Lapangan futsal SMA Bakti Siswa kini sudah dipenuhi oleh supporter dari lima sekolah yang akan mengikuti rangkaian acara Cup Bakti Siswa yang salah satunya adalah lomba futsal. Beruntung SMA Bakti Siswa merupakan salah satu sekolah swasta elite di Jakarta yang memiliki fasilitas sangat memadai. SMA Bakti Siswa memiliki tiga lapangan. Dua lapangan outdoor untuk futsal dan volly, serta satu lapangan indoor untuk basket.
Hari ini merupakan hari pertama perlombaan di mulai. Jadwal perlombaan hari ini adalah futsal, tari tradisional dan lomba nyanyi. Lomba menyanyi sendiri akan terbagi menjadi tiga sesi, yaitu solo, group dan band.
Alvan saat ini sedang duduk di kursi tidak jauh dari tim futsal sekolahnya menunggu jalannya permainan antara SMA Pelita melawan SMA Patriot sebagai regu A dan B. SMA Bakti Siswa sendiri kebagian giliran menjadi regu D yang akan melawan regu C nanti.
"Van, makan dulu ya? Entar kalo maag lo kambuh pas lagi tanding kan gak lucu," kata Tara yang sejak tadi duduk di samping Alvan. Semula Tara duduk di kursi tribune teratas untuk menonton Alvan bertanding, namun Alvan berhasil menggiring Tara untuk pindah duduk di kursi yang justru dekat dengan tempat para tim yang akan bertanding menunggu giliran atau istirahat sehabis berlomba.
Beruntung Tara tidak sendirian di sana karena ada Maydina, teman Tara sewaktu kelas sebelas dulu yang juga duduk di sana menemani pacarnya yang merupakan kapten tim futsal SMA Bakti Siswa. Setidaknya Tara tidak garing duduk sendirian nanti jika Alvan sedang bertanding. Apalagi di tempat itu lebih didominasi oleh cowok-cowok dari sekolah lain.
"Ah males Ra, entar aja deh abis tanding baru gue makan," kata Alvan sambil menggeleng.
Tara berdecak memprotes. "Ih, Van, kalo lo gak makan nanti kalo lo kambuh pas lagi main terus sekolah kita kalah gimana?"
Alvan memanyunkan bibirnya, "yaelah Ra, jadi lo nyuruh gue makan tuh karena khawatir sekolah kita kalah bukan karena khawatir sama gue?"
Tara memutar bola matanya. Alvan ini selain kadang mengeluarkan sifat bossy juga kadang mengeluarkan sifat manja, seperti saat ini. Mungkin karena jarak umur Alvan dan adiknya lumayan jauh sehingga Alvan sudah terbiasa dimanja sebagai anak tunggal sebelum akhirnya Mama Alvan hamil anak kedua.
Tara yang sudah terbiasa menjadi kakak sejak kecil karena usianya dan Dimas yang hanya terpaut dua tahun membuat Tara cukup biasa mengatasi sikap merajuk semacam ini karena pada dasarnya Dimas yang cukup manja padanya.
"Gue bawa bekel lho, Van, bawa nasi goreng kornet," kata Tara membujuk.
Alvan terlihat tertarik. "Serius?"
Tara mengangguk sambil tersenyum, "iya makanya lo makan, ya?"
Oh Tara, andai saja dia tau kalau Alvan sejak tadi hanya berpura-pura tidak mau makan demi mendapat perhatian darinya.
Sebenarnya Alvan memang sudah berniat untuk mengajak Tara ke kantin menemaninya makan sebelum bertanding, tapi sebelum niat Alvan itu terlaksana, Tara sudah menyuruhnya untuk makan membuat Alvan justru sengaja menolak agar Tara menbujuknya.
Tara tidak tau saja sejak tadi Alvan setengah mati menahan senyum girangnya karena mendapat perhatian kecil dari Tara.
Alvan tambah senang melihat bagaimana cara Tara membujuknya, penuh dengan kesabaran. Gemas!!!
"Van, mau ya?" tanya Tara lagi membuat Alvan akhirnya mendapat sebuah rencana jahil.
"Oke, tapi suapin!"
Tara terperangah. "Hah?"
Alvan lalu mengedikkan bahu sok cuek. "Ya terserah lo, kalo gak mau nyuapin ya gue gak mau makan!"
"Yaudah."
"Yaudah mau nyuapin?" tanya Alvan bersemangat, gagal mempertahankan wajah sok cueknya.
"Yaudah gak usah makan!" balas Tara ketus membuat Alvan sweetdrop.
Yah, gagal deh modus alaynya.
"Yah, jangan ngambek Ra, iya-iya gue makan, tadi bercanda doang kok," ucap Alvan memelas sambil memegangi lengan Tara. Takut gadis itu beneran ngambek.
Tara memasang wajah datar. Padahal dalam hati Tara tertawa geli.
"Yaudah." Tara lalu mengangkat ranselnya yang tergeletak di dekat kakinya. Tara lalu mengeluarkan sebuah tupperware oranye dari tasnya beserta sendok yang dibungkus tissue.
Alvan menunggu Tara menyiapkan makanannya dan Alvan tidak bisa untuk tidak tersenyum. Ya Tuhan, Alvan mau seterusnya seperti ini. Perlakuan-perlakuan Tara yang meskipun hanya perlakuan kecil tapi manis membuat Alvan ketagihan. Bersama Tara semua terasa lengkap.
Oke, mungkin hanya satu yang masih kurang.
Status.
Iya, hubungan mereka masih belum memiliki status.
Iya belum, tapi segera. Batin Alvan.
Alvan menyuap nasi goreng yang Tara bawa dengan hikmad. Bilangnya saja malas tapi sekarang Alvan justru makan seolah besok akan kiamat. Gak nyantai.
"Van, selow aja sih, masih lama kok tandingnya!" kata Tara melihat Alvan yang terlihat terlalu bersemangat menyantap bekalnya itu.
Bahkan Alvan lupa kalau bekal itu bukan miliknya. Dasar.
Alvan menelan hasil kunyahannya, sudah siap untuk menyuap lagi namun tiba-tiba dia teringat si pemilik asli bekal tersebut, "Yaampun gue ampe gak inget ini kan bekel punya lo ya, Ra, lo gak makan?" tanya Alvan melihat Tara yang hanya diam saja pasrah melihat makanannya disantap Alvan.
"Oh, masih inget gue, Van?" tanya Tara sambil tersenyum geli.
Alvan cengengesan sambil menyodorkan sesendok nasi goreng. "Nih, aaa..." Alvan membuka mulutnya sambil bersuara khas gaya orang yang sedang menyuapi.
Tara refleks memundurkan kepalanya, kaget dengan sikap Alvan tersebut. "Eh?"
Alvan mengernyit. "Kenapa? Jijik ya pake satu sendok bareng-bareng? Gue gak rabies, kok," kata Alvan bercanda.
Tara menatap Alvan dengan ragu. Tara tidak pernah menggunakan satu sendok yang sama dengan orang lain kecuali keluarga dan teman dekatnya, itupun hanya sesama perempuan.
Jijik? Mungkin tidak. Hanya tidak terbiasa saja. Apalagi Alvan adalah orang baru dalam hidupnya. Tapi...kenapa rasanya dia sudah sangat dekat dengan Alvan? Perkenalan mereka bahkan masih bisa dihitung dalam hitungan minggu.
Tara menggeleng, "abisin aja, gue udah jajan batagor tadi, masih kenyang." Tara tidak berbohong soal ini. Tara memang sengaja jajan batagor tadi sebelum ke lapangan futsal karena bekal yang dia bawa memang ingin diberikan ke Alvan.
Alvan mengangguk. Dia tidak ingin memaksa terlalu jauh. Wajar saja Tara menolak, mereka kan bukan siapa-siapa. Dekat sih, tapi kan belum ada hubungan resmi diantara keduanya.
Kalau Alvan sendiri sih sebenarnya cuek-cuek saja menggunakan sendok bahkan sedotan yang sudah digunakan Tara selama ini. Bukan hanya Alvan, bahkan hampir kebanyakan cowok memang cuek soal hal-hal semacam ini. Berbeda dengan cewek-cewek yang mungkin risih jika harus menggunakan satu sendok bersama-sama dengan cowok. Tidak semua sih, tapi kebanyakan seperti itu. Maka Alvan memaklumi.
Alvan lalu menghabiskan bekal Tara dalam diam. Begitupun Tara yang juga diam saja menonton pertandingan yang sedang berlangsung.
"Temen-temen lo mana, Van?" tanya Tara karena tidak menemukan satupun dari teman-temannya yang muncul di lapangan futsal.
"Haryo lagi latihan basket soalnya besok dia tanding, kalo Fadhil kayaknya lagi di sekretariat OSIS entah ngapain, terus kalo Nino sama Putra kayaknya lagi di aula," kata Alvan sambil menutup kotak bekal Tara yang sudah ludes isinya.
Tara mengernyit. "Hah? Aula? Lah, Putra sama Nino ikut lomba tari tradisional?"
Alvan terkekeh, "lomba modusin cewek iya, Ra. Mereka mah lagi modusin cewek-cewek dari sekolah lain yang bakal ikut lomba tari, sok-sok nyamar jadi panitia sambil modus," kata Alvan membuat Tara melongo tidak percaya.
"Kok kocak sih?" Tara terkekeh membayangkan bagaimana kedua teman dekat Alvan itu sedang berusaha modusin cewek-cewek yang akan mengikuti lomba tari.
"Kelamaan jomblo sih mereka, maklumin aja!" kata Alvan asal.
Tara memainkan sebelah alisnya sambil tersenyum meledek, "gak ngaca diri, sendirinya juga jomblo!"
Alvan lantas berhenti tertawa dan menatap Tara. "Iya sekarang jomblo, bentar lagi juga enggak kok." Ada keyakinan dan pesan tersirat saat Alvan mengatakannya.
Entah kenapa Tara bersemu mendengarnya, padahal Tara tau Alvan jelas-jelas hanya modus saja. Tara ingin berkata pada dirinya sendiri untuk tidak terbuai dengan kata-kata modus atau gombal yang keluar dari mulut Alvan. Bukan karena tidak suka atau takut Alvan hanya bohong semata. Tapi Tara hanya ingin menjaga dirinya untuk tidak kecewa. Tapi jelas saja gagal.
Tara tetaplah seorang cewek yang akan berbunga jika diperlakukan seperti itu dengan cowok yang dia suka.
"Apaansih lo, alay!"
Alvan terbahak. Senang sekali Alvan jika sudah berhasil membuat Tara salah tingkah. Judes-judes gemesin minta dipeluk.
***
Jauh dari tempat Tara dan Alvan duduk, sepasang mata tengah menatap pemandangan tersebut tajam. Tangannya terkepal, berusaha menghalau rasa nyeri yang tiba-tiba menyerang dadanya.
"Yo! Ayo ke panggung, bentar lagi acara udah mau mulai. Lo kan nomer urut lima!"
Gio, orang yang dipanggil itu menoleh. Dilihatnya Dimas sedang berdiri sambil menyandang tas gitarnya terlihat menunggunya.
"Woy, malah bengong! Buruan!"
Gio mengangguk lalu langsung menghampiri sahabatnya tersebut dan berjalan beriringan.
"Tara--eh maksud gue kak Tara gak nontonin lo, Dim?" tanya Gio.
Dimas mengedikkan bahu. "Katanya dia mau nonton futsal dulu, nanti kalo gue udah mau tampil gue suruh ngeline dia."
Gio mengangguk. "Bisa tolong suruh dia nonton penampilan gue , gak?"
Dimas mengerjap ragu. "Hm, iya entar gua bilangin. Tapi gak janji dia mau," kata Dimas.
Gio hanya mengangguk lesu.
Lo harus nonton, Tar, harus.
***
Gio tengah menunggu gilirannya dipanggil untuk maju ke panggung. Dimas sendiri duduk di sebelahnya sambil berlatih berdua dengan Gina--teman duetnya--sambil memainkan gitar.
Sedangkan Gio memilih untuk memainkan ponselnya sambil menunggu giliran.
Ohiya Gio merupakan perwakilan dari sekolahnya untuk lomba menyanyi solo, sedangkan Dimas mewakili lomba menyanyi group. Tadinya Gio dan Dimas berencana tampil bertiga dengan Gina sebagai grup akustik, tapi karena Debby yang semula akan menjadi perwakilan menyanyi solo dari sekolah mereka mendadak dirawat di rumah sakit dua hari sebelum lomba dimulai, maka Gio menggantikannya untuk tampil solo.
"Lo udah apal chordnya, Yo? Gue gak liat lo latihan sama sekali dah!" kata Gina yang melihat Gio santai-santai saja bermain hp padahal sebentar lagi gilirannya tampil. Bahkan gitar milik Gio terabaikan begitu saja disampingnya.
"Gampang elah, udah hafal diluar kepala, sambil merem juga jadi."
"Dih, songong."
Gio mengabaikan cibiran Gina dan memilih untuk menscroll timeline instgramnya. Tiba-tiba dia teringat aplikasi snapchat yang akhir-akhir ini sering ditengoknya.
Bukan untuk update tentu saja. Tapi untuk memantau Tara.
Iya, Gio bahkan mendownload aplikasi tersebut karena Tara.
Nama Tara tertera di recent updates begitu Gio membukanya. Dilihat Tara baru saja mengupdate satu menit yang lalu. Dengan penasaran Gio membukanya dan seketika hatinya terbakar cemburu.
Baru saja Gio akan mengirimkan snapchat kepada Tara, panitia sudah memanggil nomor urutnya membuat Gio terpaksa memasukkan ponselnya ke saku celananya.
Dimas mengedikkan dagu ke arah Gio sebagai tanda bahwa sahabatnya itu mensupportnya. Gio mengangguk ke arah Dimas lalu berjalan sambil membawa gitarnya ke atas panggung.
Teriakan riuh terdengar saat Gio menaiki panggung. Sepertinya kehadiran Gio di SMA Bakti Siswa turut memberikan pemandangan segar bagi orang-orang yang ada di sana. Bukan hanya murid-murid dari sekolah Gio yang memang datang khusus menjadi supporter atau peserta lomba, murid-murid dari sekolah lain termasuk murid SMA Bakti Siswa—yang berjenis kelamin perempuan—cukup antusias. Giovani Ardana memang memiliki wajah yang bisa dibilang ganteng, wajar eksistensinya menimbulkan perhatian dari para kaum hawa.
Sayang, Gio hanya memandang satu orang gadis saja. Dan selalu dia.
"Mic check one, two three," ucap Gio sambil menepuk-nepuk microfon lalu berdehem sebelum kembali berucap, "hai semua, nama gue Gio dari SMA Patriot, gue mau bawain sebuah lagu yang emang jadul banget, bahkan lagu ini rilis setahun sebelum gue lahir. Gue gak sengaja denger ini lagu di radio dan lagunya pas banget sama nasib gue."
"Whoaaaa...."
Terdengar suara riuh saling sahut mengomentari ucapan Gio, mulai dari yang gemas, jijik, penasaran dan lain-lain.
Gio sendiri tampak cuek dengan komentar dan reaksi orang-orang yang menontonnya. Ini adalah rangkaian dari rencananya. Hanya tanggapan satu orang yang ingin diketahuinya. Gio bahkan tidak perduli kalau dia kalah dalam perlombaan tersebut. Dia hanya ingin tau reaksi Tara. Iya, Tara.
Mata Gio menelisir kerumunan penonton yang memadati area panggung. Tidak sulit menemukan Tara jika gadis itu berada di antara kerumunan tersebut. Mata dan hati Gio selalu akan bisa menemukan Tara bahkan di keramaian. Tapi kali ini Gio tidak bisa menemukannya. Bukan karena kemampuan mata dan hatinya yang sudah tidak sanggup, melainkan karena Tara yang memang jelas tidak ada di sana.
Gio mengambil posisi duduk di kursi yang tersedia, mengatur tinggi mic agar pas lalu memetik-metik senar gitarnya sebagai pemanasan sebelum kembali bicara di mic. "Judul lagunya Risalah Hati dari Dewa 19 dan lagu ini gue persembahin khusus buat satu orang cewek yang gue sayang. Tara Andini Juniarty, ini lagu buat lo."
"WHOOOOOAAAAAA"
"CIEEEEEE"
"HUUUU"
"AAAAAA"
Berbagai macam reaksi dan teriakan kembali bersahutan ketika Gio selesai mengatakannya. Kebanyakan menjerit iri kepada cewek yang namanya disebutkan Gio barusan. Beberapa yang mengenal siapa nama yang disebutkan Gio terkaget-kaget, beberapa lagi bahkan mulai bergunjing dan mengutuk cewek yang sialnya ditaksir oleh Gio tersebut.
Tanpa mereka bahkan Gio sendiri sadari, seseorang yang namanya baru saja disebut oleh Gio itu tengah mematung berdiri di koridor yang letaknya tidak terlalu jauh dari panggung. Dia mendengarnya dengan jelas. Iya, Tara mendengar ketika namanya disebut.
Gio mulai memetik senar gitarnya dan saat itu juga suasana langsung berubah hening. Semua langsung diam ingin mendengar nyanyian Gio.
Hidupku tanpa cintamu, bagai malam tanpa bintang
Cintaku tanpa sambutmu, bagai panas tanpa hujan
Jiwaku berbisik lirih, kuharus memilikimu
Seolah tersadar seseorang yang sejak tadi ia cari tengah memandanginya Gio pun melirik ke arah koridor tempat Tara berdiri kaku.
Gio tersenyum dalam nyanyiannya. Matanya memancarkan keseriusan. Gio ingin Tara tau kalau lagu yang ia nyanyikan bukan sekedar sebuah lagu. Gio ingin Tara tau kalau lagu yang tengah dinyanyikannya tulus dari dalam hati dan benar-benar ingin ia sampaikan kepada Tara.
Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta, kepadaku
Beri sedikit waktu, biar cintadatang karena telah terbiasa
Tara terhenyak. Dia bisa merasakan ketulusan itu. Iya, Tara merasakannya.
Simpan mawar yang kuberi, mungkin wanginya mengilhami
Sudikah dirimu untuk kenali aku dulu
Sebelum kau ludahi aku
Sebelum kau robek hatiku
Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta, kepadaku
Beri sedikit waktu, biar cinta datang karena telah terbiasa
Gio menyelesaikan lagunya dengan sempurna. Suara dan alunan gitar akustiknya terdengar sangat pas sehingga berhasil membius semua yang ada di sana. Beberapa bahkan sampai berkaca-kaca.
Mungkin banyak diantara mereka bahkan tidak tau lagu ini sebelumnya dan mendadak jadi suka. Beberapa yang memang tau juga bahkan langsung ikut bernyanyi namun dengan suara pelan karena tidak ingin mengkotaminasi suara Gio.
Dan bisa dipastikan setelah ini jumlah cewek-cewek yang mengidolakan Gio semakin bertambah pesat. Tidak hanya tampan tetapi Gio memiliki suara bagus, keahlian bermain gitar dan ROMANTIS!
Gio tersenyum puas ketika Tara masih berdiri di tempatnya semula, menatapnya dengan tatapan terkejut, pias dan...entahlah. Gio buru-buru berbicara di mic, "Tara, gue sayang sama lo dan akan selalu sayang sama lo. When we first met, I had no idea that you'd be so important to me. But right now I'm here, telling you that there hasn't been a day that I stopped wanting you. I want you, with all of my heart, I love you more than words can even show."
Entah bagaimana caranya acara lomba menyanyi itu kini menjadi acara pernyataan cinta, tapi sepertinya tidak ada yang protes karena kejadian ini termasuk kejadian langka. Jarang-jarang ada yang melakukan aksi menyatakan cinta di depan umum ini di SMA Bakti Siswa. Oh ada, tahun lalu. Dan orang itu adalah Alvan. Iya, kejadiaannya adalah saat class meeting, Alvan menyatakan cintanya kepada Ify seusai memenangkan pertandingan futsal di lapangan.
Gio menutup pernyataan cintanya dan turun dari panggung diiringi tepukan riuh dan teriakan kagum. Tapi Gio belum merasakan kepuasan sebelum dia menemui Tara dan mendengar jawaban gadis itu.
Dan Gio kini sedang berjalan ke arah Tara untuk mendengarnya.
***
Alvan tidak fokus saat Raka mengoper bola ke arahnya dan ia justru kehilangan bola tersebut yang kini sedang digiring tim lawan ke arah gawang mereka.
Alvan yang tiba-tiba menjadi linglung hanya bisa diam saat bola itu berhasil ditendang melewatinya dan masuk dengan mulus ke gawang SMA Bakti Siswa. Bunyi pluit pun berbunyi tanda akhir dari permainan dengan skor SMA Garuda yang unggul dua angka diatas SMA Bakti Siswa, bertanda SMA Garuda lah yang akan masuk ke babak final melawan SMA Pelita.
Alvan meminta maaf pada rekan-rekannya karena kekalahan mereka cukup banyak disebabkan olehnya. Tapi Raka, sebagai kapten menggeleng sambil menepuk bahu Alvan berusaha menghibur, "selaw Van, lagian kita udah keseringan menang, sekali-kali kalah gak apa-apa!"
Mendengar kata-kata Raka barusan Alvan pun berusaha memaksakan senyuman. Alvan tidak bisa dengan tulus tersenyum saat ini. Tidak selama dia masih membayangkan pemandangan yang tadi dilihatnya.
Pemandangan saat Tara menarik lengan Gio entah kemana.
Alvan langsung berlari ke halaman utama Bakti Siswa yang kini dijadikan lokasi panggung lomba menyanyi diadakan setelah menyelesaikan pertandingan futsal babak pertama begitu mendengar kabar bahwa seorang siswa dari Bakti Siswa bernama Tara Andini Juniarty ditembah oleh salah satu peserta lomba menyanyi dari sekolah lain. Entah kenapa Alvan langsung teringat sosok Gio. Entah apa yang Alvan pikirkan, tiba-tiba saja dirinya sudah berlari begitu saja berharap bisa menemukan Tara.
Lari Alvan memang tidak sia-sia karena dia berhasil menemukan Tara.
Tetapi Alvan kehilangan semangat dan harapannya saat melihat Tara yang sedang menarik Gio pergi. Pemandangan tersebut membuat Alvan bertanya-tanya dalam resah, apa mereka...udah jadian?
"Alvan!"
Alvan menoleh ketika mendengar namanya dipanggil oleh suara yang tidak asing. Dahi Alvan mengernyit, "Alea?"