“Ya udah, habiskan makananmu. Kayaknya itu belum tersentuh sama sekali. Dan pasti perutmu belum terisi sejak pagi, ya kan?” Lyora mengarahkan pandangannya pada suaminya. “Kamu begitu perhatian, Tuan Laksana. Terima kasih,” balasnya sambil mulai menyendok nasi di piringnya. Wira benar. Perutnya memang belum terisi sejak pagi karena dia sangat tegang dan gugup menghadapi acara pernikahan mereka. Wira tersenyum puas. Senang melihat Lyora menurut. Terlebih tadi dia mendengar tawa lepas Lyora, begitu alami. Ternyata tidak terlalu sulit membuat istrinya ini tertawa. Lagi-lagi dia teringat Lyora kecil, yang bisa tertawa senang oleh hal-hal sederhana. Dadanya membuncah oleh rasa bahagia. Di samping meja mereka, ada Tante Indri yang sedang berbincang dengan orang tua kedua mempelai. Mereka be