Sore itu, langit tampak mendung. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan. Di dalam rumah sederhana keluarga Cindera, suasana berubah riuh tak biasa. Dari balik jendela, tampak beberapa mobil mewah berhenti di depan pagar. Para tetangga mulai keluar, berbisik-bisik, penasaran dengan kedatangan tamu yang berpakaian rapi membawa seserahan berbungkus kain beludru merah. Brama, ayah Cindera, segera keluar rumah dengan wajah tegang, mencoba menata napasnya. Di belakangnya, Cindera menatap bingung, mengenakan gamis sederhana berwarna biru pucat, matanya masih sembab karena malam sebelumnya ia menangis memikirkan nasib keluarganya. Pintu mobil utama terbuka. Dari sana keluar seorang pria tua berwibawa—Kakek Malik—didampingi oleh Elvan yang tampak tak nyaman, wajahnya datar,

