5. Karma Anggara Lesmana

1205 Kata
Andini menghampiri Firdan dan Keisya. Dua anak itu menatap kedua mata ibunya yang sembab. “Mama kenapa?” Tanya Firdan sambil buru-buru mengemasi mainan ke dalam keranjang besar di tengah ruangan. Keisya tidak berani bertanya apa-apa, anak perempuan yang masih berusia delapan tahun itu hanya menunduk sambil meremas tepian keranjang berisi mainan. Andini menatap ke arah putra dan putrinya. Dia tidak mampu menahan derai air matanya, Anggara membuat hatinya terluka lagi dan lagi, wanita itu juga tidak bisa menceritakan semua kebenaran yang dia simpan rapat-rapat tentang status mereka berdua. “Mama nggak apa-apa, kalian kemasi mainannya lalu mandi ya? Mama mau siapkan baju ganti untuk kalian, dan juga makan malam.” Ucapnya pada dua anak itu. Melihat kedua anaknya menganggukkan kepala, Andini langsung berdiri lalu berjalan menuju ke dalam kamar Keisya dan Firdan. Dia mengambilkan baju ganti dari dalam lemari untuk mereka berdua lalu meletakkannya di atas ranjang. Di dalam kamarnya, Anggara sudah selesai mandi. Pria itu memakai baju mandi lalu berjalan keluar dari dalam kamarnya. Dia melihat Andini sedang memakai celemek dapur menghadap ke arah kompor. Entah apa yang sedang dimasak oleh istri yang sudah menemani dan merawatnya dengan telaten itu. Ingin sekali dia menuding wajah istrinya lantaran status Firdan dan Keisya bukan darah dagingnya! Jika saja kedua orangtuanya Andini tidak memaksa dan mengancam, mungkin Anggara tidak akan menikah dengan Andini seperti sekarang. Anggara berusaha menekan gejolak amarah dalam hatinya, dengan langkah pelan Anggara berjalan mendekati istrinya. Seperti biasa Anggara memasang wajah manis dan senyum palsu. Anggara memeluk pinggang Andini dari belakang. “Mas Gara!” Andini kaget sekali, wanita itu meremas lengan Anggara yang kini mengait pinggang ramping miliknya dengan sangat erat. Andini tidak tahu kalau Anggara menahan kemarahan luar biasa. “Kenapa? Nggak suka aku peluk? Kamu lebih suka dipeluk pria lain?” Sindir Anggara dengan sengaja. “Mas ngomong apa sih? Nggak ada pria lain. Cuma ada Mas Gara di hati Dini.” Sahutnya dengan wajah gugup, Andini segera mematikan kompornya. Sup yang dia buat sudah meletup dan matang. “Mas, aku bawa sup-nya ke meja makan dulu, lepasin pinggangku.” Bisiknya lirih. Anggara mengusap paha Andini seraya menciumi sisi leher wanita itu, melihat Andini memejamkan mata dan menikmati sentuhannya. Anggara segera mengangkat tubuh wanita itu agar duduk di atas meja dapur. “Mas, jangan di sini, nanti kalau Dita pulang,” Anggara dengan kasar menarik penutup sisi dalam milik Andini. Anggara tidak mau mendengar penolakan. “Akh, Mas! Pelan-pelan! Sakit!” Tubuh Andini tersentak dan berguncang dengan sangat cepat. Baju dinas yang Andini kenakan sudah berantakan dan compang-camping karena ulah Anggara. “Kenapa? Bukannya kamu suka aku yang jantan? Dan juga pemaksa!?” Desis Anggara pada daun telinga Andini. Setelah menyelesaikan misinya, Anggara langsung menarik diri dan meninggalkannya. Pria itu menuju ke ruang makan, melihat Firdan dan Keisya yang bukan darah dagingnya membuatnya muak! Sudah bertahun-tahun senyum palsu itu mengukir bibir Anggara. Firdan dan Keisya tidak berani menatap Anggara yang kini duduk di seberang meja mereka. Dua anak itu memilih diam sambil memainkan sendok dalam genggaman tangan mungil mereka berdua. Sesekali dua anak itu bertukar-pandang satu sama lain. “Diniiii! Buruan! Anak kamu sudah lapar, mau suruh mereka nunggu berapa lama?” Teriaknya dari kursi meja makan. Andini masih merapikan bajunya di dalam dapur, wanita itu juga memakai penutup sisi bawah tubuhnya dengan tergesa-gesa. “Iya Mas, sebentar!” Sahutnya dari dapur. Anggara selalu berpikir dua anak itu bukan bayinya, tapi dia tidak pernah tahu kalau Andini sebenarnya melahirkan dua darah dagingnya tapi keduanya diculik, dan entah ke mana rimbanya! Karena takut diceraikan Andini meminta kedua orangtuanya untuk mencarikan bayi lain sebagai gantinya. Dan hal itu terjadi dua kali berturut-turut. Andini tidak melaporkan kejadian itu pada polisi karena dia tidak ingin Anggara tahu. Bahwa sebenarnya yang menculik putra dan putri mereka adalah seorang wanita yang dulunya juga merupakan teman Anggara di atas ranjang! Dari pesan yang ditinggalkan penculik, wanita itu meminta Andini untuk bercerai dari Anggara dan dia melakukan penculikan karena dendam lantaran Anggara pernah memaksa dirinya untuk menggugurkan kandungan. Jika Andini melaporkan kepada polisi, wanita itu bilang akan menunjukkan diri di depan Anggara untuk mengambil pria itu dari Andini. Pernikahan yang Andini inginkan sudah sangat sulit, dan Andini yang meminta Ayahnya untuk mengancam Anggara agar bersedia menikahinya. Anggara yang lebih sering berada di luar juga tidak pernah peduli dengan wajah bayinya! Yang Anggara rasakan dan ingat hanya amarah dan dendam lantaran ancaman dari Ayah mertuanya! Luka dan air mata ditanggung oleh Andini seorang diri. “Aku nggak akan menyalahkan Mas Gara. Aku akan menerima semua perlakukan kasar dan juga teriakan darinya. Aku sangat mencintaimu Mas, aku tidak peduli dengan siapa dulu kamu bersama. Bisa menikah dan menjadi istrimu seperti sekarang adalah impian banyak wanita!” Bisik Andini dalam hati saat meletakkan piring di atas meja depan Anggara. “Ambilkan aku nasinya, Din!” “Iya, Mas.” Andini mencoba tersenyum. Lalu menatap ke arah Firdan dan Keisya. “Loh? Kalian nggak makan?” Tanya Andini pada dua anak yang sebenarnya dia adopsi dari panti asuhan tersebut. “Mama makan bareng kita?” Firdan mengukir senyum sambil menggigit ibu jarinya. “Iya, ayo kita makan bareng-bareng, Mama temani.” Andini mengusap titik air mata pada kedua sudut matanya. Melihat dua anak yatim piatu itu selalu membuat hatinya sedih, terlebih lagi menyadari kalau Anggara begitu membenci mereka tanpa Andini tahu apa sebabnya! “Mama, aaaa!” Keisya menyodorkan sendok ke arah mulut ibunya. Anggara sangat geram sekali, pria itu langsung berdiri dari kursinya dan meninggalkan meja makan. Andini kaget, dia batal menerima suapan Keisya. “Kalian buruan makan ya? Mama mau lihat Papa dulu. Sebentar,” Andini berusaha tersenyum di depan dua anak itu, padahal isi dadanya sangat berantakan sekali. Rasa lelah serta harus menerima kemarahan Anggara, belum lagi perselingkuhan Anggara yang jelas-jelas terjadi di dalam kamar mereka berdua pagi ini. Semua itu menjadi rasa perih dan nyeri yang teramat sering dia rasakan. “Mama, Papa marah terus, kenapa sih?” tanya Firdan pada Andini. “Papa? emmm, sakit gigi! Sakit sekali sampai harus terus cemberut seperti ini!” Andini menggembungkan kedua pipinya di depan Firdan dan Keisya. Dua anak itu langsung terkikik geli melihat Andini dengan kedua pipi membesar. “Mama lucu.” Firdan tersenyum senang sambil menggigit ibu jarinya. “Sudah, Mama tinggal dulu, nanti sakit gigi Papa nggak sembuh-sembuh. Nanti Mama temani bobok, okay?” Serunya pada dua anak itu. Serentak Firdan dan Keisya langsung menganggukkan kepala. Andini berdiri dari kursinya lalu masuk ke dalam ruangan kerja Anggara. Dia melihat Anggara berdiri menghadap jendela memunggunginya. “Mandi sana! Ruangan kerjaku jadi bau karena kamu! Bikin aku mual!” Seru pria itu pada Andini. “Mas, aku minta maaf.” Langkah kaki Andini tertahan di ambang pintu ruangan kerja Anggara, bahkan wanita itu terpaksa mundur selangkah karena ucapan Anggara barusan. “Untuk apa? Kisah cintamu yang kamu sembunyikan di belakangku? Hah! Atau karena aku membentak dua anakmu itu!?” Teriaknya karena sudah tidak bisa bersabar. Andini sangat terkejut, dia baru mendengar tuduhan itu hari ini! Hari yang seharusnya menjadi momen bahagia! Hari di mana seharusnya dia dan Anggara merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke sekian! Kepala Andini terus menggeleng, wanita itu meremas baju dinas yang membalut dadanya. Hatinya sakit dan hancur. Air matanya terus bergulir turun membasahi kedua pipinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN