BAB.5

1060 Kata
Doaku dikabulkan Tuhan. Alfa tidak masuk sekolah, demam. Padahal kemarin aku hanya berdoa semoga dia masuk angin tetapi Tuhan malah memperparah keadaannya dengan memberikannya sakit demam. Entah apakah aku harus bersyukur atau tidak dengan kenyataan ini. Aku dilema. Selama di sekolah, aku merasa hampa. Rasanya ada sesuatu yang hilang yang seharusnya ada tetapi sekarang nggak ada. Ya, awalnya aku mengira aku merindukan Alfa. Namun, saat bel istirahat berbunyi aku pun menyadari. Kalau aku begitu karena lupa bawa uang saku. Alhasil selama istirahat berlangsung, aku hanya berdiam diri dalam kelas. Mencoba menahan rasa lapar dan hasrat ingin jajan dengan mendadak puasa makan, minum dan bicara. Parahnya, Alka adalah sahabat terbaik yang tidak hanya baik dalam tolong-menolong tapi juga dalam ketidakpekaan. Dia mengira aku berpuasa sungguhan dan memakan jajan dengan lahap di depanku secara terang-terangan. Sungguh, aku menjadi semakin dilema. "Na," panggilan itu membuatku menoleh dan Ayu-ketua kelasku menghampiriku dan Alka. "Na," panggil Ayu lagi. "Apa, Yu?" tanyaku. "Kamu deket kan sama si Alfa?" tanyanya. Alka yang mendengar pertanyaan Ayu langsung kesedak. "Hah? Deket sama si BBF? Kagak!" elakku. "Lah, Alfa bilang kalian deket," kata Ayu heran. "Iya, deket sebagai temen cowok!" celetuk Alka membuatku langsung tidak enak hati. Ayu mengernyitkan keningnya, bingung. "Lah, kalau kalian nggak deket, kenapa si Alfa nyuruh aku ngasih ini ke kamu?" tanya Ayu sambil menyodorkan LKS Fisika padaku. Aku mengambil LKS Fisika dari Ayu dan mengecek namanya. "Lho? Ini punyamu, Yu!" kataku heran. Ayu mengangguk. "Iya, Alfa bilang mau nyontek jawaban pembahasan Fisika hari ini, makanya dia nyuruh titip ke kamu," kata Ayu menjelaskan. "Kenapa dia nggak sms aku langsung aja, sih?" tanyaku. Ayu hanya mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu," sahut Ayu. "Ngomong-ngomong, rumah kalian itu deketan?" tanya Ayu penasaran. "Deketan kalau diliat dari peta," celetuk Alka. Aku menatap Alka sebagai tanda protes dan sahabatku itu hanya memalingkan wajahnya ke arah lain. Pura-pura cuek. "Deket nggak sih?" tanya Ayu sekali lagi. Aku menggeleng. "Kagak, jauh malah!" sanggahku. "Eh, terus gimana LKSnya?" tanya Ayu semakin bingung. "Udah nggak apa-apa, aku anterin. Rumahku ngelewatin rumah Alfa!" jawabku. Ayu menghela napas lega. "Oke, deh! Thanks, Na!" ucap Ayu lalu kembali ke tempat duduknya. Aku mengangguk pelan lalu memasukkan LKS Fisika Ayu ke dalam tasku, takut ketinggalan. "Kamu yakin mau ke rumah Alfa?" tanya Alka. Aku mengangguk. "Mau nganterin LKS," kataku beralasan. "Hedeh, bo'ong! Bilang aja modus biar bisa ngejenguk Alfa," sanggah Alka. Aku hanya tersenyum geli mendengar pernyataan Alka. "Dia duluan yang ngasih ide buat modus," kataku melakukan pembelaan. Alka ngakak. "Iya, tapi ujung-ujungnya kamu juga yang terPHP," imbuh Alka. Aku hanya tersenyum kecut mendengar hipotesis Alka yang memang sering terjadi itu. Aku rasa sesekali aku perlu memberi pelajaran pada si Alfa. Walau aku belum tahu bagaimana caranya. "Udah nggak usah mikir, cari aja cowok lain! Pasti ntar si Alfa nyadar dan ngejar kamu!" saran Alka. Aku hanya nyengir. "Cowok lain?" tanyaku. Alka mengangguk mengiyakan. "Siapa?" tanyaku lagi. Alka menepuk jidatnya ringan. "Ya carilah! Coba pindai aja, di sekolah kita ini nggak kekurangan stok cogan kok!" jawab Alka. Aku terdiam. "Nggak kurang, sih! Tapi yang aku anggap cogan cuma si Alfa," ucapku. Alka menjitak lagi kepalaku. "Wadow!" pekikku. "Sadar, Na! Sadar! Ntah kenapa ngeliat kamu, aku jadi tahu persamaan micin dengan cinta," kata Alka agak sebal. "Apa?" tanyaku penasaran. "Kalau kelebihan sama-sama bikin oon," jawab Alka. Aku hanya senyum  mendengar pernyataan Alka. "Terserah kamu sih, pokoknya nggak boleh nelpon aku dan bilang terPHP lagi sama Alfa," ancam Alka. Aku senyum. "Nggak, kok!" kataku. "Iya, awas aja. Aku bakalan off!" sahut Alka. Aku menghela napas panjang dan mencoba memfokuskan diriku lagi ketika bel tanda istirahat telah usai berbunyi. Alfa, please jangan BBF lagi. *** Aku berdiri ragu di depan pintu rumah Alfa. Bingung, haruskah aku masuk atau tidak? Krieet. Pintu rumah terbuka tanpa perlu kudobrak atau tendang. Sosok yang kukenal sudah berdiri di sana dengan jaket tebal dan muka yang meski keringetan, tatap saja ganteng. Ya, itu Alfa. Sepertinya dia punya kekuatan supranatural sehingga tahu aku sudah berdiri lebih dari tiga puluh menit di depan pintu rumahnya. Ragu mau menekan bel atau tidak. "Masuk, Na!" suruh Alfa. Aku mengangguk lalu masuk ke dalam rumahnya. Alfa menutup lagi pintu rumahnya setelah aku masuk. "Sepi amat," kataku membuka pembicaraan. Alfa hanya mengangguk dan tiduran di sofa ruang tamunya. "Iya, lagi nggak ada orang di rumah," sahut Alfa sembari menarik selimutnya kembali. "Kemana semua?" tanyaku penasaran. "Orang tuaku kerja, adikku sekolah!" jawabnya. "Sendirian, dong!" Alfa mengangguk. "Iya," "Kok tahu aku udah di luar? Kan belum mencet bel," tanyaku heran. "Insting, lagian aku nyuruh Ayu buat minta kamu kesini," jawab Alfa. "Iya, mau ngasik LKS nih!" kataku sembari mengeluarkan LKS Ayu dari tasku. "Ntar aja, nggak butuh LKS sekarang!" kata Alfa. Aku pun memasukkan kembali LKS Ayu ke tasku. "Kamu sakit apa?" tanyaku. "Lah, kan udah bilang di sms, sakit demam!" katanya bingung. "Iya, sih! Cuma nggak percaya aja seorang Alfa sakit demam!" sanggahku. Alfa bangun dari tidurnya dan menatapku sambil duduk di sofanya. "Na," panggil Alfa. "Apa?" sahutku. "Kamu cewek kan?" tanyanya. Aku langsung kesal mendengar pernyataannya. "Iyalah, cewek!" jawabku. "Bisa masak?" tanyanya lagi. "Dikit, emang kenapa?" tanyaku. “Aku laper, masakin bubur, dong!" jawabnya setengah memohon. "Hah?" "Bubur," kata Alfa mengulang permintaannya lagi. "Hm," "Ayolah!" bujuknya. Aku terdiam, berpikir sejenak. Namun, karena melihat wajah Alfa yang sudah mengiba tingkat dewa, akhirnya aku mengiyakannya. Aku pun membuatkan si Alfa bubur. "Nih!" kataku sembari meletakkan semangkuk bubur di meja ruang tamunya, lengkap dengan sendok dan segelas teh hangat. Alfa senyum. Cowok itu pun langsung turun dari sofanya dan mulai memakan bubur buatanku. "Wuih, enak," pujinya setelah mencoba sesendok bubur buatanku. Aku tersenyum senang mendengar pujiannya. "Tapi, lebih enak bubur gebetan aku dulu sih!" imbuhnya. Senyumku seketika sirna. Aku ambil teh hangatnya dan kusiramkan ke mangkuk buburnya. "Lah, Na!!" pekik Alfa. "Fa, Aku cabut dulu," kataku lalu berdiri dan berjalan keluar dari rumahnya. "Lah, Na!!!" Aku cuek, tetap berjalan keluar dengan mantap. "Dasar BBF," dengusku kesal. Aku pun pulang dengan hati kesal. Tak lama kemudian beberpaa panggilan tak terjawab mendarat di handphoneku. Kulihat, rupanya dari Alfa. Mungkin dia mau minta maaf kali ya. Aku tetap cuek, berusaha stay cool dan nggak mudah luluh dengannya. Tak lama kemudian, Alfa nge-wa. Aku pun membacanya. [ Cowok BBF Na, LKS-nya belum kamu kasih. ] Aku mematikan handphoneku setelah membaca pesan unfaedah itu. Tuhan, ijinkan gue berdoa jelek meski sekali, tolong buat kepala Alfa kejedot tembok biar peka. Aamiin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN