47. PANIK

1410 Kata

Ketika Kin mencoba semakin mendekap tubuh Anya dan memperdalam ciuman, sebuah suara seakan menginterupsi momen romantis mereka. Dengan berat hati, Kin mengakhiri ciuman tersebut. Lantas pria itu menatap Anya dengan wajah yang nampak memerah. “Kamu sudah lapar?” “Sepertinya, Mas.” Anya tidak bisa mengelak. Suara dari perutnya sangat terdengar jelas. Bagaimana bisa di momen romantis seperti ini, harus diganggu dengan protes perutnya yang sepertinya tidak sabar menyantap pasta buatan Kin. Ia hanya bisa merutuki dirinya sendiri, atas kekonyolan yang terjadi di luar kendalinya. Kedua tangan Kin menangkup wajah mungil Anya. Kemudian mencium sekali lagi bibir kekasihanya. “Kita makan sekarang, ya.” “Iya Mas Kin.” Keduanya duduk di meja makan, menikmati menu makanan malam sederhana namun pe

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN