3. Kepergok Istri

2372 Kata
“Apakah Mas Gara akan menikahiku? Apakah dia hanya akan memakai tubuhku seperti hari ini dan seterusnya? Lalu bagaimana dengan perasaanku? Apakah aku rela menjadi simpanan Anggara Lesmana?” Ayu Kinanti duduk termenung di dalam kamarnya, Anggara baru saja kembali setelah mengantarkannya pulang. Ayu Kinanti sedang melamun, semua ucapan Anggara sebelum menurunkan dirinya di jalan depan rumahnya masih terngiang-ngiang di telinganya. “Besok kamu datanglah ke rumah, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Jangan tanya sekarang, besok kamu akan tahu.” Kata-kata itu yang Ayu dengar dari Anggara beberapa waktu lalu sebelum turun dari dalam mobil pria berstatus dosen tersebut. Ayu menjatuhkan punggungnya di atas ranjang dalam kamarnya. Ayah dan ibunya juga sudah tidur saat ia tiba di rumah. Angannya melayang tidak jelas menuju ke mana. Semua ucapan Anggara, semua perlakukan dari Anggara. Hanya itu yang menetap di dalam ingatannya. Menepis semua hal lain yang ingin dia temukan di dalam kepalanya. Hanya Anggara Lesmana, Anggara dan Anggara! Keesokan harinya, Ayu Kinanti melepas penat dengan berendam di dalam air hangat dalam bathub dalam kamarnya. Lima belas menit kemudian keluar, dengan tubuh berbalut handuk Ayu Kinanti menatap tubuhnya di depan cermin. Bekas ciuman Anggara pada kedua sisi bukit kenyal miliknya masih memerah, Ayu juga menemukan bercak merah pada kedua pangkal pahanya. Keganasan Anggara Lesmana saat memangsa dirinya masih sangat jelas di dalam benaknya. Ayu Kinanti menelan ludahnya sendiri seraya memejamkan kedua matanya rapat-rapat lantaran kembali teringat dengan kejadian panas yang dia lalui bersama dengan Anggara sang pria pujaan. “Yu! Ayo keluar, sarapan dulu!” Seru ibu Ayu Kinanti dari luar pintu kamar putrinya tersebut. “Iya, Buk. Ayu masih pakai baju!” Sahutnya dari dalam kamar. Ayu mengambil shirt lengan pendek dengan rok sepanjang lutut, setelah menyisir rambutnya Ayu keluar dari dalam kamarnya menuju ke ruang makan. “Bagaimana? Kamu sudah memutuskan mau kuliah di mana?” Mariam Darus mengukir senyum pada bibirnya. Wanita berusia empat puluh lima tahun ini memiliki banyak toko pakaian di Surabaya. “Belum, Bu, nanti Ayu akan coba untuk nyari universitas lagi.” Sahutnya pada Mariam. Tubuh Ayu terasa sakit di mana-mana lantaran ulah Anggara kemarin. Mandi air hangat hanya menghilangkan rasa sakit itu sesaat saja. Ayu kembali terbawa dalam lamunan. Bisa-bisanya dia memberikan kesuciannya pada pria yang sudah berkeluarga! Entah dia harus bersyukur lantaran Anggara menyambut perasaannya atau merutuki nasib sialnya lantaran Anggara sudah mengambil miliknya satu-satunya! “Iya, lekas cari sana! Jangan lontang-lantung terus. Biasanya di usia kamu itu sedang rajin-rajinnya belajar. Memangnya kamu punya pacar? Masa putri bapak mau nikah di usia muda?!” Tegur Darus Sholihin. Darus Sholihin memiliki perusahaan mebel di Surabaya. Ayu Kinanti hampir tersedak mendengar seloroh ayahnya. Mendengar ucapan itu Ayu langsung tersadar dari dalam lamunannya. “Pacar apa sih Pak, nggak ada pacar.” Sahutnya dengan suara pelan sambil menyendok makanan lalu menyuap ke dalam mulutnya. “Bagaimana jika bapak tahu kalau Ayu Kinanti sama Mas Gara.. ah sudahlah! Jangan pikirkan itu!” Keluh Kinanti dalam hati. Tentu saja dia tidak ingin kalau sampai ayah dan ibunya tahu. Apa yang harus dia banggakan menjadi kekasih gelap seorang pria yang sudah menikah dan punya dua orang anak?! Malahan itu akan menjadi aib bagi keluarganya! Ayu memilih memendam semua itu sendiri. Dia tidak ingin siapapun tahu tentang hubungan terlarang yang baru saja terjalin antara dirinya dengan Anggara Lesmana! “Ah itu siapa, Andita? dia kuliah di mana? Kamu nggak daftar sekalian? Dia sudah setahun lalu kan kuliah?” Seru Darus pada Ayu lagi. Darus ingin Ayu Kinanti segera menginjakkan kaki di bangku kuliah. Semua orang tua selalu menginginkan putra-putri mereka memiliki masa depan cerah. Sama seperti dirinya yang berharap pada Ayu Kinanti. “Dita masuk ke manajemen bisnis, Ayu nggak suka. Ayu dulu kan jurusan IPA saat SMA. Dita masuk jurusan IPS.” Sahutnya. Ponsel Ayu berdering, gadis itu segera menerima panggilan tersebut. Ternyata dari Andita Sari. “Halo Dit? Bukannya kamu ada kuliah pagi ini? Tumben nelpon.” “Kamu datang ke rumah ya? Datang saja pokoknya! Sekarang Yu! Aku tungguin! Pentiiiing! Masalah hidup dan mati!” Seru Dita dari seberang sana lalu kembali menutup telepon tersebut. “Halo, Dit! Ditaa!” Teriaknya dengan gemas lantaran Andita sudah memutuskan panggilan. “Andita?” Tanya Mariam pada Ayu. “Iya Buk, Dita minta Ayu datang, sekarang.” Ayu meringis memaksa senyum seraya mengambil gelas dari atas meja, padahal hatinya terasa berat sekali sekarang. Entah kenapa dia merasa tidak nyaman menjalin hubungan dengan Anggara. Pria yang dulunya dia kagumi terasa sangat berbeda dari harapan! Ancaman dan juga nada tegas dari bibir Anggara saat di parkiran bioskop membuat Ayu sadar akan satu hal. Anggara bisa menggunakan Ayu, tapi Ayu yang merasa tertekan tidak bisa menggapai Anggara sesuai keinginannya! Di kediaman Anggara, “Nih!” Anggara mengukir senyum lebar sambil mengembalikan kunci motor matic milik adiknya tersebut. “Mas! Kalau Mbak Andin tahu mampus kamu!” Sungut Dita sambil mengepalkan tinjunya di depan wajah kakaknya. “Makanya, tutup mulut, jangan sampai Andini tahu! Bisa mati aku!” Serunya sambil tersenyum nakal seperti biasa. “Dita, sarapan dulu!” Panggil Andini dari meja ruang makan, wanita berusia tiga puluh dua tahun itu sedang menyendok sayur kemudian ditaruh di atas piring Firdan dan Keisya, kedua putra mereka. Firdan masih duduk di bangku TK sementara Keisya duduk di bangku SD. “Dita buru-buru Mbak, nanti makan di kampus saja.” Serunya dari tempatnya berdiri. Dita buru-buru keluar dari dalam rumah. Tak lama kemudian terdengar suara motor matic meluncur keluar dari dalam halaman kediaman besar tersebut. Anggara berjalan masuk menuju kamarnya, Andini langsung menegur. “Mas Gara nggak sarapan dulu?” Tanyanya pada suaminya. “Nanti saja, aku mau mandi dulu Ndin.” Sahutnya seraya masuk ke dalam. Usai sarapan, Andini segera mengantarkan kedua putranya ke sekolah. “Mas, aku antar anak-anak ke sekolah dulu!” Pamitnya dari luar pintu kamar. “Iya.” Sahut Anggara dari dalam kamarnya, pria itu sedang duduk di tepi ranjang seraya mengeringkan rambutnya yang basah. Anggara menatap ke arah layar ponselnya sambil mengernyitkan keningnya, sejak ponselnya ganti, nomor-nomor gadis di memori ponsel lamanya ikut terhapus. “Mereka nggak simpan nomor aku apa gimana ya? Padahal aku sudah undang agar masuk ke wha yang baru. Tapi kenapa nggak ada yang chat? Apa aku yang salah masukin nomor?” Anggara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Pria itu sejak tadi hanya menatap layar ponselnya, bahkan dia lupa sudah jam berapa sekarang. Tak lama kemudian Anggara mendengar panggilan dari luar rumah. Anggara segera berdiri dari tepi tempat tidur. “Dit? Dita?” “Ayu? Dia sudah datang?!” tanyanya dalam gumaman, Anggara buru-buru merapikan rambutnya di depan cermin lalu menyemprotkan parfum pada kedua sisi lehernya. Anggara berlari kecil menuju ke arah pintu. Entah kenapa dalam hatinya begitu senang dan bersemangat saat mendengar suara Ayu Kinanti. “Mas Gara? Dita tadi, dia,” Ayu Kinanti menelan ludahnya sendiri menghirup aroma begitu segar dari tubuh atletis pria berusia tiga puluh tujuh tahun di hadapannya itu. “Masuk,” perintah Anggara sambil melebarkan pintu ruangan utama. Karena Ayu tidak segera masuk ke dalam Anggara segera menarik pergelangan tangannya lalu menutup pintu, Anggara menekan kedua bahu Ayu Kinanti agar bersandar di balik daun pintu. Dipagutnya bibir gadis itu tanpa persetujuan dari Ayu. “Mmmm, Mas Gara, Ayu, mmm.” Ayu Kinanti meremas kedua sisi pinggang Anggara dengan remasan kuat lantaran Anggara meremas sisi kiri bukit kembar di balik shirt yang Ayu kenakan. Hanya beberapa saat saja, Anggara mengukir senyum lalu segera melepaskannya. Pria itu mengecup bibir Ayu Kinanti sesekali sambil menempelkan keningnya pada kening Ayu. Ayu Kinanti menggigit bibir bawahnya, napas memburu Anggara serta sisi depan tubuh pria di depannya itu masih menempel menghimpit tubuhnya. Ayu memberanikan diri mendorong tubuh Anggara menjauh, namun pria itu malah mengukir senyum jahil dan tidak bergerak sama sekali dari posisinya. “Mas Gara?” Ayu menatap wajah Anggara dengan tatapan gelisah dan cemas. Kedua telapak tangan Ayu tetap tinggal di depan d**a bidang Anggara Lesmana sejak gagal mendorong pria tersebut menjauh darinya. “Ayo ke ruang makan, Andini sudah siapkan sarapan. Kalau nggak dimakan dia nanti marah-marah.” Ajaknya kemudian pada Ayu. Anggara menggandeng pergelangan tangannya dan membawa langkahnya menuju ke ruang makan. Ayu menghela napas berat, dengan langkah pelan dia mengekor Anggara menuju ke ruang makan. Ayu segera duduk di kursi, sementara Anggara mengambil sehelai formulir pendaftaran dari kampus tempat dia mengajar, pria itu memberikan pada Ayu Kinanti. "Yu, kamu bisa ambil jurusan kedokteran, ini formulirnya coba kamu kasih ke Bapak dan Ibumu. Mungkin mereka tertarik melihat putri cantiknya menjadi seorang dokter." "Iya Mas, nanti Ayu kasih ke Ibu," ucapnya seraya tersenyum manis seperti biasa, sambil menatap kertas tersebut. Dalam hati Ayu, dia merasa tenang karena akhirnya menemukan jurusan yang tepat untuk dirinya sendiri. “Bapak- Ibuk pasti akan senang kalau Ayu berhasil diterima di fakultas ternama ini!” Ujarnya sambil menoleh ke arah Anggara yang kini masih berdiri di dekatnya. Anggara sedang membungkuk di belakang kursi meja makan. Pria itu menyentuh bahu kanan Ayu Kinanti seraya menatap wajah Ayu Kinanti dengan jarak begitu dekat di sisi wajah gadis tersebut. Ayu bisa merasakan hembusan nafas Anggara pada sisi lehernya bahkan ujung hidung Anggara yang sudah menyapa kulit halus miliknya! “Aku akan bantu sampai kamu berhasil masuk ke dalam kelasku, Yu. Tenang saja!” Bisik Anggara pada Ayu dengan suara pelan sekali, dan hanya Ayu serta Anggara yang bisa mendengar suara tersebut. Ayu mengukir senyum pada bibirnya, tentu saja dia mau! Apalagi akan banyak tes saat masuk universitas dan dia tidak mengerti semua yang harus dia lakukan tanpa bantuan dari Anggara Lesmana! "Mas Gara!" Teguran dari Andini sang istri membuat Anggara spontan melepaskan genggaman tangannya dari bahu kanan Ayu Kinanti. "Sayang? sudah pulang? Tumben cepet!?" Anggara mengukir senyum serba salah pada bibirnya lalu berjalan menuju ke arah Andini. “Iya! Mas sudah makan?!” Nada ketus dari Andini sudah jelas kalau wanita itu tidak senang lantaran tindakan Anggara barusan. “Belum, ini baru mau makan.” Ujarnya sambil mengusap lembut pipi Andini. Ayu hanya menundukkan kepalanya sambil menatap formulir di atas meja. “Ayu, datang ke sini? Kapan tiba?” kejar Andini pada Anggara. “Ah, itu, dia nyari Dita-tadi-emm.” Anggara agak gugup lantaran Andini menatapnya dengan tatapan curiga. Ayu merasa tidak enak, entah kenapa dia tidak ingin kalau hubungan gelapnya diketahui oleh Andini. Selama ini wanita itu selalu memperlakukan dirinya dengan cukup baik. “Baru Mbak, lima menitan. Ayu datang untuk ngambil formulir. Ternyata Dita sudah berangkat, jadi tadi Mas Gara yang kasih ke Ayu,” ucapnya sambil berdiri dari kursi meja makan. Ayu Kinanti ingin segera pulang, dia tidak ingin mendengar keributan antara Anggara dan Andini. “Karena sudah diberikan, Ayu mau pamit pulang,” ucapnya sambil menundukkan wajahnya. Andini merasa bersalah melihat gadis lugu itu terlihat takut karena mendengar teriakannya barusan. Anggara masih memegangi kedua bahu Andini, pria itu berdiri di belakang punggung istrinya. “Sarapan dulu, Yu.” Seru Anggara pada Ayu seperti biasa. “Aku tadi nawarin Ayu sarapan, nggak enak makan sendirian. Dia teman Dita, kamu nggak mikir yang aneh-aneh kan? Aku masih waras Ndin.” bisiknya di telinga Andini. Andini menoleh ke belakang, menatap mata Anggara sejenak. Selama ini Ayu Kinanti memang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. “Iya, Yu, sarapan dulu.” Seru Andini padanya. Andini melepaskan pelukan Anggara dari lehernya lalu bergegas mengambil tasnya dari atas meja ruang tengah. “Mas, aku berangkat dulu, tadinya aku mau langsung berangkat ke klinik. Tapi tasku ketinggalan di rumah jadi terpaksa balik lagi. Tadi terburu-buru takut anak-anak telat ke sekolah.” Ucapnya panjang lebar pada Anggara. Selama ini Andini mengelola klinik pribadi, wanita cantik itu bekerja sebagai seorang dokter spesialis kulit di rumah sakit pusat. Hari-harinya sangat sibuk, dan karena aktivitas Andini yang sibuk itu memberikan Anggara banyak kesempatan untuk bermain di belakang punggungnya! Saat tiba di hadapan Anggara, Andini berjinjit untuk mengecup bibir pria bermulut manis tersebut. Anggara meraih tengkuknya dan memagut bibirnya sejenak seraya melirik ke arah Ayu, dan gadis itu buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain. Dada Ayu terasa sakit sekali, perih dan sakit! “Rasa sakit ini, kenapa? Apakah aku benar-benar jatuh cinta pada Anggara Lesmana?” Pertanyaan tersebut muncul di dalam benak Ayu Kinanti. “Yu, aku berangkat dulu. Kamu sarapan saja, anggap seperti di rumah sendiri.” Andini melambaikan tangannya seraya berlalu keluar dari dalam kediaman tersebut. Pintu ruangan utama terdengar menutup, Anggara mengangkat kedua telapak tangan juga bahunya. Pria itu tersenyum lebar sambil berjalan mendekat ke arah Ayu Kinanti. Ayu menelan ludahnya sambil mundur menjauh beberapa langkah. “Mas, Ayu pulang saja.” “Kenapa buru-buru?” Punggung Ayu sudah menabrak tepian meja makan. Gadis itu bingung dan panik, sementara Anggara tanpa peduli malah menghimpit tubuhnya kembali. “Kamu takut sama aku, Yu?” Anggara mengangkat dagu Ayu Kinanti agar mendongak menatap ke arahnya. “Nggak Mas, mana mungkin Ayu takut?” sahutnya dengan bibir bergetar, Ayu meremas tepian meja tempat dia bersandar sekarang. “Mas Gara, bukannya harus ngajar ke kampus?” Ayu mencoba tersenyum tapi senyum kaku yang berhasil dia ukir malah membuat suasana semakin canggung. “Kamu mengusirku dari rumahku sendiri?” Anggara mencubit gemas pipi Ayu Kinanti. “Akh! Sakit Mas!” Seru Ayu sambil tersipu malu mengusap pipi kirinya sendiri. Anggara tersenyum manis sekali, Ayu lupa dengan sifat keras sosok Anggara. “Wajah kamu merah, Yu. Jadi semakin manis.” rayunya lagi. Anggara menopang tubuhnya dengan kedua tangan bertumpu pada tepian meja makan, sengaja mengurung Ayu Kinanti di sana. Dikecupnya pipi Ayu Kinanti sambil mengajaknya bergurau seperti biasa. “Mas Gara nanti telat ke kampus.” bisik Ayu saat pria itu mulai mengendus leher jenjangnya. “Masih jam delapan, aku nanti ada kelas jam setengah sepuluh.” “Mati aku!” Jerit Ayu dalam hati. Bagai disambar petir Ayu kaget sekali, gadis itu langsung mendorong d**a Anggara menjauh darinya. Anggara yang sudah lihai malah meraih pinggang Ayu Kinanti, begitu tubuhnya jatuh terduduk di kursi meja makan maka Ayu Kinanti otomatis juga duduk di atas pangkuannya. “Mas Gara!” Jerit Ayu lantaran kaget dengan tindakan Anggara barusan. “Kalau jatuh gimana?!” Keluh Ayu seraya memukuli kedua bahu pria jahil tersebut. “Mana mungkin jatuh, Yu? Yang ada kamu jatuh ke dalam pelukanku!” Desisnya seraya melabuhkan bibirnya pada kening Ayu Kinanti. “Aku cinta sama kamu, Yu. Aku serius.” Ucap Anggara di telinga Ayu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN