Tangan Selena ditarik oleh Sarah dengan kasar. Ringisan keluar dari bibir Selena, dia menggeleng pelan, tidak mau pergi dengan ibu mertuanya menuju hotel menyiapkan pernikahan suaminya dengan wanita itu.
“Ma … aku mohon. Jangan paksa aku untuk menyiapkan pernikahan Mas Calvin dan Maya. Aku tidak mau Ma.” Ucap Selena memohon berharap ibu mertuanya ini akan mendengarkan apa yang dikatakan oleh dirinya. Dia lebih baik di rumah saja, dibanding menyiapkan pernikahan suaminya dengan wanita lain.
Sakit membayangkan. Dirinya akan dimadu. Dia juga yang menyiapkan pernikahan suaminya dengan wanita itu.
Plak!
Tamparan itu dilayangkan oleh Sarah padanya. “Lancang kamu ya! Kamu enggak mau balas budi pada putra saya? Sadar kamu dengan apa yang kamu bilang? Putra saya itu sudah banyak jasanya pada kamu dan keluarga kamu yang miskin itu. Cuman bantu untuk menyiapkan pernikahannya dengan Maya saja, kamu sebegininya menolak. Bilang sama saya, kamu itu pasti enggak mau berbagi harta dengan Maya. Kamu mau semua harta Calvin menjadi milik kamu. Benar bukan?” tanya Sarah menatap penuh tuduhan pada Selena.
Selena menggeleng. “Enggak Ma! Wanita mana yang mau dimadu oleh suaminya sendiri. Nggak ada wanita di dunia ini mau berbagi suami dengan wanita lain. Melihat suaminya menikah dengan wanita lain. Sampai-sampai membantu pernikahan itu? Sudah gila Ma!” kata Selena, menangis terisak meremas dadanya.
Dia tiddak peduli dengan yang namanya kekayaan. Dia hanya mau hidup bahagia. Asalkan suaminya setia pada dirinya tidak akan pernah menduakan dirinya. Selena hanya butuh kesetiaan bukan bergelimang dengan yang namanya harta.
Sarah tertawa sinis mendengar apa yang dikatakann oleh Selena. “Wanita mana yang tak mau dimadu? Selena. Hei! Wanita miskin. Kamu kira anak saya akan memadu kamu. Tunggu aja anak haram kamu itu lahir. Setelah itu kamu akan dicampakkan oleh Calvin. Saya sebenarnya mau Calvin itu usir kamu sekarang. Tapi dia nggak mau. Soalnya kamu sebagai wanita miskin, pasti nanti buat cerita heboh dan menjelekkan nama anak saya. Saya tidak mau nama anak saya jelek. Tunggu saja kamu akan terusir.” Ucap Sarah, langsung menarik tangan Selena kembali.
Memasukkan Selena ke dalam mobil. “Jangan nangis! Sakit telinga saya dengar kamu ini nangis terus kerjaan. Nggak capek itu mulut kamu nangis terus. Mau saya sobek mulut kamu?” tanya Sarah.
Selena menggeleng. “Ma, Mama nggak ada rasa kasihan lihat saya. Kita itu sama-sama perempuan Ma. Coba bayangkan kalau Papa akan menikah lagi. Lalu keluarga Papa setuju dengan pernikahan dengan wanita yang akan dinikahi oleh Papa. Apakah Mama tidak sakit hati?” tanya Selena lembut, berusaha untuk membuat mertuanya ini sadar dengan apa yang dikatakan oleh dirinya.
“Ya, saya sudah bilang. Kamu dan saya itu beda Selena. Kasta kita saja sudah beda, kamu mau menyamakan saya dengan kamu yang miskin ini. Enggak akan sama. Kamu itu cuman manusia rendahan yang ditampung oleh putra saya di rumah mewahnya. Memberikan uang yang banyak untuk kamu dan orang tua kamu yang miskin. Udahlah. Nggak usah cari orang yang mau bela kamu. Enggak akan ada yang mau bela kamu.” Ucap Sarah memainkan ponselnya.
“Ma, saya rela nggak punya harta banyak. Asalkan suami saya setia. Saya menerima Mas Calvin dulu bukan karena dia orang kaya. Tapi dia yang menjanjikan kebahagiaan untuk saya. Namun ternyata palsu.” Gelak Selena dengan wajah menyedihkan.
“Kamu bilang enggak perlu harta? Itu Ibu kamu seneng banget waktu tahu anak saya mau nikahin kamu. Jijik saya lihat manusia munafik kayak kamu ini. Nggak kayak calon mantu kesayangan saya. Maya itu sempurna dan nggak munafik kayak kamu ini. Dia itu memang pantas banget sama Calvin. Keduanya cocok banget. Saya dulu udah pernah bilang sama Calvin, untuk nikahin kamu. Tapi dia keras kepala. Terbukti sekarang, kalau dia nyesel nikah sama kamu. Untungnya anak saya nggak telat sadarnya.” Selena tertawa kecil.
“Pak berhenti dulu di depan ya. Saya mau beli makanan untuk Maya. Dia udah lebih dulu di hotel. Dan kayaknya dia mau makan sesuatu gitu. Kasihan nanti, saya sampai di situ dia nggak ada makan apapun.” Sarah menyuruh supir untuk berhenti di toko kue depan. Memikirkan Maya—calon mantu kesayangan katanya.
Padahal di sampingnya ada menantu sahnya. Yang lebih harus diperhatikan. Selena yang hamil cucu wanita itu. Seolah tidak dianggap dan malah bersikap cuek pada Selena.
“Kamu tunggu di sini. Nggak usah turun. Buat saya malu aja nanti kalau kau turun. Lihat itu baju kamu. Calvin udah belikan baju mahal-mahal. Kamu malah pakai baju murahan kayak gitu! Pantas sih dipakai sama kamu. Sama kayak kamu murahan.” Hina Sarah turun dari dalalm mobil.
Selena menatap pada pakaiannya dan menangis terisak mendengar penghinaan dari ibu mertuanya tentang pakaiannya ini. Bagi Selena, pakaian ini bagus. Kenapa harus dihina dengan mengatakan dia juga murahan.
“Neng, ndak usah nangis Neng. Neng kalau ndak kuat yo pergi. Bapak saja yang dengar apa yang dikatakan oleh Nyonya pada Neng, buat Bapak sakit hati dengarnya” ucap Pak Supir, yang membuat Selena mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki paruh baya itu mengangguk. Lalu dia menatap pada Sarah yang sudah membawa beberapa bungkus kue yang dia tahu itu untuk Maya.
Sarah masuk ke dalam mobil, matanya menatap sinis pada Selena. “Kenapa? Kau mau? Beli sendiri. Kau tidak boleh mengambil kue milik Maya. Calon menantuku itu tidak pantas mendapatkan bekasan dari kamu,” ucap Sarah tajam.
Selena tertawa kecil mendengarnya. Bekasan? Kalau begitu Maya mendapatkan Calvin yang sudah menjadi bekasnya begitu? Ingin Selena membalikkan ucapan wanita ini. Namun dia tidak mau berdebat dengan Sarah lagi.
“Maya pasti suka dengan kue ini. Katanya kue buatan di sana itu memang enak-enak. Pak! Nanti coba untuk berhenti di salah satu kafe yang jual minuman enak juga ya. Saya mau membelikan untuk Maya, dia kasihan udah nunggu lama pasti di hotel,” ucap Sarah lembut dengan senyuman lebarnya.
Selena menatap ke arah luar seolah menulikan telinganya. Mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah—ibu mertuanya, yang menyayangi pelakor di rumah tangganya bersama Calvin.
Dia masih ingin tertawa sumbang dengan kata bekasan? Maya tidak mau bekasan makanan darinya. Maka dia merebut suaminya yang menjadi miliknya sebelumnya. Sama saja dengan bekasan bukan? Calvin lebih dulu menyentuh dirinya dibanding Maya sendiri.