BAB 3 Lain Kelakuan Lain Hatinya

1583 Kata
POV NARA Nara, nama gue sekilas mirip nama cewek, ya? Tapi gue bangga lho punya nama ini. Karena nama ini di ambil dari sebuah nama kota wisata di Jepang yang oke punya, tempat mama dan papa honeymoon jaman pengantin baru dulu yang pada akhirnya menghasilkan gue sebagai anak pertama. Mama sama Papa sangat terkesan dan tergila-gila banget dengan tempat itu, bahkan sampai sekarang mereka sudah mengunjunginya sampai tiga kali. Sama halnya dengan pantai Pattaya, yaaa ... meskipun di negara yang memiliki pantai itu terkenal banyak bencongnya, kenyataannya nggak ngaruh sama kegilaan orang tua gue pada tempat itu, sehingga adik cewek gue yang sekarang sudah berumur empat tahun memiliki nama persis dengan nama pantai, meskipun panggilannya cukup dengan kata "Aya". Mama bilang, gue ini cakep, mirip sama papa. Bahkan otak gue juga secanggih papa yang seorang dokter. Yang bikin beda, gue usil jahilnya minta ampun nggak ketulungan. Sampai-sampai mama yang seorang psikolog pun susah menaklukan hati gue, hehehe. Dan, keusilan gue itu harus di salurkan, karena kalau enggak, pasti bakal kebawa mimpi bikin pusing kepala dan tidur gue bakalan banyak tingkah tending sana tending sini dengan bantal guling yang tergelundung sebagai korbannya. Nah, kan nggak nyambung jadinya. Tapi, semenjak kecil, gue udah punya satu objek untuk penyaluran hasrat usil itu. Siapa lagi kalau bukan tetangga sebelah rumah, Matcha namanya. Sejak baru lahir, hahaha *halu banget yaaa … gue paling suka godain dia. Dulu pas kecil, dia imut banget. Manis, dan bikin gemes. Sekarang pun ketika dia udah segedhe gue, dia juga tetep manis dan menggemaskan. Bisa di bilang sangat cantik malah. Cuma ya itu, tingkat usil dan jahil dia selevel sama gue. Padahal dia itu cewek, lho yang pasti sangat bertentangan banget dengan minat alias mindset gue tentang kriteria seorang cewek yang seharusnya. Menurut gue pribadi, seorang cewek itu harusnya pendiem, lembut dan anggun. Nggak seperti Si Matcha ini, kalau sama gue nyolotnya minta ampun. Makanya gue paling seneng panggil dia dengan nama "Macho" rasanya cocok banget sama kelakuan dia. So, meskipun dia cantik, dan jujur aja di masa puber gue sekarang  udah mulai suka sedikit lirik cewek-cewek cantik, meski nanti pas udah gedhe trus gue pengin punya pacar, sekedar mimpi aja gue ogah jadi pacarnya. Matcha itu cuma pantas jadi partner keusilan gue. Walaupun bisa jadi suatu saat nanti gue sama dia bisa saja terpisah, pasti hidup gue bakal hampa dan tersiksa banget. Kesepian nggak ada lawan. Saat ini gue butuh Matcha buat nemenin hari-hari ramai gue supaya selalu berwarna.   POV MATCHA Mama bilang, gue ini anaknya pinter. Ya wajarlah, nggak mungkin buah enggak jatuh jauh dari pohonnya. Kecuali buah yang jatuh itu di tendang sama kaki kuda yang selalu suka rela berlari lurus berkat kacamata kuda. Hahaha, abaikan pendapat gue. Otak gue pinter ya secara kan turunan dari kedua orang tua gue yang berprofesi sebagai dosen. Mama dosen Bahasa Inggris, sedangkan papa dosen matematika. Kalau di Bahasa Inggris-kan matematika menjadi "mathematics" itulah yang melatari nama gue tertulis "Matcha". Kata Mama ngucapin “Math” dan “ Match” itu beda tipis terdengarnya. Padahal begitu gue masuk sekolah dan dikit tau cara ngomong yang sok Inggris gitu, ternyata jauhhhh .... kali kendengarannya, kayaknya mama aja yang pas-pas in biar kerasa selalu sehati sama papa. Jadi jangan salah berfikir, ya. Kali aja ada yang mengira karena gara-gara hobi minum matcha, yaitu serbuk sejenis teh hijau, jadinya orang tua gue kasih nama anaknya seperti nama gue sekarang. Nggak, keluarga gue nggak ada yang nyandu sama matcha yang itu. Dan yang ini pendapat papa tentang gue, ya. Sebenarnya gue anak yang baik dan cantik. Bakal lebih cantik lagi kalau gue itu lebih kalem dan anggun. Jelas bukan tanpa alasan papa berkata seperti itu. Karena sejak gue masih balita, papa sama mama udah capek ngadepin sifat usil jahil gue. Apalagi di tambah adanya Si Kunyil, panggilan termanis gue buat Nara, cowok tetangga sebelah rumah yang konyol dan usilnya minta ampun. 11-12 sama gue pastinya. Jadinya selalu ada partner deh kalau gue lagi kumat usil-usilnya. Banyak hal yang buat gue sebel banget sama dia. Meskipun dia seorang cowok yang seharusnya bisa melindungi gue, kenyataannya nol sama sekali. Gue bocorin ya, sebenarnya kedua ortu gue sering nitip ke dia buat jagain gue. Namun nyatanya kebalikannya, yang ada dia selalu jahil melulu, nggak ada baik-baiknya. Satu kenyataan lagi nih, kita berdua itu bertetangga rumah, lahir di tanggal dan RS yang sama. Malahan, kata mama, dia hanya lahir lima menit sebelum gue, dan kita di taruh di ruang bayi yang sama dengan box bayi yang bersebelahan. Dan yang pasti kalau nangis sama-sama kencengnya, sama kayak sekarang kalau lagi tengkar teriaknya juga sama-sama kencengnya sekaligus nggak pernah ada yang mau ngalah duluan kecuali ada wasit datang bawa sapu buat gebukin kita. Seru ya hidup gue sama Nara? Oh, sebentar, apa karena itu ya sifat gue sama dia jadinya banyakan yang  sama? Karena lahir pada hari, tanggal dan jam yang hampir sama. Yang paling menonjol tentu saja sifat jahil kita, hehehe. Jangan-jangan lagi nih, karena mama minta dia buat jagain gue, makanya sejak TK sampai sekarang kita udah SMP selalu saja dapat kelas yang sama. Yang ada, bukan gue di lindungi, tapi rasanya hidup gue jadi nggak tenang. Jadi nih, meskipun Si Nara itu banyak di idolain sama teman-teman cewek gue karena katanya tampan dan pintar. Meskipun cuma dalam mimpi gue ogah jadi pacarnya.   *****   Siang di sekolah. Di jam istirahat ini hujan deras mengguyur bumi. Lapangan basket yang biasanya rame cowok-cowok yang pada main habisin waktu istirahat, nampak sepi. Kebanyakan mereka menghabiskan waktu sekedar di dalam kelas atau di teras kelas yang cukup terlindung dari hujan. Mau ke kantin pun malas, karena untuk menuju kantin masih harus melewati jalanan yang kena guyuran hujan. Matcha sama Rena memutuskan akan ke kantin nanti di jam istirahat kedua saja. Kebetulan sekarang mereka masih punya cemilan dan minuman yang di bawa Rena dari rumahnya. Ya, semoga saja nanti istirahat kedua hujan benar-benar sudah reda. "Cha, antar gue ke toilet dong, kebelet nih," ajak Rena pada temannya yang masih asyik mengunyah cemilan yang dia bawa dari rumah. "Ya ayolah cepetan, keburu ngompol disini deh elo nanti," jawab Matcha sambil nyengir kuda ke arah temannya itu. "Idih, jijay ya kalau sampai ngompol disini, udah, buruan yuk." Dua gadis dengan tinggi badan yang hampir sama itu cepat-cepat keluar dari kelas. Di teras kelas mereka menemukan segerombol teman cowok sekelas mereka yang asyik bercandaan dengan sekali-sekali terdengar saling melempar olokan. Nampak Nara di antara cowok-cowok itu. Ketika Rena yang lewat, sikap cowok itu biasa saja. Tetapi giliran Matcha yang lewat, cowok itu sudah menyilangkan dengan sengaja salah satu kakinya di jalan yang pasti di lewati oleh gadis itu. Matcha yang melihat acara Nara dengan jelas hanya menggeram kesal. Selebihnya, cewek itu menendang dengan keras kaki yang menghalang langkah jalannya. Spontan Nara menjerit kesakitan yang mendapat sambutan tawa teman-temannya. "Salah elo sendiri itu, mah," celetuk Dodi tanpa bermaksud membela siapapun. "Dasar cewek Macho unik," gerundel Nara yang hanya bisa melihat rambut sepinggang Matcha yang tergerai melambai mengikuti langkah dan gerak tubuhnya. Tak berapa lama di toilet, Rena dan Matcha kembali berjalan menuju kelas. Yang pasti mereka harus kembali melewati gerombolan cowok-cowok tadi. Masih terdengar gelak tawa mereka. Dan, nampaknya sekarang mereka lagi asyik main tebak-tebakan. "Lain ladang?" umpan Dodi pada teman-temannya. "Lain belalang," jawab Nara cepat. "Lain lubuk?" lanjut Dodi "Lain ikannya," lagi-lagi Nara yang menjawab cepat mendahului teman yang lain. Tiba-tiba pandangan Dodi melihat Matcha dan Rena yang baru balik dari toilet. Segera kedipan matanya mengarah kepada Andi yang berdiri di sampingnya. Cowok itu juga melihat dua orang cewek teman mereka  yang berjalan santai sambil bercakap-cakap. Tepat ketika Matcha berada di jarak yang pas untuk bisa mendengar suara gerombolan cowok-cowok itu, kembali Dodi bersuara. "Lain kelakuan?" "Lain lubuk hatinya dong ... " kali ini Andi yang menyahut. "Peribahasa apaan itu?" tanya Nara yang tidak mengerti maksud teman-temannya. "Ya itu perumpaan buat elo sama Matcha, tiap hari bertengkar dan usil, tapi siapa tahu di hatinya ada apa teman-teman?" "Cinta ... " suara koor bersamaan itu di sambung dengan tawa membahana yang berhasil menghentikan langkah Matcha dan Rena di dekat gerombolan cowok-cowok itu. "Maksudnya apa, nih?" tanya Matcha dengan nada bengisnya. "Maksudnya, sebenarnya Nara itu cinta sama elo, jadi dia cuma pura-pura aja tengkar tiap hari biar bisa deket terus sama elo, ya kan, Bro?" Nara hampir saja menyangkal omongan Dodi, tapi begitu melihat kedipan tipis temannya yang sesama usil itu, dia memutuskan mengikuti permainan. Sambil menunduk pura-pura malu, Nara berdiri di depan Matcha. "Iya Cha, gue ... gue ... love you." Sejenak gadis itu terdiam, wajahnya sedikit memanas menahan malu. Tapi begitu ingat yang di depannya adalah Nara, cowok yang sudah tiga belas tahun ini dia kenal luar dalamnya, rasa malu itu segera menguap menjadi satu bentuk keusilan tandingan. Matcha memegang bahu Nara dengan lembut. "Oh, jadi elo cinta sama gue? Lihat mata gue dong kalau ngomong." Nara menurut, dia mendongak menatap wajah cantik di depannya. Tinggi mereka hampir sama, dan mereka berdiri dalam jarak yang cukup dekat. Suit ... Suit ... Suara itu ramai terdengar dari para pemirsa yang kebetulan melihat adegan itu. Dan konyolnya entah kenapa hari ini Nara memuji dalam hati, memuji  mata jernih yang kali ini menatapnya begitu lembut. "Sekali lagi aku peringatkan, jangan pernah usil sama gue, Kunyillll ... " kali ini tangan Matcha sudah menjewer telinga kiri Nara menghancurkan suasana romantis yang tercipta ala anak SMP barusan. Semua yang melihat itu kembali tertawa terbahak-bahak, bersamaan dengan bel masuk yang membuyarkan sekilas drama di jam istirahat itu. Beramai mereka segera menghambur masuk kelas.   *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN