The Tragedy

3032 Kata
Dua hari Hans dan Ken tidak ada di rumah membuat Lucy gila setengah mati, gadis itu ditemani oleh Sarah yang tengah menepuk-nepuk pundaknya. Meskipun Sarah ditinggal oleh Ken, pria itu masih mengabarinya sedangkan Lucy sama sekali tidak dikabari oleh Hans. "Bersabarlah, Lucy. Mr.Stone mencintaimu karena itulah dia benar-benar marah padamu." Lucy menjatuhkan setetes airmatanya, "Tapi aku takut ia akan pergi meninggalkan aku." Sarah menghela napas menatap pemandangan taman kemudian menatap Lucy lagi, "Lebih baik kita makan." "Aku sedang tidak bernafsu." tolak Lucy. Sarah memajukan bibirnya, "Ayolah, aku dan bayiku tidak akan makan jika kau tidak makan." Lucy menghela napas, "Jangan Sarah." "Kalau begitu ayo kita makan bersama, belakangan ini kau tidak bernafsu untuk makan dan masuk angin terus." ucap Sarah menarik Lucy. Lucy menghela napas dan pasrah ditarik menuju ruang makan. Saat Lucy memakan makanannya tanpa nafsu ia lagi-lagi berlari ke washtafel dan memuntahkan isi perutnya. Sarah menghela napas dan mengelus pundak gadis itu. Setelah selesai, ia kembali ke meja makan, kali ini ia hanya meminum air putih dan ia menatap Sarah yang memakan mangga muda membuatnya menginginkannya juga, segera ia melahapnya. "Lucy?" Panggil Sarah menaikkan alis kanannya. "Hm?" Jawab Lucy masih asyik memakan mangga muda. "Are you pregnant?" Lucy langsung tersedak dan segera menenggak air mineralnya. Setelah dipikir-pikir ia belum ada datang bulan sejak mereka berlibur di Indonesia. Lucy memerah. "A-aku tidak tahu." "Kau sudah datang bulan?" Lucy menggeleng dengan wajah yang merona, Sarah tersenyum ia mengharapkan Lucy hamil dan mereka kembali seperti sebelumnya. Sarah mengirim pesan pada Ken yang mengatakan pada Ken bahwa Lucy hamil dan memintanya untuk memanggilkan dokter, Ken yang ingin memberitahukannya pada Hans mengurungkan niatnya saat Sarah bilang bahwa, Biarkan Lucy yang menyampaikan berita menggembirakan ini. Setelah memanggil dokter kandungan dan ternyata Lucy positif hamil gadis itu langsung kegirangan. Sarah menanyakan keberadaan Hans dan Ken pada pria itu namun tidak juga dijawab, mungkin pria itu sibuk. "Sarah, aku benar-benar tidak sabar bertemu dengannya!" Gumam Lucy tiba-tiba saat keduanya asyik menonton TV. Sarah hanya terkekeh dan terdengar dari ruang tamu ada suara pintu terbuka. Lucy tersenyum bahagia ke arah Sarah, "Ken pasti menyuruh Hans pulang!" Segera ia menuju ruang tamu dan terkejut saat mendapati pria itu berciuman dengan seorang wanita. Di sana tidak ada pengawal karena Hans mengusirnya. Hati Lucy tertusuk, melihat Hans sedang asyik dengan gadis itu tanpa mempedulikan dirinya yang menatap Hans dengan mata penuh airmata. Mata Lucy terbelalak saat dapat mengenali gadis yang bersama Hans itu, Tiffany. Lucy mengepalkan tangannya dan membanting pintu menuju keluar. Mereka berhenti dan menatap kepergian gadis itu. Tiffany menyeringai, "Ternyata kau benar-benar mirip Hans, Malvin. Bahkan tubuhmu pun benar-benar nik-" Belum sempat Tiffany menyelesaikan perkataannya Malvin sudah menarik diri dan menjauh darinya, pria itu segera membenarkan dasi dan pakaiannya kemudian menuju mobil yang ia parkirkan jauh dari mansion itu. ★ ★ ★ ★ ★ ★ Lucy terus berlari, ingatan tentang Hans dan Tiffany membuatnya benar-benar sakit hati, ia sudah tidak kuat, ia akan pergi dari hidup Hans selama-lamanya. Sadarlah akan posisimu kau hanyalah turis asing, Hans hanya memanfaatkanmu untuk menyembunyikan Chloe dan sekarang Chloe sudah mati, cepat atau lambat kau akan ditinggalkan oleh Hans karena Hans lebih memilihku! Cepat tinggalkan dia atau kubuat kau menderita! Kau bertanya mengapa dia melakukan ini? Karena ia tidak ingin kau sedih! Entah ia menganggapmu apa tapi ia cukup bingung untuk menjauhkanmu dari hidupnya! Ia hanya kasihan padamu Jadi surat itu benar? Dan orang itu adalah Tiffany? Kau hanya kasihan padaku, Hans? Aku tidak menyangka akan sesakit ini.... Bruk! Tiba-tiba saja mobil melaju dengan cepat menabrakan tepat di tubuhnya membuatnya tak sadarkan diri. Tempat itu benar-benar sepi, orang yang menabraknya itu pun keluar dengan kantung darah dan menumpahkannya begitu saja di kepala gadis itu kemudian memotretnya, sedangkan dari kejauhan Malvin memantau anak buahnya untuk melakukan tugas dengan benar. Setelah puas memotret gadis itu, sebagian dari anak buahnya mengangkat Lucy ke dalam mobil dan meninggalkan seorang mayat wanita yang habis mereka tabrak hingga tewas sebelumnya. Tidak lupa mereka menaruh dompet di jeans wanita itu kemudian menghapus sidik jari kemudian mereka pergi. Malvin menyeringai, "Sempurna seperti rencanaku." ★ ★ ★ ★ ★ ★ Satu hari setelahnya akhirnya Hans kembali pulang karena bujukan Ken yang sangat memaksa dan baru saja ia mendudukan tubuhnya di sofa. Plak! Satu tamparan mulus mendarat di rahang tegas pria tampan itu, Sarah. Gadis itu melemparkan koran pada Hans dengan mata bengkak yang terus mengeluarkan airmata. "Lucy meninggal!" Mata Hans membulat sempurna gertakkan giginya mengeras, "Apa maksudmu?!" "Baca koran itu!" Ken yang masih shock dengan pemandangan itu masih membatu, ia tidak percaya. Hans membaca koran yang berjudul Lucy Stone Died and Mr.Stone Didn't Come to Her, airmatanya mengalir begitu saja saat melihat foto yang menampilkan Lucy berdarah tak sadarkan diri. Ia terus membaca dengan teliti di mana gadis itu dikuburkan. Siapa yang mengurus pemakaman Lucy? "Dia hamil!" Tangis Sarah pecah dan langsung dipeluk oleh Ken. Hans mematung, sakit di hati dan kepalanya membuatnya membatu dan meringis memegangi kepalanya. ★ ★ ★ ★ ★ ★ Lucy terbangun dan langsung panik saat ia mengingat bahwa dirinya ditabrak oleh mobil, ia langsung berusaha memegangi perutnya namun tangannya diikat di kursi. Lucy berdecak ini terjadi padanya yang kedua kalinya. Matanya menjelajahi ruangan dan melihat gadis yang kurang lebih seumuran dengan dirinya. "How your sleep?" Gadis itu tersenyum sinis. Lucy menatapnya tajam, "Siapa kau?" Gadis itu tertawa, "Kau benar-benar berbeda dari sebelum kau menikah dengan Hans, kau yang sekarang sangat berani." "Siapa kau?" Tanya Lucy setengah sabar. Gadis itu kembali duduk di kursinya, menyilangkan kakinya layaknya ratu dengan angkuhnya, menyeringai dengan bangga memperkenalkan dirinya, "Aku Lyla Justins, salah satu Manajer Mr.Hans Stone." Lucy terkekeh, ia sudah menduga pasti ada gadis yang menggilai Hans mencoba untuk menyakitinya. Lucy tersenyum mengejek, "Kalau begitu perkenalkan, Aku Lucy Stone, istri dari Hans Stone." "Sombong sekali kau!" Lucy terkekeh sekali lagi, "Mirror." "Kau tidak akan pernah bisa bersatu dengan Hans!" Lucy tersentak dengan perkataan Lyla, menunduk terus mengingat setiap rinci adegan pria itu b******u dengan Tiffany, betapa kejamnya Hans membunuh seorang gadis di depannya, hampir membunuhnya dengan kobaran api panas, bicaranya kasar, menyetubuhinya dengan kasar, membuat memar di tubuhnya. Apa benar kau mencintaiku, Hans? Gadis itu menjatuhkan bulir beningnya, betapa sakit hatinya saat ini, seperti dipukul dengan benda keras sehingga sulit bernapas. Lyla mendekati Lucy dan mencengkram rahang gadis itu, "Bersiaplah karena kau akan mati!" Lucy benar-benar terluka ia pikir ia tidak perlu lagi hidup, "Mati pun tidak apa." Lyla menyeringai, "Kenapa? Ada apa denganmu sekarang? Dimana kepercayaan dirimu tadi?" Lucy tidak menjawabnya menahan agar airmatanya tidak jatuh yang kesekian kalinya, terus mengingat bagaimana pria itu b******u, menyiksanya, hampir membunuhnya, berbicara terus tentang Lucy adalah miliknya tanpa memikirkan bagaimana perasaan gadis itu. Apa kau hanya terobsesi padaku, Hans? Kau tidak pernah mengatakan kau cinta padaku dengan bibirmu.... ★ ★ ★ ★ ★ ★ "Mustahil!" Geram Hans menatap batu nisan Lucy. Aku bahkan selalu menyiksanya akhir-akhir ini, bukannya membahagiakannya.... Menyiksanya di saat ia mengandung anakku.... Di saat ia hampir menemui ajalnya.... Hans mengeluarkan airmatanya dan memeluk batu nisan itu, "Ini tidak mungkin!" Apakah tuhan benar-benar ada? Jika iya, mengapa aku tidak mendapatkan keadilanku? Apa karena aku seorang mafia? Apa mafia tidak pantas bahagia? Bukankah kami semua akan merasakan bahagia? Hans tersenyum getir dan menatap langit, "Hey the man in the sky!" "Is god still alive? Why did you give me f*****g big trrible fate always?! Are you real or just a bullshit?! Answer me if you are real!" Hans mengepalkan tangannya, menutup pandangannya rapat-rapat, sakit di dadanya meluap-luap. Ia terduduk di tanah, memukul-mukul tanah tak bersarah beberapa kali membuat lebam serta darah di tinjuannya itu. "Lucy!" Teriaknya frustasi. Sarah menangis menatap Hans dari kejauhan bersama Ken yang mengepalkan tangannya, Sarah memeluk Ken dan menangis tersedu-sedu. Ken menghela napas menahan genangan airmata yang hampir tumpah itu. Hans terus memukul tanah tanpa mempedulikan tangannya. Kumohon putar kembali waktu.... aku akan berjanji menjaganya dan membahagiakannya.... kumohon.... "Sial! Sial! Sial!" ★ ★ ★ ★ ★ ★ "Dengan menyuntikmu, ingatanmu hilang, dan semua berjalan sangat mulus...." Malvin menyeringai menatap foto Lucy yang telah menjadi wallpaper ponselnya. Kau milikku, Lucy.... Hanya milikku.... Kali ini tidak akan kubiarkan Hans menang.... Malvin menaruh ponselnya dan mengambil map yang ada di lacinya selama beberapa bulan lalu, memastikan isinya kemudian menyimpannya kembali. Pria itu tertawa sadis dengan seringainya. "Kali ini kau akan kalah telak, Hans Stone." ★ ★ ★ ★ ★ ★ "Apa-apaan ini?!" Jerit Lucy ditarik menuju Club malam setelah didandani dan diberikan gaun minim yang transparant. "Kau harus diberi pelajaran, nona." ucap salah satu bawahan Lyla. Lucy terus menutupi bagian dadanya yang transparant, tangannya yang sebelah lagi ditarik kasar dengan pria berbadan kekar serta dikelilingi pria untuk menjaganya agar tidak kabur. Lucy menangis, pikiran menjijikan mulai menghantuinya. "A-apa yang akan kalian lakukan?!" Tanya Lucy terbata-bata. Mereka tidak menjawab menuntun Lucy menuju belakang panggung, setelah menunggu beberapa lama, ia dipaksa naik dan airmatanya jatuh begitu saja saat pria laknat itu menaikkan papan nominal, ia dilelang. Lucy terus menutupi bagian tubuhnya terus menunggu agar sebuah keajaiban datang menghampirinya, ia menunggu kedatangan Hans seperti sebelumnya, saat ia hampir diperkosa. "Hans, tolong aku.... Aku takut." lirih gadis itu. Setelah terus berdoa dalam hati, akhirnya ia terjual pada seorang pria. Lucy menangis ketakutan, tubuhnya semakin bergetar, wajahnya pucat pasi. "Hans, tolong...." Pria itu segera memberikan cek dan menarik Lucy menuju salah satu ruangan VIP, melempar gadis itu ke atas king size. "Kumohon lepaskan aku...." pintanya menyatukan kedua tangannya sebagai tanda memohon. "Bicara apa kau? Kau sudah kubeli seharga $300.000!" Gadis itu berlutut di hadapan pria tua bangka dengan tangan memohon, "Aku mohon, aku sudah memiliki suami dan aku sedang mengandung." Tanpa mendengarkan celoteh yang keluar dari bibir kecil itu. Dalam satu hentakan ia di dorong ke atas king size. Lucy terus meronta-ronta, menggerakkan seluruh anggota tubuhnya untuk menolak, pria itu sudah ada di atasnya. "Kumohon jangan! Jangan, tuan! Jangan! Jangan! Jangan! Jangan!" Gadis itu terus meronta dan menangis, "Jangan, tuan! Jangan! Jangan! Jangan!" ★.★.★.★.★.★ "Bagaimana keadaan Lucy?" Tanya Malvin santai, duduk di sofanya namun tatapannya masih tertuju pada ponselnya. "Dia baik-baik saja, lagipula ia ditangani oleh temanku yang merupakan manajer Hans jadi ini akan berjalan sempurna." jawab Tiffany menatap kuku cantiknya yang dipoles kuteks. Malvin menatap tajam Tiffany, "Jika ia lecet sedikit saja, kau akan habis." Tiffany menyeringai mendekat ke arah Malvin dan tanpa malu mengalungi leher pria itu dengan tangannya, "Kau benar-benar sexy, mirip seperti Hans." Malvin menatapnya dingin, "Jangan sentuh aku." Tiffany terkekeh sebentar dan melepas kacamata pria itu, mengelus rahangnya, "Benar-benar mirip." Tiffany mencium bibir Malvin dan melumatnya. Malvin membalas ciuman itu dan berakhir dengan saling b******u. Setelah selesai, Malvin merapikan kembali pakaiannya begitu juga Tiffany. "Aku akan mengambil Lucy saat rambutku sudah sedikit panjang dan tidak terlalu mirip dengan Hans." ucap Malvin memakai ikat pinggangnya. Tiffany membenarkan pakaian tanpa lengannya dan sedikit menurunkannya membuat belahan dadanya terpampang, "Terserah." ★ ★ ★ ★ ★ ★ "Ken, cari tahu siapa yang menabrak Lucy dan kau harus menemukannya atau kau kupecat!" Perintah Hans kembali meminum beer-nya. Ken terkejut dengan perkataan Hans, ini kali pertamanya pria itu memerintahnya seperti ini. "Lagi-lagi kau mengorbankan orang yang masih bersamamu demi orang yang sudah mati." kesal Ken langsung pergi meninggalkan Hans dengan perasaan dongkol. Hans mengacak-acak rambutnya frustasi, ia pun sebenarnya tidak ingin mengatakan hal seperti itu namun bibirnya begitu saja berucap. Hans mengepalkannya lagi-lagi melempar botol beer ke lantai. Tok....Tok....Tok.... "Tuan, Nona Tiffany meminta ijin untuk masuk." ucap Agnes meminta ijin. Hans masih mengerutkan keningnya, "Usir." Setelah menyampaikan pesan, Agnes kembali lagi dengan wajah ketakutan, "T-Tapi Nona-" "Aku tidak menerima tamu!" Bentak Hans menatapnya dengan tatapan membunuh. Agnes menunduk, pria itu menghela napasnya dan berjalan menuju pintu utama. Menatap benci Tiffany namun gadis itu langsung memeluknya. "Aku dengar Lucy meninggal." Hans menarik dagu gadis itu, "Jangan sebut namanya dengan bibir kotormu itu!" Hans mencengkram rahang Tiffany, tatapan pria itu sangat tajam di matanya yang memerah kemudian seperti baru sadar akan sesuatu ia langsung mengkerutkan keningnya menatap gadis itu dengan sudut yang semakin tajam. Mengapa Tiffany datang saat Lucy meninggal? "Aku ke sini untuk menghiburmu seperti biasa ketika kau kehilangan Orangtuamu dan Chloe." ucap Tiffany kembali memeluknya. Hans terkekeh singkat yang lebih terdengar seperti helaan napas di sudut bibir yang menyeringai, "Dimana kau saat Chelsea meninggal? Bukankah Chelsea adalah teman kecilmu juga? Apa kau datang hanya untuk mencari perhatianku?!" "Hans, maaf aku tidak bisa datang kare-" ucapan gadis itu terpotong saat Hans mendorongnya dan membalikkan tubuhnya beranjak menutup pintu. "Pergilah, aku tidak butuh kau." "Hans.... aku tahu kau butuh pelampiasan." ucap Tiffany memeluknya dari belakang dan membelai d**a bidang Hans. Hans melepas tangan gadis itu, berbalik dan menatapnya dingin, "Kau benar, aku butuh pelampiasan." Tiffany tersenyum puas. "Tapi pelampiasan untuk membunuh." Tiffany memucat, ia tidak dapat mendekati Hans jika pria itu sedang bernafsu untuk membunuh. Tiffany melangkah mundur ketakutan. Hans menyeringai lebar dengan tatapan gilanya, "Kau bersedia untuk itu?" Tiffany mundur seribu langkah dan melaju dengan mobilnya. Hans menatap kepergian gadis itu dingin, kakinya melangkah masuk. Drrt....Drrt....Drrt.... Ponselnya berdering, tatapannya tertuju pada nama si penelepon yaitu, Ken. Pria itu mengangkatnya. "Ken, lupakan perkataanku tadi...." "..." Hans menghela napas dan mengepalkan tangannya, "Ken-" "..." "Batalkan semua jadwalku hari ini." "..." "Peresmian Hotel&Casino dan wawancara juga dibatalkan." "..." Setelah itu pria itu menaruh ponselnya ke dalam sakunya, mengambil botol beer dan lagi-lagi membantingnya ke lantai. Hatinya perih, ia gila harus kehilangan gadis asia itu ditambah lagi Ken, mengapa Tuhan begitu kejam padanya? Tidak…. Jangan salahkan Tuhan, Hans.... semua ini adalah salahmu.... Salahmu yang tidak bisa menjaga gadis yang kau cintai.... Tidak bisa mengontrol emosimu.... "Argh!" Erang Hans saat meraskan sakit luar biasa pada kepalanya, syaraf, ketegangan otak, dan tengkoraknya terasa seperti ingin pecah. Hans jatuh ambruk, tangan kananya menumpu pada keramik agar tidak jatuh, tangan kirinya memegang kepalanya. Hans terus mengerang hingga tubuhnya jatuh begitu saja, para pengawal dan maid langsung membantunya namun pria itu malah mengambil pistol dan tertawa seperti psikopat kemudian menodongkannya pada mereka semua. Sedetik selanjutnya ia menjatuhkan pistolnya dan merasakan sakit luar biasa pada kepalanya. "Bajingan." erang Hans memegangi kepalanya. Pengawal segera membantunya menuju kamar, Agnes pun mengkompres pria itu sebab ia demam akibat terlalu banyak minum. Karena teringat akan saat Lucy mengkompresnya serta minuman beralkoholnya membuat Hans mengira bahwa Agnes adalah Lucy. "Lucy.... jangan tinggalkan aku...." lirih pria itu menggenggam tangan Agnes dengan erat. Agnes yang bingung langsung melepaskan tangannya, "M-maaf tuan, Mrs.Stone sudah meninggal." "Sttt, jangan berbicara seperti itu Lucy." Hans mengelus pipi gadis itu dengan mata yang bergelinangan airmata. Agnes menjauhkan tubuhnya dari Hans kemudian menunduk hormat, "Saya Agnes, tuan. Dan saya harus kembali." Hans langsung sadar dan memegangi kepalanya, "s**t!" ★ ★ ★ ★ ★ ★ Setelah delapan bulan usia kandungan Lucy perutnya terlihat membuncit, sudah enam bulan ia berada di sana, ia mengelus perutnya. Aku harus bertahan hidup demi anakku.... Lyla yang mendengar bahwa Lucy hamil langsung menemui gadis itu dan terperangah saat melihat perut Lucy benar-benar membuncit. "K-kau hamil?!" Tanya Lyla tidak percaya. Lucy tersenyum getir, "Kumohon lepaskan aku, aku tidak ingin anakku berada di sini." Lyla masih shock, "K-kau hamil?!" "Kumohon lepaskan aku, ini adalah anak Hans jika kau benar-benar menyayangi Hans maka biarkan aku pergi aku berjanji tidak akan mengganggu hubungan kalian." ucap Lucy menjatuhkan bulir beningnya. Lagipula kau salah telah menculikku karena Tiffany-lah gadis yang ia cintai bukan aku. Buktinya.... dia sama sekali tidak mencariku.... Lyla menyeringai sangat tipis, "Kau bercanda? Kau lupa bahwa aku siapa? Aku salah satu manajernya artinya aku melakukan ini atas perintahnya!" Deg! Jantung Lucy mencelos ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan gadis itu. "K-kau berbohong!" Ucap Lucy menjatuhkan airmatanya. Lyla menajamkan tatapannya, "Berapa lama usia kandunganmu?" "Delapan bulan." jawab Lucy tersenyum menatap perutnya yang membuncit. Lyla menutup pintu dengan sangat keras, menangis di balik pintu. Gadis itu hamil? Hamil anakmu, Hans? Dan apa yang kulakukan? Menjualnya saat ia mengandung? Anakmu, Hans.... darah dagingmu.... Airmatanya terus turun rasa bersalah terus membuat dadanya sesak serta kecemburuan luar biasa dapat ia rasakan, bagaimana juga ia adalah seorang wanita yang dapat merasakan bagaimana perasaan gadis itu. Lyla membekap mulutnya agar isakkannya tidak terdengar, betapa besar perjuangan Lucy dengan rasa sabar yang ia miliki untuk terus bertahan demi anaknya selama enam bulan dan setiap akhir bulan ia dijual. "Maafkan aku...." Lyla meraih ponselnya dan menelepon Tiffany. "Hallo?" Suaranya bergetar karena tangisnya. "..." "Gadis itu hamil!" "..." Di sebrang sana Tiffany terus mengoceh dan mengumpat, membuat Lyla malas mendengarnya langsung saja ia mematikan teleponnya. Lyla mencari kontak Malvin dan menelepon pria itu menunggu beberapa saat agar teleponnya yang akhirnya dijawab juga. "Aku ingin bertemu denganmu...." "..." "Ini soal Lucy...." "..." Setelah Malvin mengijinkannya untuk ke rumahnya sekarang gadis itu langsung melaju dengan mobilnya. Gadis itu terus menangis di sepanjang perjalanan sambil menyetir, betapa menjijikannya ia yang memperjual belikan wanita yang tengah mengandung? Apalagi anak yang dikandung oleh wanita itu adalah anak Hans. Setelah sampai, gadis itu langsung dipersilahkan masuk oleh Malvin. "Gadis itu hamil." Malvin membelalakkan matanya jantungnya terasa dipukul dengan keras, "Apa kau bilang?!" "Lucy hamil anak Hans!" Ucap Lyla sekali lagi dan langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menangis tersedu-sedu. "Jangan bercanda!" Bentak Malvin langsung menendang meja. "Lucy hamil delapan bulan dan aku baru mengetahuinya! Aku menjualnya enam kali!" Gadis itu terus menangis. Malvin langsung menampar gadis itu dengan keras, "Menjualnya?! Kau pikir siapa dirimu?! Aku bosnya di sini! Kalian harus ijin padaku!" Lyla memegangi pipinya yang ditampar, "Lalu bagaimana? Apa yang harus kita lakukan?" Malvin mengepalkan tangannya masih meredam amarah bahwa gadis pujaannya sudah disentuh banyak pria sebelum dirinya. Kau akan menerima akibatnya Lyla! Prang! Pria itu melempar vas bunga ke lantai dan menit selanjutnya ia menyeringai, "Tentu saja aku akan datang sebagai pahlawannya." Lyla mengerutkan keningnya lagi-lagi airmatanya jatuh, "Apa?! Sudahi saja permainan ini! Biarkan dia bahagia dengan Hans!" Malvin menyeringai dan mencengkram rahang gadis itu, "Jika kau ingin selamat tutup mulutmu rapat-rapat, jika aku tahu kau memberitahukannya pada Hans, kau akan habis." Malvin semakin menyeringai lebar, "Dan jangan lupakan bahwa aku adalah detektif profesional." Lyla menatap iblis di hadapannya dengan ketakutan, begitu kejamnya pria itu. Drrt.... Drrt.... Drrt.... Ponsel Malvin berdering, Hans meneleponnya dan langsung saja ia mengangkatnya. "Aku menemukan pembunuh Lucy, Hans." jawab Malvin menyeringai. "..." "Baiklah." Sambungan terputus dari sebrang sana dan Lyla mengeluarkan suara lagi. "Kau menipunya?" Tanya Lyla tidak percaya. Malvin menyeringai, "Tentu saja, kau pikir sebodoh apa aku yang membiarkan diriku tertangkap?" "Dasar b******k!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN