Seperti kesetanan, Igor kembali ke markasnya dengan kecepatan penuh. Meninggalkan Anatoli begitu saja di markas The Viper, lupa bahwa dirinya masih harus memberi peringatan keras pada pimpinan gangster itu. Jantungnya berdetak cepat membayangkan apa yang bisa terjadi di kamar tidurnya saat ini.
Igor melompat dari mobil taktis yang ia setir sendiri begitu tiba di ruang bawah tanah gedung markas The Onyx.
“Tunggu, Igor!” Mikhail berseru begitu ikut turun dari mobil. “Waspada,” desisnya serius.
Igor mengangguk mengerti. Ia mencengkram erat senapan AK-47 yang sudah diisi penuh dan mulai berjalan penuh waspada menuju pintu masuk bawah tanah. Tangannya terangkat sekilas, memberi tanda pada anak buah di belakangnya untuk mengikuti komandonya.
Tanpa suara, sepuluh pasukan terlatih itu mengangguk mantap, cengkraman mereka di senjata masing-masing tak kalah erat. Mata mereka awas, gerakan mereka lincah tanpa suara, siap menghadapi apapun yang menunggu di depan sana.
Lobi aman. Begitu hasil pengamatan Igor setelah melewati lobi. Namun begitu mereka tiba di lift, pemandangan yang paling tidak mereka inginkan tersaji di depan mata.
Di dalam lift, telah bergelimpangan anak buah Igor dalam keadaan terluka atau terluka parah.
“Mikhail, pimpin mereka berpencar dan periksa seluruh gedung. Kumpulkan orang-orang yang terluka dan evakuasi mereka secepatnya.” Igor memberi perintah taktis yang segera disambut anggukan mantap oleh Mikhail. “Aku akan langsung naik ke lantai sembilan.”
“Sendirian?” Mikhail menyergah cepat.
Igor mengangguk mantap. Tatapannya penuh tekad. Ia siap menghadapi apapun yang menunggunya di kamar tidurnya.
“Igor, bawa salah satu dari mereka bersamamu.” Mikhail memberi saran, menunjuk pasukan terlatih yang selalu patuh pada perintah Igor.
Igor menggeleng tegas. “Kalian fokus menyelamatkan yang bisa diselamatkan. Aku akan mengurus siapapun yang menungguku di atas sana.”
Mikhail tahu bahwa jika Igor telah memutuskan sesuatu, itu artinya Igor telah memikirkan semua konsekuensinya. Maka ia mengangguk, maju selangkah dan menepuk pundak Igor pelan.
“Kami selalu di belakangmu, Bos. Beri kabar jika butuh bantuan. Kami akan datang secepat kilat.”
“Terima kasih.” Igor melesat cepat menuju lift kosong di sebelah, tujuannya hanya satu, lantai sembilan gedung markas ini. Tempat kamar tidurnya berada.
Pintu lift berdenting terbuka. Seluruh tubuh Igor dalam keadaan siaga satu. Seluruh panca inderanya berubah menjadi amat sensitif. Satu suara kecil tertangkap pendengarannya, maka ia akan langsung bereaksi.
Langkah kaki Igor ringan namun mantap. Moncong senapannya mengarah ke depan, matanya awas pada sekitar. Pintu kamarnya telah terlihat di depan sana. Ia meningkatkan level kewaspadaannya.
Tangan Igor telah mencengkram gagang pintu. Ia menarik nafas dalam, memutar gagang pintu, dan menendangnya terbuka. Moncong senjatanya langsung menyapu ruangan, begitu juga matanya. Ia membaca situasi dengan cepat.
Dan jantung Igor nyaris merosot saat melihat Jennifer, masih dalam gaun tidur tipis yang ia kenakan saat Igor meninggalkannya, duduk di kursi dengan tangan terikat dan mulut tersumpal kain. Rambutnya berantakan, wajahnya lebam, entah apa yang dipakai mereka untuk memukul wajah cantik itu.
“b*****h!” Igor menggeram, melangkah lebar menghampiri Jennifer.
Namun baru saja selangkah, seorang pria yang tingginya hampir menyamai Igor menghadang. “Wow, tidak secepat itu, Kawan,” ucapnya mengejak.
Igor memicingkan mata, menatap pria itu tajam. “Leonid.” Ia mendesiskan nama pria itu, suaranya rendah penuh ancaman. Tatapannya sekilas beralih pada sosok Jennifer yang tertunduk lemas.
Leonid menyeringai senang. “Ah, aku terharu karena kamu mengenalku, Bos,” ejeknya.
Pria bernama Leonid itu adalah adik dari Anatoli. Pimpinan kedua tertinggi dalam kelompok gangster The Viper. Igor tak tahu bagaimana caranya hingga Leonid bisa menembus keamanan tingkat tinggi yang melindungi kamar tidur Igor. Tapi bukan itu yang penting sekarang, ia harus bergerak cepat dan cerdas untuk menyelesaikan situasi ini.
“Apa yang kau inginkan?” Igor mendesis. Tatapannya sesekali melirik Jennifer yang dikelilingi orang-orang bersenjata. Ia berhitung dengan situasi, mengenyahkan Leonid dan menyelamatkan Jennifer.
“Ah, kami hanya mau hal remeh, Igor.” Leonid menyeringai semakin lebar. “Kami mau prototype senjata yang sedang kau kembangkan.”
Rahang Igor mengetat seketika. Ia memicingkan mata curiga. “Aku tidak tahu maksudmu.”
Tawa mengejek dari Leonid mengudara. “Jangan pura-pura bodoh, Igor. Kamu tahu maksudku dan kamu akan memberikan prototype itu padaku sekarang atau….” Ia sengaja menggantung kalimatnya.
Igor bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini. “Jangan berani-berani kau menyentuhnya,” desisnya penuh ancaman.
Leonid kembali tertawa senang. “Wah, wah, apakah bos besar The Onyx akhirnya jatuh cinta?” ejeknya.
Kesabaran Igor semakin menipis. Nafasnya memburu cepat, amarahnya kian mendidih.
Leonid bisa merasakan itu. Ia mundur mendekati Jennifer, mencengkram rahang wanita itu dan membelai bibir Jennifer dengan jempolnya. “Bukankah dia sangat cantik? Aku juga mau mencicipinya, Igor.”
That’s it. Cukup sudah Leonid memprovokasi Igor. Kesabaran Igor telah sempurna runtuh saat Leonid menyentuh Jennifer dan mengatakan hal tidak senonoh itu.
Igor melesat maju dengan cepat, meninju rahang Leonid hingga pria itu terjengkang ke belakang. Orang-orang bersenjata yang mengerumuni Jennifer segera mengangkat senjata mereka ke arah Igor.
“Jangan bunuh dia!” Leonid berseru sambil mengusap darah di ujung bibirnya. “Kita masih belum mendapatkan prototype itu.”
“Aku tidak akan pernah memberikannya padamu!” Igor berseru sambil menodongkan senjata pada Leonid, siap menembak.
Bukannya takut, Leonid justru meledakkan tawa. “Kau kalah jumlah, Igor. Kau sendirian, sedangkan aku bersepuluh. Kau bisa mati konyol jika berani menembakku.”
Igor sudah hendak membuka mulut untuk menjawab Leonid, namun sebuah gerakan halus yang menyentuh pahanya membuat ia melirik ke bawah sekilas, hanya sepersekian detik. Rupanya Jennifer sedang ‘mencuri’ belati yang ia sembunyikan di sana.
Igor menyeringai. Ia tahu Jennifer lebih cerdas dari yang ia bayangkan. Dan gerakan aktif barusan, sudah cukup menunjukkan bahwa wanita cantik itu punya rencana untuk melepaskan diri. Maka Igor akan mengambil bagian untuk memberi umpan agar Leonid tak memperhatikan gerakan Jennifer.
“Aku mungkin kalah jumlah.” Igor memulai provokasinya. “Tapi aku memiliki apa yang tidak kamu miliki.”
“Apa maksudmu, hah?!” Leonid jelas tersinggung dan tertarik dengan kalimat Igor. Fokusnya tersedot seluruhnya pada Igor sekarang. Sementara di bawah sana, dengan amat sangat halus dan samar, Jennifer sedang melepas ikatan di tangannya dengan belati milik Igor.
“Loyalitas dan kepercayaan.” Igor sedikit mendramatisir nada bicaranya.
Leonid langsung mengernyit. “Kau mulai mengada-ngada.”
“Tidak. Kamu mungkin punya anak buah. Tapi apa kamu yakin mereka percaya dan loyal padamu? Atau jangan-jangan mereka hanya patuh padamu karena takut?”
“Ketakutan sudah cukup menjadi alasan mereka patuh padaku dan kakakku!” Leonid berseru marah.
“Itu tidak cukup, Leonid. Karena saat mereka tidak lagi takut padamu, mereka akan mulai mengkhianatimu.”
“Persetan soal loyalitas!” Leonid berteriak penuh amarah. Igor berhasil memprovokasinya.
“Oh, percayalah, Leonid. Hanya soal waktu mereka akan mengkhianatimu.”
Wajah Leonid merah padam. “Bunuh wanita itu!” perintahnya tegas pada orang-orang yang mengelilingi Jennifer.
Namun itu jelas terlambat. Karena sepersekian detik setelah Leonid memberi perintah, Igor melepaskan rentetan tembakan dari senapan AK-47 miliknya. Puluhan peluru dimuntahkan dari moncong senjata laras panjang itu. Melesat amat cepat, menembus kulit dan daging anak buah Leonid.
Sementara di sisi lain, Jennifer berhasil melepaskan diri dan berguling di lantai. Tangannya masih menggenggam belati milik Igor. Ia melihat Igor sibuk menangani beberapa anak buah Leonid yang tersisa, lalu tatapannya jatuh pada Leonid yang kini juga sedang menatapnya dan mengarahkan pistol padanya.
“Sialan!” Jennifer mengumpat dan berguling sekali lagi. Peluru dari pistol Leonid merobek lantai.
“Kau lincah juga, jalang!” Leonid mengumpat dan sekali lagi menembakkan peluru pada Jennifer.
Namun Jennifer telah berhasil berlindung di balik sofa.
Hingga akhirnya, Leonid kehabisan peluru. Dan Jennifer memanfaatkan kesempatan ini dengan amat baik.
Jennifer keluar dari sofa, mengambil ancang-ancang dan melemparkan belati di tangannya pada Leonid.