Hujan masih menetes di luar jendela rumah sakit. Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 malam, dan ruangan dokter jaga hampir kosong. Cindera masih duduk di kursi ruang istirahat, dengan jas dokter yang kini tampak kusut dan mata yang mulai lelah. Ponselnya tergeletak di atas meja. Layar menyala—menampilkan pesan terakhir dari Elvan beberapa jam lalu: “Aku keluar sebentar, ada urusan penting.” Sejak itu… tak ada kabar lagi. Cindera menarik napas panjang. “Urusan penting apa sampai berjam-jam begini?” gumamnya pelan, mencoba menahan perasaan tak nyaman yang makin kuat di dadanya. Suster Rani, rekan sejawatnya, melirik dengan iba. “Dok, udah malam banget. Nggak pulang? Nanti malah sakit.” Cindera tersenyum tipis. “Sebentar lagi. Aku tunggu seseorang dulu.” Rani hanya mengangguk dan pamit

