Risma, mami Arsa saat ini sedang dirawat di rumah sakit Angkasa. Karena penyakit jantungnya kambuh kembali membuat wanita itu hingga tak sadarkan diri. Meskipun putranya adalah seorang dokter terkenal, tapi pria itu segera membawa maminya ke rumah sakit setelah melakukan pertolongan pertama. Arsa berharap maminya segera mendapatkan pertolongan.
Wanita paruh baya itu memang sangat menyayangi Alka layaknya putrinya sendiri. Sejak pertama kali bertemu dengan Alka, gadis cantik bermata indah itu telah berhasil mencuri hatinya.
Karena Bunga, sahabat baiknya tidak mengijinkannya untuk ia mengadopsi Alka kecil. Akhirnya membuat Risma berpikir keras. Bagaimanapun hatinya telah terpaut pada gadis kecil pemilik pipi kemerah-merahan tersebut. Merasa tak kekurangan akal, akhirnya Risma berinisiatif untuk menjodohkannya dengan sang putra. Tanpa sepengetahuan Arsa dan Alka, rencana itu hanya menjadi pembicaraan rahasia di antara orang tua saja.
Dengan kondisi kesehatannya yang tidak menentu, ia pun ingin segera mempercepat rencananya. Beruntungnya sang suami, Cakra, selalu mendukungnya.
Meskipun putranya masih membenci dirinya, tetapi Risma masih bersyukur karena Arsa masih mau menuruti keinginannya. Ia sangat paham, jika hati Alka sangatlah lembut. Maka wanita itu pun tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini.
Kesehatannya yang sedikit terganggu dia gunakan sebagai alasan untuk membujuk gadis cantik itu agar mau segera menikah dengan sang putra. Benar saja, sesuai dengan prediksinya, gadis itu pun bersedia menuruti keinginan Risma.
Akhirnya saat ini, di kamar inapnya sudah ada penghulu dan dua orang yang mendampingi sedang menunggu untuk menikahkan Arsa dan Alka. Bunga dan Abi sudah siap dengan acara yang tampak sederhana ini. Tampak terlihat juga anggota keluarga lainnya yang menghadiri acara tersebut. Di antaranya terlihat Tari, Surya, dan Sony yang duduk di sofa yang berada di sudut ruangan.
Tidak sulit bagi keluarga Ibrahim meminta staff rumah sakit untuk mempersiapkan semua perlengkapan yang diperlukan. Tapi tidak ada yang tahu perihal pernikahan ini selain yang menghadiri acara sederhana yang terkesan mendadak itu.
Alka tampak duduk di sebelah Arsa. Di hadapannya, tepatnya di seberang meja, ada kakaknya Abi dan penghulu yang tampak sudah siap untuk menikahkan mereka.
“Jika ada yang ingin di sampaikan terlebih dahulu silahkan, Pak Abi,” ucap seorang penghulu yang diangguki oleh Abi.
“Nak Arsa, Alka adalah adik saya satu-satunya yang saya sayangi dengan sepenuh hati. Saya sebagai walinya dan juga pengganti orang tua kami yang sudah lama tiada. Saya ingin berpesan, jika nanti suatu saat Nak Arsa sudah tidak menginginkan adik saya lagi,” ucap Abi dengan suara yang terdengar sedikit bergetar.
Abi mengingat saat kedua orang tuanya sudah terbujur kaku. Papa mamanya meninggal karena kecelakaan tragis dua belas tahun yang lalu.
“Tolong, jangan katakan apa pun padanya. Katakanlah pada saya, nanti saya yang akan menjemputnya pulang. Dan jika saat itu saya sudah tidak ada lagi, tolong katakan pada anak saya, Surya Pratama Handoko! Apakah Nak Arsa menyanggupinya?” ucap Abi dengan tegas.
Mendengarkan ucapan sang kakak, seketika membuat gadis cantik itu mengangkat wajahnya yang sedari tadi tampak tertunduk. Gadis cantik itu menatap sang kakak dengan air mata yang tampak mengalir tanpa ia minta. Bibirnya terlihat bergetar. Nyatanya, dengan sekuat tenaga ia menahan isakannya agar tidak keluar, tapi tetap gagal.
‘Aku akan melakukan apa pun untuk membuat Mas Abi bahagia,’ batinnya dengan sendu.
Dia merasa kakaknya sangat menyayanginya. Jika diijinkan, dirinya ingin sekali memeluk kakak laki-lakinya. Dia ingin menangis karena merasa bahagia dapat di cintai seperti ini.
“Saya tidak akan pernah mengatakan apa pun pada Mas Abi sampai kami menua bersama,” jawab Arsa dengan mantap dan tegas.
Ucapan tegas Arsa, membuat semua yang mendengar tampak mengembangkan senyumnya. Memang harus seperti itulah sosok lelaki sejati. Tapi tidak dengan satu orang. Dia tetap memberikan tatapan tajam menusuk pada Arsa.
“Baiklah, jika sudah selesai apakah bisa kita mulai?” tanya penghulu kembali.
“Bolehkah saya menyampaikan satu hal pada calon Om saya, Pak Penghulu?” ucap Surya dengan tiba-tiba.
Abi yang mendengar ucapan putra sulungnya seketika merasa ketar-ketir. Pria itu takut jika putra sulungnya itu akan mengacaukan acara pernikahan tantenya yang sebentar lagi dimulai. Selangkah lagi rencananya akan terwujud. Jangan sampai putra sulungnya akan mengacaukannya.
“Ar ... gue bicara sebagai sesama lelaki, bukan sebagai keponakannya ataupun keluarganya. Jika kamu ingin menyakitinya, tolong ingat satu hal! Kalau dia hanya memiliki Papa sebagai kakaknya sekaligus pengganti orang tuanya. Dia sudah tidak memiliki kedua orang tua lagi.” ucap Surya sambil menatap tajam calon om-nya yang berada tak jauh dari dirinya berada.
Pria tampan berkacamata itu pun paham dengan maksud tatapan dari calon keponakannya tersebut. Arsa lantas membalas tatapan Surya dengan tak kalah tajamnya.
“Untuk berkeluh kesah saja, dia tidak berani karena takut membuat Kakak satu-satunya akan mengkhawatirkannya. Dia sudah tertekan dari sejak kejadian tragis itu. Berpikirlah jika ingin menyakitinya lagi, karena gue akan terus mengawasi kalian!” ucap Surya memberikan peringatan.
Abi yang awalnya memasang wajah cemas, akhirnya bisa tersenyum dan menghela napas lega. Putra kebanggaannya sudah bisa berpikiran dewasa. Memang tak salah jika dirinya menyerahkan tanggung jawab besar untuk memegang kendali perusahaan pada putra sulungnya.
Alka yang sejak tadi mendengarkan ucapan keponakannya itu seketika tersenyum haru. Wanita cantik itu merasa sangat di sayangi oleh keluarganya.
“Kamu bisa mengawasi kami selama dua puluh empat jam dan akan saya pastikan, kamu tidak akan melihat apa pun yang akan membuat kamu khawatir!” ucap Arsa dengan tegas.
Meskipun dulu dirinya pernah mendorong Alka untuk menjauhi dirinya, tapi dia bukan pria b******k yang akan mempermainkan kesucian ikatan pernikahan. Dia tahu resikonya saat menuruti keinginan maminya. Seorang lelaki sejati itu ucapannya pasti dapat dipegang.
“Baiklah, mempelai wanita apa sudah siap?” tanya penghulu kembali dan hanya dijawab sebuah anggukan pelan oleh Alka.
Gadis cantik itu seperti tidak sanggup untuk berkata-kata. Alka tidak bisa membayangkan kehidupan rumah tangga seperti apa yang akan dilaluinya kelak. Dia sudah pasrah dengan masa depannya. Gadis itu akan mengikuti alur yang sudah Tuhan tentukan sebagai garis hidupnya.
“Baiklah. Kita mulai, silahkan Pak Abizar sebagai wali dari mempelai perempuan,” ucap penghulu.
“Bismillahirohmanirohim. Saya nikahkan dan kawinkan engkau Ananda Arsa Dewananda Ibrahim bin Cakra Ibrahim, dengan pinanganmu, Adikku, Alka Alisha Handoko binti Hendri Setyo Handoko Almarhum, dengan mas kawin satu set perhiasan berlian seberat tiga puluh empat karat dibayar tunai.” ucap Abi dengan lancar dan tegas.
Tak lupa pria paruh baya itu juga menggoyangkan tangannya yang sedang menjabat tangan Arsa dengan mantap.
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alka Alisha Handoko binti Hendri Setyo Handoko Almarhum, dengan mas kawin yang tersebut, tunai.” ucap Arsa dengan lancar dan tegas dengan tatapannya yang tajam menatap tepat ke manik mata Abi.
“Bagaimana saksi, sah …?” tanya penghulu pada saksi pernikahan yang hanya dihadiri oleh kedua keluarga inti dan asisten Arsa.
“Sah ...!” ucap semua orang yang berada di dalam kamar inap Risma.
Semua orang menatap penuh haru pada pasangan pengantin baru tersebut. Kecuali Surya, lelaki itu hanya diam sambil terus menatap tajam teman masa kecilnya yang sekarang sudah menjadi om-nya. Sesungguhnya pria tampan bermata elang itu tidak menyetujui pernikahan tantenya dengan Arsa. Lelaki itu masih ingat dengan jelas, bagaimana dulu tantenya dalam kondisi terpuruk setelah mendapatkan penolakan dan hinaan dari seorang Arsa.
“Alhamdulilah …” ucap mereka bersamaan.
Kemudian penghulu tersebut memimpin doa pernikahan yang diamini oleh semua yang hadir. Pria berpeci hitam itu lalu menyuruh pengantin baru tersebut untuk menanda tangani buku nikah dan beberapa dokumen pernikahan yang telah ia siapkan.
Setelah selesai penanda tanganan, lalu dia meminta kedua mempelai untuk berdiri. Alka menyalami tangan suaminya, dan mencium punggung tangan lelaki itu dengan khidmat. Kemudian Arsa menyambutnya dengan menyentuh kepala Alka dengan tangan yang satunya. Tanpa diminta, Arsa kemudian mencium kening istrinya dengan penuh kelembutan. Semua yang melihat tampak membelalakkan matanya karena terkejut melihat sikap lelaki dingin dan arogan tersebut pada istri yang baru dia nikahi.
“Sungguh pasangan yang serasi,” bisik Risma pada Bunga.
“Iya. Akhirnya mereka berdua bisa bersatu,” jawab Bunga juga ikut berbisik.
Lalu wanita itu segera beranjak mendekati adik iparnya yang sudah dia anggap seperti adik kandungnya sendiri. Meskipun rencananya telah terwujud, tapi ada rasa berat untuk melepas Alka. Selama lebih dari dua belas tahun keduanya hidup bersama, tapi setelah ini adik iparnya itu akan pergi meninggalkannya karena harus mengikuti suaminya.
“Selamat ya, Sayang. Semoga kalian diberikan kelanggengan hingga menua bersama,” ucap Bunga dengan mata yang sudah terlihat mengembun.
“Doakan Alka ya, Mbak. Agar Alka bisa ikhlas menjadi seorang istri,” pinta Alka.
Perempuan itu masih tidak menyangka, jika saat ini dirinya sudah menyandang status istri dari seorang Arsa Dewananda Ibrahim. Lelaki yang menjadi cinta pertamanya sekaligus pria yang tega menyakitinya. Bahkan, wanita cantik bermata hazel itu masih ingat dengan baik bagaimana Arsa membentak dan menghinanya habis-habisan dulu.
‘Tuhan, berikan hamba sedikit kekuatan agar bisa melalui semua ini,’ batin gadis cantik itu.
“Boss, Al ... selamat menempuh hidup baru ya. Cepet buatin gue keponakan yang ganteng,” ucap Sony, asisten sekaligus sahabat baik Arsa.
Tanpa pria tampan itu sadari, ucapannya telah membuat wajah Alka memerah karena malu. Menurut Sony, ucapannya adalah hal yang wajar.
“Mulut kamu nggak ada filternya?” ucap Arsa setelah melihat wajah istrinya yang sudah terlihat merona.
“Kan bener, Boss. Salah gue di mana?” ucap Sony dengan wajah yang terlihat kebingungan. Namun, hanya dijawab decakan oleh Arsa.
Risma terlihat sangat senang, karena rencananya akhirnya bisa terwujud. Akhirnya gadis kecil yang telah mencuri hatinya bisa dia miliki sepenuhnya dengan menjadi menantunya. Kemudian wanita paruh baya itu memanggil Alka agar mendekat ke ranjangnya.
“Sayang …” panggil Risma pada Alka.
“Iya, Mi,” jawab Alka sambil melangkahkan kakinya mendekati ranjang mertuanya.
Perempuan cantik dengan segala kelembutannya itu sudah menganggap Risma sebagai mamanya sendiri. Selama dirinya mengenal wanita paruh baya itu pertama kali, dia telah diperlakukan dengan sangat baik.
“Terima kasih, sudah mau mengabulkan keinginan Mami,” ucap Risma sambil menggenggam tangan sang menantu.
Menndengar penuturan dari wanita yang baru saja menjadi mertuanya membuat Alka hanya bisa menyunggingkan sebuah senyuman. Jika dirinya boleh memilih, ia tidak akan mau menikah dengan pria yang bermulut pedas tersebut. Tapi dirinya tidak bisa memilih. Dia cukup tahu diri untuk membalas kebaikan kakak laki-lakinya. Jika bukan karena Abi, mungkin dirinya akan hidup terlunta-lunta sepeninggal kedua orang tuanya. Bahkan, bisa saja dirinya tidak mampu bertahan dengan ke kejaman dunia ini.
Abi merasa lega akhirnya keinginannya sudah bisa terwujud. Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu sudah bisa merasa tenang. Akhirnya adik semata wayangnya sudah bersanding dengan lelaki yang tepat. Menurutnya, hanya Arsa sosok yang tepat untuk mendampingi adik perempuannya.
Dia merasa jika dirinya sudah tidak muda lagi. Menurutnya, adik satu-satunya itu adalah amanah dari kedua orang tuanya untuk dia jaga. Kelak ketika dirinya dipanggil Yang Maha Kuasa, ia pun sudah bisa pergi dengan tenang.
***
Sebagai seorang menantu, Alka harus bisa menjalankan kewajibannya dengan baik. Wanita cantik itu selalu menjaga Risma di rumah sakit tanpa mengeluh sedikit pun. Terkadang, suaminya juga akan menemaninya saat lelaki itu sudah pulang dinas.
Meskipun mereka sering terlihat berdua, tetapi sikap Arsa masih saja seperti biasanya, dingin dan cuek. Alka juga masih terlihat bertahan dengan sikapnya. Wanita cantik yang berhati lembut itu masih harus melindungi hatinya agar tidak terlalu dalam mencintai suaminya. Dia tidak ingin terluka lagi. Dirinya harus bisa membentengi hatinya sekuat mungkin agar tidak terluka kembali.
“Assalamu'alaikum,” ucap Arsa memberikan salam saat memasuki kamar inap Risma.
Dokter tampan berkacamata itu melangkah masuk sambil membawa paper-bag yang berisi makanan untuk sang istri dan maminya. Meskipun sikapnya terlihat cuek, tetapi dia masih memperhatikan sang istri.
“Wa'alaikumsalam,” jawab Alka dan Risma bersamaan.
Wanita cantik yang baru saja menjadi istrinya itu kemudian melangkah menghampiri suaminya untuk mengambil paper-bag yang dibawanya. Tak lupa gadis cantik itu juga mencium punggung tangan sang suami. Setelah menyandang status seorang istri Arsa Dewananda Ibrahim, sudah menjadi salah satu kebiasaannya untuk mencium punggung tangan suaminya ketika berangkat dan pulang kerja.
Risma yang melihat pemandangan yang ada di depannya itu tampak tersenyum bahagia. Dirinya tahu hanya Alka yang pantas untuk mendampingi putra semata wayangnya.
‘Mudah-mudahan Arsa tidak bersikap kasar lagi pada istrinya,’ batin Risma.
Wanita paruh baya itu akan selalu berdoa pada Tuhan, agar putranya bisa bersikap baik pada istrinya.