Vanya menatap Aric yang makan dengan tenang, sadar diperhatikan ia mendongak hingga tatapan mata mereka beradu. Lebih dulu Vanya memutus tautan tatapan mereka, Aric tersenyum tipis. “Kamu ke sini, memintaku memberimu kesempatan sementara kamu punya kekasih di Jakarta.” Sindiran Vanya di mulai. Ia harus memanfaatkan waktu untuk buat Aric mundur sesegera mungkin. Salah satu alis Aric menukik sedikit, kemudian ia menggeleng pelan. Vanya pasti akan membahasnya setelah ia melihat Sarah menghampiri bahkan mencium bibirnya sewaktu malam terakhir Vanya di Jakarta. “Sarah bukan kekasihku.” “Bukan kekasih? Yang benar saja!” Vanya tak percaya mendengar pengakuan yang konyol. “Apa ciuman suatu lumrah untuk sepasang yang mengaku tak memiliki hubungan seperti kekasih?” Sarkasme ia balikan. “Va