.
“Lepas, Igor!” Jennifer mendorong d**a Igor kuat.
“Ugh!” Igor mengerang pelan karena tangan Jennifer menekan salah satu luka bekas pertempuran malam itu.
Pria itu melirik dadanya yang terasa nyeri dan kembali menatap Jennifer yang kini telah berhasil memundurkan tubuhnya. Ia segera menangkup rahang Jennifer, mencengkramnya kuat.
“Kamu lupa tempatmu, Jen?” desis Igor dengan tatapan berkilat marah. “Kamu tawananku. Jadi jangan bertindak kurang ajar. Aku berhak melakukan apapun padamu, kapan pun dan di mana pun.”
Dan tanpa menunggu respons dari Jennifer, Igor sudah memangkas jarak. Melahap bibir Jennifer dengan sedikit kasar dan menuntut. Seolah menegaskan kalimatnya tadi.
***
“Pakai ini.” Igor menunjuk sebuah gaun tidur berwarna merah yang sudah ia siapkan untuk Jennifer.
Gaun tidur itu cantik dan berkilau, renda-renda manis menghiasi area d**a. Jika bukan untuk Igor, Jennifer pun akan dengan sukarela memakainya.
Wanita itu memejamkan mata sesaat, mengendalikan emosinya yang menggelegak karena diperlakukan seperti p*****r sejak siang tadi.
“Kalau aku menolak?” tanyanya berani, mencoba peruntungan.
“Aku akan merobek piyamamu dan membiarkanmu tidak memakai sehelai kain pun.” Igor menjawab santai sambil duduk di tepi ranjang, menyilangkan kaki. d**a bidang dan pahanya yang berotot itu mengintip dari balik kimono tidur miliknya.
Jennifer menggeram kesal. Igor selalu punya cara untuk menjawab kalimatnya dengan jawaban menyebalkan. Entah itu bakat yang perlu diapresiasi atau tidak.
“Pakai ini sekarang. Aku akan menghitung sampai tiga, kalau kamu masih tidak memakainya, kamu tahu apa yang akan aku lakukan.” Igor menatap Jennifer yang masih berdiri mematung dan mulai berhitung. “Satu.”
Jennifer membalas tatapan Igor tak kalah tajam. Masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.
“Dua. Pakai sekarang dan kita akan bicara.” Igor melanjutkan. “Tapi saat aku menghitung yang ketiga dan kamu baru memakainya, kita tidak akan bicara dan aku akan langsung menghukummu.”
“Oke, oke. Aku akan memakainya.” Jennifer akhirnya menyerah dan mengambil gaun tidur itu. “Aku akan menagih janjimu, kita akan bicara, oke?”
Igor menyeringai. “Tentu saja. Kita akan mengobrol banyak hal malam ini. Karena aku punya banyak pertanyaan di kepalaku.”
Jennifer mendengus pelan dan berlalu dari sana, mengganti piyama tidurnya dengan gaun tidur tipis nan seksi yang sudah disiapkan Igor untuknya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Warna merah gaun itu yang begitu kontras dengan warna kulit Jennifer, membuat tubuhnya terlihat semakin menggoda. Ia tak yakin apakah Igor benar-benar hanya akan mengobrol dengannya. Tapi ia tahu, Igor tak akan ingkar janji.
Begitu melihat Jennifer kembali ke hadapannya dalam balutan gaun tidur cantik itu, d**a Igor langsung berdesir halus. “Come here, Sweetheart,” ucapnya lembut sambil mengulurkan tangan.
Jennifer ragu pada awalnya, namun ia tetap mengulurkan tangan pada akhirnya.
Igor menarik tangan Jennifer dan mendudukkan wanita itu di atas pangkuannya. Tangannya langsung menyusup ke balik gaun, membelai paha polos Jennifer.
“Kamu bilang kita mau bicara?” Jennifer langsung protes.
“Tapi aku tidak bilang bagaimana caranya kan? Nah, kita akan bicara dengan caraku.”
Tanpa peringatan apapun, Igor segera merebahkan Jennifer ke atas kasur dan menindihnya. Seringai di wajahnya tampak semakin lebar saat Jennifer terbelalak dan melenguh pelan karena berat tubuh Igor memerangkapnya di atas kasur.
“Ini bukan cara normal untuk bicara, Igor,” protes Jennifer lagi.
“Ini normal untukku, Jen. Jadi jangan protes,” balas Igor santai sambil mencengkram kedua pergelangan tangan Jennifer dan menekannya ke kasur. Membuat Jennifer sama sekali tak bisa kabur dari bawah tubuhnya.
“Normal dari mana? Ini sama sekali nggak normal!”
“Sshh… jangan banyak bicara.” Igor menunduk, mencium bibir Jennifer sekilas. “Kamu hanya boleh bicara untuk menjawab pertanyaanku.” Kali ini suaranya terdengar lebih serius, meski posisi mereka sama sekali tidak serius.
Jennifer menatap Igor sesaat sebelum akhirnya mengangguk. “Oke.”
“Pertama, bagaimana caramu kabur dariku malam itu?” tanya Igor menginterogasi.
Mendengar pertanyaan pertama itu dilontarkan dengan nada bicara dan ekspresi yang serius, Jennifer tahu bahwa ini sebenarnya adalah sesi interogasi. Hanya saja Igor mengemasnya dengan cara yang lebih kreatif.
“Aku bangun, memakai kembali pakaianku, lalu keluar.” Jennifer menjawab seadanya.
Igor memicingkan matanya, menunduk dan menggigit lembut bibir bawah Jennifer.
“Argh…!” Jennifer mengerang. Meski tidak terlalu sakit, tapi sensasinya sangat mengejutkan. “Apa yang kamu lakukan, hah?!” protesnya.
Seringai puas Igor kembali terbit di wajahnya. “Itu hukuman kecil karena kamu tidak menjawab dengan jujur.”
“Aku jawab jujur, Igor. Apa maksudmu?”
“Kamu tidak jujur, Jen. Ceritakan dengan lengkap bagaimana kamu bisa kabur dariku malam itu. Bagaimana kamu sama sekali tidak menimbulkan suara. Jangan sekali-kali berbohong, karena malam itu aku tidak mabuk dan aku mudah sekali terbangun meski hanya dengan suara sangat kecil.”
Jennifer masih diam, mencoba membaca ekspresi Igor.
“Aku akan tahu saat kamu berbohong, Jen. Dan sekali lagi aku mendapatimu berbohong atau tidak menjelaskan secara rinci, hukumanku akan jauh lebih menyakitkan dari gigitan tadi,” lirih Igor dengan nada penuh peringatan.