Bab 44 — Bayangan yang Menuntun Pulang

1179 Kata

Bima menatap layar komputer di hadapannya, namun huruf-huruf di sana seolah menari tanpa arti. Matanya kosong, pikirannya jauh tersesat. Sejak kepergian Nadira dari kantornya siang tadi, dadanya terasa sesak. Ada sesuatu dalam tatapan wanita itu—campuran antara luka, amarah, dan dendam—yang membuat hatinya terus bergetar hingga kini. Ia tahu, Nadira tak akan berhenti. Kata-katanya bergema di kepala Bima seperti gema di ruang kosong: “Kalau kau tak mau ikut, aku akan melakukannya sendiri. Karena seseorang harus membayar atas semua ini, Bima.” Bima memejamkan mata, mengembuskan napas berat. Dulu ia mungkin akan menganggap ucapan itu sekadar luapan emosi. Tapi kini, setelah melihat dinginnya tatapan Nadira, ia tahu, ini bukan ancaman kosong. Ia berdiri, berjalan menuju jendela besar di rua

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN