Suara notifikasi ponsel memecah kesunyian sore di rumah Arga. Alya baru saja menidurkan Adrian yang kini sudah beranjak remaja, tubuhnya tinggi, wajahnya mirip Bima tapi dengan tatapan mata yang entah kenapa selalu mengingatkan Alya pada Arga. Ia duduk di ruang tamu, mencoba menikmati teh hangat yang mulai mendingin. Hari itu seharusnya tenang—seharusnya. Namun suara ting kecil dari meja membuat napasnya tersendat. Pesan dari nomor tak dikenal. Satu kalimat singkat yang langsung membuat darahnya seolah berhenti mengalir. “Kau ingin tahu siapa sebenarnya Alya?” Jari-jari Alya gemetar. Tubuhnya menegang, pandangannya terpaku pada layar yang seolah menatap balik, menantang. Pesan itu tidak datang begitu saja. Ia tahu, seseorang di luar sana sedang mencoba mengguncang hidupnya. Dan dala

