Ketika aku membuka mata, aku berada di sebuah kamar dengan nuansa putih dan abu. Ada tulisan nama Regarta besar sekali di atas seperangkat komputer gaming di sudut ruangan. Aku langsung berusaha untuk duduk karena sedikit bingung. Hingga ingatan tentang kejadian tadi malam kembali hadir dan membuatku mengingat kembali rasa takutnya. “Syukurlah aku masih hidup.” Desahku lega. Mungkinkah laki-laki yang menolongku semalam adalah Regarta? Aku sempat mendengar perkelahian sebelum akhirnya aku pingsan. Masih merinding jika mengingat kembali ekspresi Mang Madun kemarin. Tapi, selain seringai jahatnya yang membuat aku gemetaran, aku juga melihat raut wajah sedih dari ekspresinya. Aku masih tidak mengingat kenapa aku bisa di sebut pembunuh. Aku tidak ingat apapun dan tidak ada yang mau menjelaska