Kedua tanganku mengusap wajah, menutup doa. Sejak dini hari tadi, hujan dengan intensitas lebat tak henti menyapa kota. Untunglah ini hari Minggu. Aku tak perlu menerjang kemacetan yang teramat gila sebagai akibat dari combo antara Senin dan banjir untuk menuju ke kantor. Selesai melipat mukena, aku menyusul Rain yang tengah memanaskan air di ketel listrik. “Mau minum apa, bear?” “Teh melati aja.” “Oke.” “Kamu mau langsung sarapan, bee?” balasku bertanya. “Buah dulu aja, sayang.” Aku mengangguk, menyiapkan beberapa buah sebagai pendamping minuman hangat kami. Rain selesai lebih dulu dengan racikannya, ia meninggalkan dapur dan menungguku di ruang tengah. Suhu udara pagi ini cukup rendah. Dinginnya sampai menular ke ujung-ujung jemariku. Aku meraih selimut rajut tipis yang tergelet