BAB.4

987 Kata
Alfa itu BBF, aku sudah tahu, mengerti dan paham betul mengenai itu. Namun tetap saja hatiku mudah terbawa olehnya. Entah harus kuapakan hatiku ini agar tidak selalu baper setiap kali dia bersikap baik. Aku takut, jika aku terus begini maka kata move on akan semakin jauh dariku. "Na, Ina!" Panggilan itu membuatku tersadar. Aku menoleh dan Alka sudah menatapku dengan ekspresi heran dan penasaran. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya cemas. Aku mengangguk kecil. "Nggak apa-apa," jawabku. "Kok bengong?" tanya Alka ragu. Aku hanya diam, hanya melemparkan senyum sebagai sebuah jawaban. "Alfa lagi?" tebak Alka. Aku mengangguk pelan. "Kamu mau sampe kapan naksir dia?" tanya Alka dengan ekspresi yang menunjukkan kekesalan. Aku hanya tersenyum kecut. "Sampai datang cogan yang berhasil merebut hatiku yang gersang," jawabku rada lebay. Alka tertawa keras membuatku menegurnya agar tidak begitu. "Hush! Cewek nggak boleh ketawa gitu," teguku. Alka senyum lebar. "Nggak apa-apa, aku kan jones," elak Alka. "Tapi bukannya kamu naksir kakak kelas?" sindirku. "Dulu," jawabnya singkat. "Emang sekarang nggak?" tanyaku ragu. Alka menggeleng. "Do'i udah taken," kata Alka lagi. "Emang kalau taken berdosa buat kita taksir, Ka?" tanyaku lagi. Alka menjitak ringan kepalaku. "Aduh!" rintihku kesakitan. "Apaan sih?" omelku. Alka hanya senyum tipis. "Hukum karma berlaku, Na! Kalau kita tetep maksa naksir pacar orang dengan alasan 'sebelum nyiur hijau melengkung', maka kelak akan ada yang kayak gitu juga ke kita," Alka menjelaskan. "Sakit kan pas pacar kita ditaksir orang lain? Terlebih jika orang lain itu ternyata 'lebih' dari kita, iya nggak?" tanya Alka. Aku berpikir sejenak lalu mengangguk mengiyakan perkataan Alka. "Lagian aku malas saingan," kata Alka menambahkan. "Bener juga, sih," ucapku setuju. "Jadi kapan kamu nembak Alfa lagi?" tanya Alka. "Hah? Ogah!" sahutku cepat. "Kalau gitu, kapan mau move on?" tanya Alka lagi. Aku diam sejenak. "Kapan-kapan?" sindir Alka. Aku nyengir, malu. "Lagian apa sih yang kamu suka dari dia?" Alka penasaran. "Dia tampan, baik, ramah, murah senyum, perhatian dan," aku terdiam jadi senyum sendiri saat kuingat tentang kelebihan Alfa. "Dan suka bikin anak orang kepaveran terus ditolak! Dasar PHP!" kata Alka menambahkan. Aku hanya tersenyum geli mendengar pernyataan Alka. "Kamu kayak nggak suka gitu ke dia, kenapa?" tanyaku. "Bukan gitu, cuma bosen liat kalian yang lengket kayak panu dan kulit, akrab kayak kerbau dan burung jalak plus deket amat kayak tato tapi ngak jadian cuma karena alasan ngaco si Alfa," jawab Alka panjang-lebar. "Sabar, Ka," hiburku. "Apaan, kamu tuh sabar amat ngadepin dia! Hatimu kebuat dari beton?" sindir Alka. "Bukan, semen Padang," sahutku. Alka ngakak. "Bisa aja deh," pungkasnya. "Wadow!!" pekik Alka tiba-tiba. Aku sedikit kaget saat sebuah penghapus baru saja mendarat dengan aman di lantai setelah menghantam keras bagian belakang kepala Alka. Sahabat baikku itu pun spontan mengusap-usap kepalanya lalu menoleh ke belakang. "Siapa nih yang nimpuk kepalaku pake penghapus?" teriak Alka marah. Kaum Adam yang sedang asyik main di belakang termasuk si Alfa terdiam lalu sedetik kemudian berpura-pura tidak mendengar apapun. "Woi, siapa yang lempar?" tanya Alka lagi. Masih hening. Tidak ada yang mau mengaku. "Ini ulahmuu kan, Fa? Ngaku!" tuduh Alka sambil menuding Alfa. Alfa hanya memasang wajah oon. "Aku nggak ngapa-ngapain tuh!” elaknya. "Nggak usah pura-pura b**o, kamu kan yang lempar nih penghapus ke kepalaku, iya kan?" Alka mengamuk. "Kagak, emang buktinya apa kalau aku yang lempar?" tanya Alfa. "Eh, yang lempar Alfa kan?" tanya Alka minta dukungan kaum Adam. "Nggakkkk!!" Kaum Adam kompak menjawab tidak untuk meniadakan tuduhan terhadap Alfa. "Tuh kan? Bukan aku," kata Alfa merasa menang. "a***y kalian!!" gerutu Alka. "Udah, udah! Sabar, Ka, sabar!" leraiku. Alka kembali menoleh ke arahku dengan wajah merah padam karena marah. "Sabar," ucapku sekali lagi Alka hanya diam, berusaha meredakan amarahnya secepat mungkin. Saat ini kami sedang menikmati jam kosong di jam pelajaran terakhir. Diluar hujan turun dengan deras sehingga meskipun waktu pulang sekolah sudah dekat, aku akan tetap bertahan di sekolah. Aku tidak membawa payung ataupun jas hujan. Tak lama kemudian bel pulang pun berbunyi. Anak-anak lain yang membawa payung langsung keluar kelas dan pulang. "Na, mau bareng?" tanya Alka menawarkan sambil menunjukkan payung kecil hello kitty-nya. "Nggak usah, payungmu kecil gitu," tolakku. "Ya, nggak apa-apa, mepet-mepet," kata Alka. "Nggak, ah! Kamu duluan aja, lagian rumah kita beda arah!" tolakku lagi. "Yaudah. Kamu nggak apa-apa aku tinggal?" tanya Alka. Aku mengangguk mengiyakan. "Nggak apa-apa, Ka!" kataku meyakinkan Alka. "Oke, deh! Aku duluan, Na!" pamit Alka. Aku mengangguk. Alka pun berjalan keluar, pulang. Aku menyandangkan tasku dan keluar dari kelas. Berdiri bengong di depan kelas sambil berdoa agar hujan segera reda. "Na." Aku menoleh dan sosok yang tidak diharapkan itu melemparkan senyum iblisnya padaku. "Belum pulang?" tanya Alfa sok ramah. "Kayak yang kamu lihat. Aku kan masih di sini artinya belum pulanglah," dengusku kesal. "Yaelah, PMS amat jawabnya. Aku cuma nanya," protes Alfa. "Bodo, ngapain nanya-nanya?" sahutku sewot. "Ya, sesama temen saling nanya kan nggak apa-apa," ucap Alfa. Entah kenapa hatiku sakit waktu dia menyebutku teman. Seperti sebuah dejavu, moment k*****t itu kembali terputar di otakku. "Fa," panggilku. "Apa?" sahut Alfa. "Kamu kenapa sih nggak nganggep aku cewek?" tanyaku mencoba menanyakan hal yang selama ini enggan aku tanyakan. Alfa terdiam. "Kenapa ya," kata Alfa menggantungkan kalimatnya. Dia pura-pura sedang berpikir keras. "Kamu ngerasa cewek nggak?" kata Alfa bertanya balik. "Ya iya lah, cewek! Tulen," ucapku dengan yakin. "Hm," gumam Alfa. "Aku cewek, pake rok, jenis kelamin perempuan di akta lahir," tegasku. Alfa tertawa mendengar penyataanku. "Lah, malah ketawa, jawab, dong. Kamu nggak nganggep aku cewek itu kena-," "Na," potong Alfa. "Apa?" "Mau pulang bareng?" tanyanya. "Heh?" Alfa senyum. "Beneran?" Alfa mengangguk. "Hujan, Fa!" "Nggak mau?" "Mau." Alfa senyum lagi. "Pulang barengnya kapan?" tanyaku sambil senyum-senyum, mengingat hujan masih turun dengan deras. "Kapan-kapan," jawab Alfa lalu ngakak. Cowok BBF itu pun berlari menerjang hujan sambil sesekali menoleh ke belakang untuk pamer gigi karena tertawa begitu lebar. Aku menghela napas sembari mengepalkan tanganku kuat-kuat. Kesal kuadrat dengan kelakuan Alfa. Untuk kesekian kalinya, seorang Ina Zakaria terPHP oleh mahluk astral bernama Alfa. Awas kamu, Alfa. Aku sumpahin kamu masuk angin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN