Ara sampai di basement parkir hotel, ia melihat bayangan seperti pria yang keluar dari ruangan Edgar. Ara berlari mengejar pria itu diantara banyak mobil disana.
"Berhenti....!!" pekik Ara.
Pria itu berhenti, ia terlihat membawa sebuah dokumen di sebuah amplop coklat.
"Siapa kau berani menghentikan aku. Tidak usah ikut campur!"
"Kau mengambil yang bukan milikmu, tentu saja aku harus ikut campur."
"Bisa apa kamu office girl?"
Ara menunduk sejenak melihat pakaian yang ia kenakan lalu tersenyum.
"Apa kau tidak pernah mendengar pepatah, don't judge a book by its cover? kembalikan dokumen itu, " ucap Ara.
"Ambil kalau kau bisa," jawab pria itu meremehkan Ara.
"Kau yang minta," Ara melangkah mendekati pria itu dan akan mengambil dokumen di tangan pria itu tapi pria itu menangkis tangan Ara, tak berapa lama mereka terlibat perkelahian sengit, Ara menangkis beberapa pukulan dan tendangan pria itu yang ternyata memiliki ilmu beladiri yang tinggi, tapi Ara pun tak kalah lincah menggerakkan badannya untuk menghindari pukulan. Dengan susah payah Ara akhirnya bisa melumpuhkan pria itu hingga pria itu tersungkur tak sadarkan diri. Ara segera mengambil dokumen dan melihat isinya, ia membaca dengan seksama dokumen itu, ia tak ingin terlalu jauh ikut campur urusan ini, ia memiliki tujuan lain. Ia letakkan dokumen itu di atas tubuh pria itu, dan kemudian bersembunyi saat mendengar suara dan langkah kaki berderap menuju ke arahnya. Ara bersembunyi di tiang besar basement saat Edgar dan beberapa security mendekat.
Edgar dan security mendekati pria itu dan menemukan dokumen di atas tubuh pria itu.
"Bos ini orangnya," ucap salah satu security.
"Iya aku tahu, tapi kenapa dia bisa pingsan?" tanya Edgar bingung. Ia kemudian mengambil dokumen diatas tubuh pria itu dan memeriksanya. Ia tersentak kaget saat tahu isi dokumen itu, bagaimana bisa pria ini membuka brankas tempat penyimpanan dokumen sedangkan tak ada seorang pun yang tahu dimana ia menyimpannya. Yang paling membingungkan Edgar adalah kenapa pria ini? Ia seperti baru saja melakukan perkelahian dilihat dari muka lebam diwajahnya, tapi dengan siapa? dan dimana orang itu, kenapa malah meninggalkan pria ini. Ia harus berterima kasih pada orang yang mengalahkan pria ini.
Edgar kembali ke ruangannya dan mengembalikan berkas itu ke tempatnya semula, brankas yang membukanya dengan sidik jari dan hanya dirinya yang bisa membuka brankas itu tapi kenapa pria itu bisa mengambilnya? Edgar meminta security menyerahkan pencuri tadi ke kantor polisi terdekat, sedangkan dirinya kembali melakukan aktivitasnya.
Namun fikirannya masih tertuju pada apa tujuan pria itu mengambil dokumen penting itu, ia harus bertanya pada pria itu di kantor polisi, tapi itu akan ia lakukan nanti. Ia kemudian tenggelam dalam pekerjaannya hingga hari beranjak siang, pintu ruangannya terbuka dan memperlihatkan sosok Alila memasuki ruangannya.
"Selamat siang mas..."
"Hai La..."
"Mas Edgar belum makan siang kan?"
"Iya belum, memang kenapa?"
"Aku bawain makanan, kita makan siang bareng yuk, " Alila membawa makanan yang ia bawa menuju sofa set den mempersiapkannya, Edgar menutup laptopnya dan berjalan mendekati Alila yang sudah duduk menunggunya. Mereka kemudian makan siang bersama.
"Mas..."
"Hemmm..."
"Mama dan papa bertanya. "
"Tentang apa?"
"Kapan kita akan bertunangan atau ... menikah?"
Edgar menghentikan makannya dan menatap Alila, tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan itu, ia diam sesaat.
"Maafkan aku La, aku belum bisa memberikan kepastian" ucap Edgar perlahan, ia tahu cepat atau lambat Alila akan menanyakan ini sejak ia mengiyakan keinginan mamanya menjalin hubungan dengan Alila.
Alila menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan.
"Tapi aku butuh kepastian mas, usiaku juga tidak muda lagi, sudah bukan masanya pacaran terlalu lama."
"Aku tahu La, tapi aku belum bisa, maaf," ucap Edgar lagi.
"Baiklah, aku pulang dulu mas, " tanpa menunggu jawaban Edgar, Alila berdiri dan keluar dari ruangan Edgar. Edgar menatap kepergian Alila dengan perasaan bersalah, tapi ia juga tidak mau gegabah mengiyakan keinginan Alila, ia tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia belum ingin menikah saat ini, fokusnya hanya Danisa, ia juga tak ingin menyakiti hati Alila dengan menikahinya tapi tak mencintainya. Karena menikah untuk seumur hidup dan bukan main main, harus ada rasa nyaman diantara keduanya.
Ia kemudian menyelesaikan acara makannya dan melanjutkan pekerjaannya, baru beberapa menit ia duduk sebuah ketukan membuatnya melihat pintu ruangannya. Seorang security masuk dan duduk di harapan Edgar dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya.
"Ini bos, " security itu menyerahkan flashdisk pada Edgar.
"Apa ini?"
"Mungkin bos ingin tahu siapa yang mengalahkan pria itu. "
"Dari mana kamu mendapat ini?" tanya Edgar sembari membuka laptopnya dan memasang flashdisk itu.
"Kan ada cctv di basement bos, juga soundnya aktif"
"Bagus. Kau boleh pergi."
Security itu segera keluar dari ruangan Edgar, Edgar menatap layar laptopnya dan mengawasi setiap adegan di sana, ia kemudian menelepon seseorang dari telepon paralel di mejanya.
~~~
~~~
Ara berjalan menuju meja kerja Edgar, Edgar mempersilahkannya duduk.
"Siapa kamu sebenarnya?"
"Apa maksud ucapan anda pak?"
"Siapa kamu sebenarnya? apa tujuanmu?"
"Saya tidak mengerti maksud pak Edgar, " jawab Ara pelan.
Edgar kemudian berdiri dan berjalan menuju tempat dimana Ara duduk, dan berdiri tepat disamping Ara duduk. Edgar memegang bahu Ara sedikit menekan membuat Ara memekik kesakitan karena di sana lah ia tadi terkena pukulan telak dari pria itu.
"Ouch..."
"Aku rasa kamu sudah mengerti apa maksudku."
"Saya tidak punya tujuan apa apa pak, saya hanya tak ingin melihat orang mengambil yang bukan miliknya."
"Lalu kenapa kamu sembunyi?"
"Saya hanya tidak ingin memanfaatkan kemampuan saya, itu saja pak."
Edgar menatap Ara penuh rasa curiga, tidak mungkin dengan kemampuan bela diri, gadis di depannya melamar sebagai seorang office girl, ia bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dengan kemampuannya itu.
"Kenapa kamu jadi office girl, kamu bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dengan kemampuan kamu. "
"Seperti yang saya bilang tadi, saya tidak ingin memanfaatkan kemampuan saya ini pak. "
"Baiklah, aku percaya padamu. Biar aku panggil dokter untuk memeriksa kamu."
"Tidak usah pak, hanya luka kecil. "
"Baiklah, kalau begitu kamu tidak usah ikut lembur besok pada acara besar di ballroom. "
"Tapi pak, semua pegawai kebersihan dan dapur harus stand by, saya tidak ingin diistimewakan."
"Tapi kamu terluka. "
"Itulah kenapa saya tidak diam di tempat pria itu pingsan, karena saya tidak ingin diistimewakan seperti ini."
"Saya tidak mau dengar, kamu besok libur saja tidak usah masuk, kamu boleh kembali bekerja sekarang."
Ara menatap Edgar sejenak, kemudian berdiri dan melangkah pergi meninggalkan ruangan bosnya itu tapi ia menghentikan langkahnya saat suara Edgar memanggilnya.
"Tunggu..."
Ara membalikkan badannya memandang Edgar dengan wajah tanya.
"Terima kasih kamu sudah menyelamatkan dokumen penting hotel ini. "
"Sama sama pak, " Ara kembali melanjutkan langkahnya.
Edgar masih memiliki pertanyaan besar tentang Ara, sepertinya gadis itu memiliki kemampuan yang lebih besar dari itu dan jadi office girl bukanlah tujuan utamanya, tapi ada tujuan lain, tapi apa? Itu yang terus ada dalam fikiran Edgar.
Keesokan harinya Ara tetap masuk seperti biasa, ia tidak mengikuti permintaan Edgar untuk libur karena ia sudah berjanji pada bu Nina untuk masuk dan membantu pada acara besar pesta pertunangan seorang artis terkenal di ballroom hotel ini yang memang sangat luas dan sering dipakai oleh para pejabat dan artis.
Untungnya bu Nina meminta Ara membereskan ballroom dan tidak membersihkan ruangan lantai 25. Ara dan semau OB juga OG hotel bekerjasama membereskan ballroom sebelum tim dekorasi menata semuanya, tengah hari tim dekorasi datang, pegawai hotel keluar dari ballroom kembali ke Tempatnya masing masing.
Ara masih merasakan sedikit sakit di pundaknya karena perkelahiannya kemarin, tapi ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini, ia kemudian pergi dan menyelinap menuju satu tempat.
~~~
~~~
Acara berjalan dengan lancar dan selesai tepat tengah malam, saatnya untuk membereskan semuanya, Ara dan teman temannya sudah mulai membereskan hall ballroom yang luas, mereka bekerjasama sehingga dalam waktu 2 jam sudah selesai semua, mereka semua kemudian beristirahat sejenak menghilangkan lelah sambil bercakap cakap antar rekan.
Edgar memasuki lobby hotel, ia baru saja ada pertemuan penting dengan koleganya hingga hari beranjak larut malam, ia malas pulang karena ini sudah terlalu malam bahkan sudah dinihari, untungnya ia melakukan pertemuan di meeting room hotelnya di lantai dasar juga dan ia menuju ke resepsionis karena ia ingin tidur di hotel saja.
"Siapkan kamar untuk saya," ucap Edgar pada resepsionis.
"Baik pak Edgar," resepsionis itu melihat layar komputer di depannya dan mencari kamar kosong untuk bosnya itu.
"Kamar 2012 pak Edgar," resepsionis memberikan kartu akses pada Edgar. Saat Edgar akan memasuki lift ia melihat Ara berjalan keluar dari lorong dimana ruangan locker bagi pegawai, ia mengurungkan niatnya untuk naik ke lantai 20 dan berjalan menuju Ara.
"Hei kamu!!"
Ara menghentikan langkahnya, matanya membola saat melihat Edgar yang melangkah ke arahnya.
"Pak Edgar!!"
"Kenapa kamu keras kepala? Aku kan bilang tidak usah masuk, malah masuk dan lembur sampai dini hari seperti ini."
"Saya...."
"Biar saya antar pulang," Edgar menarik tangan Ara membuat Ara tersentak, tapi ia tak mencoba melepaskan diri.
Lynagabrielangga