Before The Tragedy 1.2

1722 Kata
Hans melihat jam yang melingkar di pergelangan kanannya, "Ayo kita pulang." Lucy melihat jam Hans yang menunjukkan pukul 11.57PM. "Wow, waktu berjalan begitu cepat." Mereka berjalan menuju mobil masih dengan candaan mereka yang tidak ada habisnya saling mengolok satu sama lain. "Sampai rumah, mandi sebersih mungkin jangan kau tidak mandi." peringat Hans. "Memang kenapa kalau aku tidak mandi?" Tanya Lucy yang lebih terdengar seperti menantang. "Aku yang akan memandikanmu." jawab Hans menyeringai m***m. Lucy tersipu malu ia benar-benar memerah sekarang ia membayangkan hal-hal jorok, "Hans!" Lucy memukul-mukul Hans kesal dan Hans hanya tertawa melihat respon gadis itu. Setelah sampai di rumah mereka kembali ke kamar masing-masing. Lucy tersenyum bahagia mengingat setiap jamnya bersama Hans, setelah cukup lama ia berbaring, pintu kamarnya terbuka menampilkan Hans dengan kemeja berwarna krim. "Mengapa kau belum tidur?" Tanya Hans berbaring di samping Lucy. Lucy hanya tersenyum menahan malu bahwa kenyataannya ia tengah memikirkan Hans. Hans menyeringai sexy. "Kau menungguku untuk menemanimu tidur?" Goda Hans. Lucy menatapnya ilfeel padahal ia juga ingin. Hans menatapnya menantang, "Ingin kubuat menangis sambil mendesah?" "Hans!" Hans tertawa dan menarik Lucy untuk mendekat, Lucy menatapnya masam dan memeluk pria itu. Setelah cukup lama Hans mengelus-elus kepala gadis itu, Lucy mulai terlelap dan jatuh ke dunia mimpi sementara Hans mimpi buruk lagi. Hans terbangun dengan napas yang memburu padahal kamar itu ber-AC. Lucy yang merasakan pelukan Hans terlepas langsung bangun sambil mengusap-usap matanya. "Ada apa?" Tanya Lucy menatap Hans. Hans tersenyum tipis dengan paksa, ia kembali merangkul gadis itu dan menggeleng, mereka kembali tidur. Di pagi hari, Lucy terbangun lebih dulu. Ia menatap wajah tampan Hans yang masih terlelap, bibir pink pria itu sedikit terbuka. Lucy menggigit bagian bawah bibirnya ia benar-benar ingin mencium pria itu. "Jangan berpikiran jorok di pagi hari." Hans berucap tiba-tiba dengan matanya yang tertutup. Lucy terlonjak kaget dan memerah ia cukup malu jika terus-terusan ketahuan apa yang ada di dalam pikirannya. "Jadi kau ingin kita pergi ke mana?" Tanya Hans membuka matanya. Lucy memeluk Hans, "Hari ini, sehari penuh kau harus menuruti permintaanku." Hans menaikkan alis kanannya, "Kenapa begitu?" Lucy mendelik, "Karena kau tidak pernah mendengarkan aku." Hans tertawa, "Baiklah istriku tersayang, apa yang kau inginkan?" Lucy tersenyum, "Mandilah dulu." Hans memeluk Lucy dengan erat dan menutup matanya, "Aku masih mengantuk." Lucy tersenyum masam, "Ayolah Hans, atau aku yang akan memandikanmu." Hans menyeringai tanpa membuka matanya, "Ayo mandikan aku." Lucy memutar kedua bola matanya, "Ayo cepat, Hans!" Hans membuka matanya dan menatap Lucy, "Mengapa kau sangat bersemangat?" Lucy tersenyum bahagia, "Ini akan sangat menyenangkan!" Hans merenggangkan ototnya, "Baiklah,demi istriku tercinta." "Menjijikan, Hans. Kau tidak cocok seperti itu." jengah Lucy. Hans tertawa dan menatap Lucy, "Biasanya seorang gadis akan memekik kesenangan jika diperlakukan seperti itu olehku." Lucy memutar kedua bola matanya, "Aku tidak termasuk." Hans tertawa dan pergi ke surga dunianya, kamar. Lucy menaikkan sudut bibirnya dan membasuh tubuhnya hingga bersih, setelah selesai mandi kamarnya sudah ada Hans dengan kemeja hitam serta tuxedo hitam melekat pada tubuhnya yang sixpacks. "Melihatmu seperti ini membuatku ingat pada saat handukmu-" ucapan Hans terpotong karena Lucy menyambarnya. "Berisik! Keluar! Aku mau ganti baju!" Hans mendekat pada Lucy yang refleks mundur namun dengan seribu langkah Hans menghimpitnya di dinding. "Hans!" Hans menyeringai sexy dan membuka handuk yang melekat pada tubuh Lucy. "f**k you!" Teriak Lucy langsung menarik kembali handuknya. Hans menyeringai dan menyentuh b****g Lucy, "f**k me." "Hans!" Teriak Lucy kesal. Hans keluar dari kamar Lucy sambil tertawa sementara Lucy masih memerah seperti tomat bahkan debaran jantungnya tiga kali lebih cepat. Lucy mengambil blouse putih serta celana jeans-nya kemudian mengikat rambutnya kuncir kuda. "Ada apa dengan penampilanmu itu?" Lucy hampir melompat seketika, Hans sudah duduk saja di sofa dengan santainya. Lucy mengelus-elus dadanya. "Ganti bajumu, kita akan ke tempat yang ingin kukunjungi, bukan?" Hans menatapnya malas, "Memang aku harus memakai baju apa?" Lucy menarik pria itu menuju kamar Hans, Hans hanya pasrah mengikuti Lucy. Gadis itu membuka lemari Hans dan terdapat berbagai macam merk ternama di masing-masing pakaian. "Bilang saja kau ingin melihat-lihat celana dalamku." ucap Hans menyeringai. Lucy menatap Hans dengan tatapan membunuh kemudian kembali mencari pakaian yang cocok, Lucy menemukan kaos Polo berwarna abu-abu dan celana jeans bermerk Valcom kemudian memberikannya pada Hans. "Pakailah." Hans menaikkan alis kanannya, "Hah? Itu pakaianku di rumah jika di hari libur." "Pakai saja." "Bagaimana nama baikku? Mr.Stone keluar memakai kaos dan celana jeans-" "Sialan." umpat Lucy duduk di atas sofa dengan wajah merengut. Hans menghela napasnya, "Baiklah." Hans mengambil pakaian itu dan melepas tuxedo, dasi, kemejanya di depan gadis itu tanpa masuk ke kamar mandi. Lucy membelalakkan matanya mematung menatap tubuh Hans, otot perut yang sixpacks. Hans melepas celananya membuat Lucy masih terbelalak tanpa mengedipkan matanya. "Lucy, stop look at mine." Hans menatap Lucy sambil memakai jeans-nya. Lucy memerah padahal Hans memakai boxer namun pandangan Lucy tepat pada yang Hans bilang. Lucy langsung mengalihkan pandangannya. Setelah selesai memakai pakaiannya Hans mendatangi Lucy, gadis itu tersenyum senang dan itu membuat Hans bahagia. "Baiklah, sekarang kita kencan!" Ucap Lucy girang. Setelah bertengkar hingga sore, sekarang mereka berada di dalam mobil Hans menatap Lucy dengan pandangan bingung mengapa Lucy tidak memperbolehkannya memakai mobil Lamborghini, Ferrari, BMW, Aston Martin miliknya? Lucy memperbolehkan Hans memakai mobil yang terkesan biasa-biasa saja. "Mengapa tidak pakai mobil Lamborghini atau Ferrari saja? Bisa lebih cepat dibanding mobil ini." ucap Hans heran. Lucy tersenyum, "Aku tidak suka jadi pusat perhatian itu membuatku tidak bebas bergerak lagipula kecepatan tinggi itu berbahaya." Hans terkekeh heran dan kembali fokus mengemudikan mobilnya, "Jadi ke mana?" Lucy memasang wajah ceria, "Aku ingin naik bianglala!" Hans menatapnya bingung, "Kau bercanda? Aku ini hampir berkepala tiga." Lucy memutar kedua bola matanya, "Ayolah, sekali-sekali menjadi anak remaja. Kau selalu sibuk dari kau kecil, bukan?" Hans mengusap wajahnya frustasi, "Lucy, tetap saja jika mereka-" "Sialan." umpat Lucy melipat kedua tangannya di depan d**a. Hans menghela napas, "Baiklah-baiklah." Setelah sampai Lucy menariknya memainkan permainan menembak botol berhadiah boneka beruang. "Hans, yang berwarna krim!" Lucy merengek-rengek dan menunjuk boneka beruang. Hans memijat-mijat pangkal hidungnya, ia benar-benar pusing dan malu berada di sana belum lagi gadis di sampingnya merengek-rengek. "Hans!" Kesal Lucy merasa diabaikan. "Iya!" Hans mengeluarkan dompetnya yang berisi ratusan dolar di dalamnya ia pikir Lucy akan meminta ini dan itu di mall namun ia salah, bahkan satu lembar uangnya pun terlalu besar untuk bermain di sana. Hans memberikan uang yang membuat pemilik itu terkejut, "Bukankah, Mr.Stone?" Hans hanya menatapnya ia benar-benar merasa malu berada di sana. "Astaga, aku pikir anak remaja yang sedang berpacaran! Anda benar-benar awet muda!" Hans hanya tertawa kikuk menanggapi pria tua itu sedangkan pria tua itu kaget untuk pertama kalinya bertemu sekaligus melihat hati batu itu tertawa kikuk. Pria tua itu memberikan pistol pada Hans dan dengan cepat Hans menembaknya tanpa ragu, tanpa berpikir, tanpa membuang waktu. Dan yang membuat pria tua itu lebih takjub lagi adalah tembakan Hans tidak ada yang meleset. Pria tua itu segera memberikan boneka berwarna krim pada Hans, Hans menatap Lucy, gadis itu tersenyum bahagia dan mengambil serta memeluknya. Hans ikut tersenyum melihat senyuman manis malaikatnya itu. "Saya pikir anda adalah orang yang angkuh ternyata anda benar-benar rendah hati." senyum pria tua itu. Hans terkekeh sadis, "Jangan mengambil kesimpulan secepat itu." Lucy menarik Hans untuk pergi dan tersenyum pada pria tua itu, "Terima kasih banyak!" Lucy menatap Hans tajam, "Jaga bicaramu pada orang yang lebih tua!" Hans hanya menaikkan bahunya acuh. "Kau adalah pria paling angkuh!" "Sombong!" "Tidak punya hati!" "Kejam!" "Dasar iblis!" Hans mengingat beberapa orang yang mengatainya seperti itu dan lamunannya terhenti saat Lucy menariknya ke bianglala. "Aku ingin naik itu!" Hans mengangguk tersenyum dan menyusul Lucy yang sudah lebih dulu naik, Lucy tersenyum menatap setiap pasangan yang masuk ke dalam sangkar masing-masing satu pasangan. "Dari sini kita dapat melihat pemandangan kota New York." ucap Hans datar. Lucy mengangguk bahagia, "Sebenarnya aku memiliki harapan kecil, jika aku memiliki pacar aku akan kencan di sini bersamanya." Lucy tersenyum bahagia dan menatap Hans dengan mata yang terharu, "Aku tidak menyangka akan terwujud bersamamu." Hans tersenyum lembut, menangkup pipi gadis itu dan menelusnya dengan lembut, "Aku juga tidak menyangka akan mendapatkan pengganti Chloe sepertimu." Lucy tersenyum masam, "Pengganti Chloe?! Dan apa maksudmu dengan 'sepertimu' Itu?" Hans terkekeh, "Maksudku aku tidak menyangka akan jatuh cinta kedua kalinya." Lucy menatap tajam Hans, "Apa maksudmu dengan 'sepertimu' itu?" Hans menyeringai mengejek, "Bocah." Lucy memukul Hans dengan bonekanya, Hans menangkisnya dengan tangannya sambil tertawa. Hans berhenti tertawa, melihat ke arah sangkar lain dan menyeringai. "Lucy, coba kau lihat sangkar itu." Hans menunjuk sangkar yang ia lihat. Lucy melihatnya dan langsung memerah, pasangan itu tengah berciuman kemudian pria mencium leher gadis itu. Lucy melihat wajah gadis itu dengan sedikit jijik, bukan karena gadis itu tapi ia memikirkan apakah seperti itu ekspresinya saat bercinta dengan Hans? "Lucy, jangan berpikir jorok." Lucy menatap Hans kesal, "Bagaimana bisa? Kau menyuruhku melihatnya!" Hans menyeringai sexy, ia melumat bibir Lucy dan menyentuh s**********n gadis itu. "H-Hans...." "Daripada mengkhayal lebih baik melakukannya." "A-aku tidak mengkhayal!" Lucy memerah, "H-Hans...." "Sttt...." "H-Hans! Sebentar lagi sangkar kita yang akan dibuka!" "Lebih baik aku membuka bajumu." Hans mencium leher Lucy. "H-Hans!" Hans tertawa kemudian menjauh dari Lucy, wajah Lucy sudah semerah tomat dan keringatnya bercucuran. Kemudian sangkar terbuka dan mereka segera keluar. Setelah sekian banyak permainan yang mereka mainkan dan Lucy pun kelelahan, mereka pulang dan segera tidur. Saat matahari menyinari bumi, Lucy membuka matanya Hans tidak lagi di sampingnya, pria itu sibuk berkerja. Lucy pergi mandi di kamarnya dan pada saat ia tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk, Tok....Tok....Tok.... Lucy menaruh handuknya dan membukakan pintu, terlihat Agnes membawakan kotak berukuran sedang dengan pita hitam menghiasi atasnya. "Paket untuk, nona." Lucy mengambilnya dan tersenyum, "Terimakasih." Lucy kembali menutup pintunya dan menatap kotak itu bingung, siapa yang memberikan kotak itu? Hans? Leon? Lucy segera membuka kotak hitam itu dengan penasaran dan ia terkejut isinya adalah sebuah pisau tajam dan sebuah surat bertulis, Sadarlah akan posisimu kau hanyalah turis asing, Hans hanya memanfaatkanmu untuk menyembunyikan Chloe dan sekarang Chloe sudah mati, cepat atau lambat kau akan ditinggalkan oleh Hans karena Hans lebih memilihku! Cepat tinggalkan dia atau kubuat kau menderita! Kau bertanya mengapa dia melakukan ini? Karena ia tidak ingin kau sedih! Entah ia menganggapmu apa tapi ia cukup bingung untuk menjauhkanmu dari hidupnya! Ia hanya kasihan padamu! Bagaimana bisa gadis itu mengetahui tentang Chloe? Bukankah hanya aku, Hans dan Ken yang mengetahuinya? Apakah Hans memberitahunya? Apakah itu benar? Lucy menjatuhkan bulir beningnya, "Benarkah, Hans?"  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN