Sebuah Syarat

2010 Kata
Siang ini, Alka datang ke salah satu cabang kantor milik Handoko Grup. Gadis cantik itu datang untuk menemui kakak laki-lakinya. Dia ingin menyampaikan niatnya pada kakaknya, bahwa dirinya harus segera mewujudkan mimpi dan cita-citanya. Dan hanya kakak laki-lakinya yang bisa mewujudkan semua mimpinya tersebut. Setelah sampai di lantai paling atas, di mana ruangan Abi berada, ia pun bergegas melangkahkan kakinya ke meja Satria, sekretaris Abi. Di mana letak mejanya berada tak jauh dari ruangan kakaknya, tepatnya dekat dengan sofa tunggu untuk tamu. “Selamat siang, Mas Satria. Bapak ada di ruangannya, ya?” tanya Alka dengan tersenyum. “Selamat siang. Beliau ada di ruangannya, silahkan langsung masuk saja, Mbak,” jawab Satria dengan sopan. “Terima kasih ya, Mas. Semangat bekerjanya,” ucap Alka sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal seperti gerakan tangan ‘Merdeka!’ “Sama-sama, Mbak.” Saat ia sudah berada di dalam ruangan Abi, matanya melihat sang kakak sedang membaca beberapa dokumen. Sambil masuk, tak lupa Alka mengucapkan salam dan mencium punggung tangan kakak laki-lakinya. Kemudian pria paruh bay aitu pun meminta adik perempuannya untuk menunggunya sebentar. Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu harus menyelesaikan mempelajari satu dokumen sebelum memberikan tanda tangannya. Mendengar ucapan kakak semata wayangnya, wanita cantik itu pun langsung duduk di sofa yang ada di dalam ruangan Abi. Sambil menunggu, Alka tampak fokus dengan ponselnya. Dirinya berselancar ke dunia maya untuk mengisi waktunya. Setelah Abi selesai dengan urusannya, ia pun bergegas beranjak dan menuju sofa mendekati adiknya yang sudah menunggu beberapa saat lalu, Kedua kakak beradik itu pun duduk berhadapan hanya dengan dibatasi oleh sebuah meja kaca. “Tumben datang tanpa mengabari dulu?” tanya Abi sambil mendudukkan tubuhnya. “Maaf, Alka terpaksa mengganggu kesibukan, Mas Abi. Karena ada sesuatu yang mau Alka sampaikan,” ucap Alka dengan hati-hati. Detik kemudian mata Abi menatapnya dengan lekat. Pria paruh baya itu pun sudah bisa menebaknya. Jika adik satu-satunya sudah begini pasti ada sesuatu yang dia inginkan. “Ada sesuatu yang kamu inginkan?” tanya Abi dengan telak. “Iya, Mas. Alka ingin dibantu untuk membuka butik. Sudah saatnya aku membesarkan nama ‘Alka’ dan melanjutkan karirku.” ucap gadis pemilik mata indah itu dengan suara lembutnya. Abi lantas tampak menghela napas panjang mendengarkan penuturan adik semata wayangnya. Dirinya juga sudah mengetahui karir adik kesayangannya selama tinggal di luar negeri. Sebagai seorang kakak, pasti ada rasa bangga terhadap karir yang telah dirintis oleh sang adik. “Baguslah. Berarti saat ini kamu sudah dewasa. Kamu tidak perlu khawatir, Mas akan membantu seluruhnya,” jawab sang kakak dengan yakin. “Terima kasih, Mas,” ucap Alka sambil beranjak dari duduknya dan berpindah tempat duduk mendekati Abi lantas memeluknya. Tiba-tiba terdengar seseorang yang sedang mengetuk pintu ruangan CEO yang terkenal dengan pembawaannya yang tenang dan bijak tersebut. Dengan otomatis kakak beradik itu pun melepaskan pelukannya serta menghentikan obrolannya. “Masuk!” pinta Abi. Detik kemudian pintu tersebut terbuka dan muncul Reno, asisten Abi yang diikuti oleh OB yang membawa minuman untuk kakak beradik itu. Setelah meletakkan minuman di atas meja depan kakak beradik tersebut, mereka pun lantas bergegas keluar dan tak lupa menutup pintu ruangan kembali. “Mas senang, kamu sudah bisa memikirkan dirimu sendiri. Selama ini kamu selalu memikirkan perasaan orang lain. Namun, ada sesuatu yang harus kamu lakukan terlebih dahulu sebelum Mas membantumu!” pinta Abi melanjutkan pembicaraan yang sempat terjeda. Alka yang awalnya sudah merasa senang seketika tampak mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti dengan maksud dari ucapan sang kakak. Tidak biasanya Abi begini. Biasanya kakak laki-lakinya akan langsung mengabulkan setiap keinginannya tanpa syarat. “Kenapa Mas Abi jadi perhitungan begini sama adik sendiri?” ucap Alka tidak senang. “Bukan. Tapi Mas ingin kamu bisa lebih dewasa dan matang dalam berpikir,” jawab Abi dengan penuh kesabaran, sambil mengelus kepala Alka. Sebagai seorang kakak, pastinya menginginkan yang terbaik untuk adik semata wayangnya. Sebagai pengganti kedua orang tuanya yang telah tiada, dirinya harus bisa memastikan masa depan adik perempuannya tersebut. “Mas, sudah nggak mempercayai aku lagi?” lirih Alka dengan sendu. “Mas percaya sekali sama kamu. Namun, jika ingin bantuan dari Mas kamu harus melakukan apa yang Mas inginkan. Semua yang Mas lakukan juga demi kebaikan kamu. Apa kamu lupa sudah berjanji akan menurut apa kata Mas?” tanya Abi sambil menghela napas panjang. Mendengar penuturan dari kakak semata wayangnya, seketika membuat Alka menganggukkan kepalanya. Gadis cantik itu sangat ingat dengan janji yang pernah dia ucapkan pada sang kakak, sewaktu ia baru datang dari London. Sebenarnya tanpa berjanji pun ia tetap akan menurut apa kata Abi. Hanya Abi, kakak satu-satunya yang dia miliki sebagai keluarga kandungnya. Ia juga akan selalu meminta pertimbangan pada Abi atau keponakannya untuk mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Karena gadis cantik pemilik manik mata hazel itu tidak mau salah langkah lagi. Wanita cantik dengan segala kelembutannya itu tampak berpikir sambil menatap Abi. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh kakak laki-lakinya ini. Dirinya ingin bertanya langsung, tapi setiap dia berhadapan dengan pria paruh baya itu seketika membuat nyalinya langsung menciut. Ia sangat menghormati kakaknya layaknya ayahnya sendiri. Dan itu membuat dirinya tidak berani menentang keputusan Abi. Cukup sekali ia menentang ucapan sang kakak, sewaktu ia memutuskan ingin menikah dengan Rafa tiga tahun yang lalu. Lihat hasilnya, hubungannya berakhir dengan sangat menyedihkan. Sejak saat itu, ia sama sekali tidak berani menentang apa pun yang diinginkan oleh kakaknya. Karena ia tahu, jika semua yang dilakukan kakak dan keluarganya adalah demi kebaikannya. Alka dengan terpaksa akhirnya menyetujui syarat yang diajukan oleh sang kakak. Yang terpenting saat ini cita-citanya bisa segera terwujud. “Alka harus melakukan apa, Mas?” tanya Alka membuat Abi tampak tersenyum senang. Pria paruh baya itu ingin rencananya segera terwujud. Sebagai seorang kakak, dirinya hanya ingin adik perempuannya bisa mendapatkan masa depan yang baik. “Kamu harus bekerja di PT ADI selama satu tahun!” ucap Abi sambil menatap dalam manik mata sang adik. Alka seketika membelalakkan matanya karena terkejut. Dirinya tidak menyangka akan mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh kakaknya. Apa dirinya tidak salah dengar? “Hah … Kenapa nggak di sini aja, Mas? Kenapa harus di Perusahaan orang lain?” tanya Alka bertubi-tubi dengan raut yang terlihat kebingungan. “Karena di sana sedang membutuhkan seorang design seperti kamu. Terserah, semua keputusan ada di tangan kamu. Jika kamu tidak ingin dibantu dibukakan butik sesuai dengan keinginan kamu, juga nggak masalah,” lanjut Abi dengan santai. Alka secara tidak langsung seperti sedang mendapatkan sebuah ancaman dari sang kakak. Gadis itu tampak langsung menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin kakak laki-lakinya nanti akan berubah pikiran. “Alka mau, Mas. Kapan kira-kira Alka mulai bekerja di sana?” tanya gadis itu. “Secepatnya lebih baik, agar keinginan kamu juga segera terwujud,” jawab Abi sambil tersenyum puas. ‘Sebenarnya Mas Abi sedang merencanakan apa?’ batin Alka tak mengerti. Saat ini ia sanggup melakukan apa pun demi masa depan serta meraih cita-cita dan mimpinya. Di dalam kepalanya hanya bagaimana karirnya bisa kembali ia lanjutkan. Setelah keperluannya dengan Abi selesai, ia pun segera berpamitan pada sang kakak. Selama dalam perjalanan, gadis cantik dengan segala kelembutannya itu masih terus memikirkan apa sebenarnya keinginan dari kakaknya itu. Cukup lama wanita cantik itu merenung, akan tetapi ia masih belum juga menemukan jawabannya. ‘Aku akan mengikuti alur aja, pastinya Mas Abi menginginkan yang terbaik buat diriku,’ ucapnya dalam hati. *** Tak terasa, sudah lebih dari satu bulan Alka menjadi karyawan PT ADI. Dia merasa sangat betah dengan rekan-rekan kerjanya yang saling mendukung. Rekan satu team-nya sangat kompak. Dan kebersamaan itu membuat hubungan personel Divisi-Design sudah seperti layaknya sebuah keluarga. Apalagi ada Emma, yang merupakan sahabat baiknya sejak dari SMA. Kesibukan hari ini sangat menguras pikiran. Bahkan, mereka tidak ada waktu hanya untuk sekedar membuat minuman di pantry. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam makan siang. Alka dan Emma memutuskan untuk makan soto yang berada di seberang jalan kantornya. “Emma, PT ADI itu nama dari Pemiliknya, kah?” tanya Alka. Sejak awal ia masuk, sebenarnya ingin menanyakannya tapi dirinya selalu saja lupa. Sudah hampir sebulan dia bekerja tapi masih belum juga tahu nama pemilik perusahaan tempat dia bekerja. “Mau tahu aja, apa mau tahu banget?” jawab Emma sambil menaik turunkan alisnya untuk menggoda sang sahabat. “Jangan mulai deh … aku serius.” jawab Alka dengan raut wajah yang memang terlihat serius. Kebiasaan Emma yang selalu menggodanya sejak dari masa putih abu-abu. Tak jarang dirinya sering dibuat gemas oleh sikap sahabat baiknya tersebut. “Iya … itu inisial nama Pemilik, kamu tahu apa kepanjangannya?” ucap Emma sambil menatap Alka dengan serius, “Arsa Dewananda Ibrahim,” lanjutnya. “Uhuk … uhuk, apa!” teriak Alka yang membuat hampir semua pengunjung warung soto melihatnya dengan heran. Emma tampak langsung menundukkan kepalanya karena malu. Apa sahabat baiknya ini lupa jika sekarang mereka sedang berada di tempat umum? “Al … jangan bikin malu!” pinta Emma dengan setengah berbisik. “Maaf, aku nggak sengaja, coba cerita kenapa bisa begitu?” ucap Alka dengan tidak sabar. Gadis cantik itu masih belum bisa mempercayai ucapan sang sahabat. Bagaimana selama ini dirinya tidak mengetahuinya sama sekali. “Ingat nggak dulu, aku pernah merasa aneh, kenapa Mas Abi menyuruh kamu bekerja di sini?” tanya Emma. “Wah … aku merasa seperti masuk ke dalam kandang harimau aja,” ucap Alka tidak percaya. Alka benar-benar merasa telah dibohongi oleh kakak laki-lakinya. Sejak awal kakaknya tidak memberitahunya pemilik perusahaan tempatnya bekerja ini adalah milik Arsa Dewananda Ibrahim. “Saranku, dengan bekerja di sini, kamu bisa tahu apakah hatimu sudah baik-baik aja atau belum? Biarkan hatimu yang mengahadapinya, kemudian rasakan apa yang di rasakan oleh hatimu.” saran Emma, sang sahabat. Alka tampak berpikir sejenak. Sepertinya saran dari Emma masuk akal juga. Dia bisa mengetahui apakah nama cinta pertamanya masih menempati relung hatinya. “Bagaimana kalau dia tahu aku bekerja di Perusahaannya? Nanti malah dia kira aku sengaja mendekatinya.” tanya Alka dengan khawatir. Mendadak rasa cemas menghinggapi hatinya. Hinaan kejam dari cinta pertamanya kembali terngiang di telinganya. “Justru itu, tunjukkan ke dia jika kamu sudah tidak punya rasa sama dia. Anggap aja dulu ibarat cinta monyet, yang sudah biasa datang dan pergi.” ucap Emma dengan bijak. “Huh … apa aku mending kerja di Perusahaan lain aja ya? Aku akan membangun butik ku dengan hasil jerih payahku sendiri atau kalau perlu aku akan minta dividen tunai pada Mas Abi,” ucap Alka sambil menghela napas panjang. Gadis cantik pemilik mata hazel itu mendadak merasa putus asa. Dia ragu jika keinginannya untuk membuka butik tidak akan terlaksana. Mengingat masa lalunya yang sepertinya sulit untuk dia hadapi. “Tapi, apa Mas Abi bisa memberikannya dengan mudah? Coba kamu pikirkan dengan tenang, bagaimana dengan mimpi dan karirmu? Sepertinya Mas Abi memang memiliki rencana biarpun kamu meminta saham sekalipun pasti akan dipersulitnya,” ucap Emma dengan bijak. “Benar juga ya, aku harus bisa bertahan. Aku harus mempersiapkan hatiku dan nggak mau diperlakukan kasar lagi. Aku pasti bisa dan tolong bantu aku ya, Please ...!” pinta Alka pada sang sahabat. Apa yang dikatakan oleh sahabat benar juga. Jika dirinya tidak bisa menghadapi masa lalunya, bagaimana dirinya bisa berkembang. Apa pun resikonya dia harus bisa menghadapi masa lalunya agar keinginannya untuk membalas orang-orang yang telah menyakitinya bisa segera terwujud. “Pasti! Aku akan membantumu dan berada di samping kamu. Lagian kamu jangan terlalu khawatir, dia jarang datang ke kantor. Semua pekerjaan dia, ditangani oleh asistennya yang bernama Pak Sony. Untuk dokumen yang perlu dia tanda tangani, asistennya akan mengantarkannya,” ucap Emma menjelaskan agar sahabat baiknya itu bisa merasa lebih tenang. “Syukurlah, aku tadi sudah cemas. Mudah-mudahan jika dia datang tidak sampai bertemu denganku,” jawab Alka merasa sedikit lega. Akhirnya gadis cantik itu bisa bernapas dengan lega kembali. Ternyata semua kecemasannya sudah bisa sedikit berkurang. Tak terasa jam istirahat pun sudah berakhir. Sekarang kedua sahabat itu sudah disibukkan kembali dengan pekerjaan yang sempat tertunda. Gadis cantik itu sungguh tidak tahu lagi harus bagaimana untuk ke depannya. Dia bingung harus terus melanjutkan mengikuti keinginan dari sang kakak atau dia harus menyerah untuk masa depan untuk meraih cita-cita dan mimpinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN