Lampu tidur redup menyinari kamar apartemen. Reema terlelap, napasnya teratur, wajahnya tenang di balik selimut putih. Dante duduk di tepi ranjang, satu tangan menggenggam jemari istrinya, sementara pandangannya kosong menatap ke luar jendela. Jakarta rasanya tak pernah tidur, gemerlap lampu kota seperti bintang dari kejauhan. Seolah seperti itu juga pikiran Dante saat ini, jauh lebih riuh daripada gemerlap kota itu. Pertanyaan-pertanyaan akan kemungkinan yang ada di depan sana, terlebih tekanan terus muncul dari rumahnya. Dia tidak bisa hanya mengikuti keinginan hati. Ia menunduk, menatap wajah Reema. Ada kelelahan di sana, tapi juga keteguhan yang selalu membuat Dante merasa tak sendiri. Ia mengusap lembut pipinya. Jika Reema saja berusaha kuat setelah mereka kehilangan, masa ia harus