Fabian bangkit, berjalan ke arah jendela, matanya menerobos pemandangan kota yang mulai diselimuti senja. Suara kendaraan dari kejauhan menjadi latar keheningan pikirannya. "Talita..." gumamnya pelan, nyaris seperti meludahkan nama itu. “Kau pikir kehamilan bisa mengikatku?” Ia tertawa kecil. Bukan tawa yang menyenangkan, melainkan getir dan dingin. Baginya, Talita tak lebih dari sekadar alat, dan kini alat itu mulai kehilangan fungsi. Talita terlalu percaya diri. Terlalu mudah merasa dirinya menang hanya karena berhasil menyingkirkan Lyora dari pelukannya. Padahal, justru dari situlah dia memulai kehancurannya sendiri. ‘Perempuan ambisius... rakus... dan terlalu pintar playing victim.’ Fabian menyipitkan mata, mencoba mengingat setiap momen manipulasi Talita—bagaimana dia datang denga