“Iya. Senyaman ini, dengan suami semanis ini pula,” Lyora membalas ucapan Wira dengan kalimat yang dia maksud sebagai pujian. Wira dibuat gemas, menunduk cepat, memberinya ciuman hangat di bibir sebelum Lyora mendorong dadanya. “Buruan pesannya, Mas, sebelum teriakan protes di perutku makin parah,” Wira tertawa. Ia bangkit dan berjalan ke telepon kamar yang berada di meja nakas. Sambil mengangkat gagang telepon, Wira menoleh pada Lyora. “Kamu pengin sesuatu yang ringan atau yang benar-benar mengenyangkan?” “Yang berkuah… dan jangan terlalu barat, ya. Kalau bisa yang rasanya dekat sama masakan rumah.” Wira mengangguk. Ia menyapa petugas room service dengan ramah, lalu bertanya soal menu dengan nada sopan dan santai. Sambil mendengarkan rekomendasi dari seberang sana, ia melirik ke arah