Tristan POV
Aku dan mama pulang tepat tengah malam dari opening cafe baru aku, disepanjang jalan mama terus memuji Milla dari betapa cantiknya dia, hebatnya Milla yang lulusan cumlaude dari Oxford university dan pujian pujian lainnya, tetapi kenapa aku malah tak memikirkan Milla tetapi memikirkan........dokter Vanessa.
Perkataannya pada mantan pacarnya di depan toilet membuatku berfikir dia berbeda dari wanita kebanyakan. Aku tahu sekali siapa Arga putra Wijaya, ia adalah putra dari rekan bisnisku yang merupakan seorang bisnisman handal aku lebih sering bersaing ketat dengannya dalam mendapatkan proyek Besar. Tadi dia mewakili ayahnya menghadiri undangan dariku, tapi walau menghadiri acaraku dia tak tahu aku pemilik cafe yang ia datangi karena memang ia tak mengenalku. Ini karena ia tidak kuliah di Indonesia, yang aku dengar ia kuliah kedokteran di Aussie ia tak mau jadi pengusaha seperti ayahnya.
Kekayaan keluarganya tak ada yang bisa menyangkalnya, sampai 7 turunan tak akan habis. Itulah kenapa aku heran pada dr. Vanessa yang menolak cinta pria kaya raya seperti Arga, aahhh apa aku salah saat itu menyebutnya sama dengan Vira dan wanita wanita di luar sana yang memandang pria dari materinya? Fikiran itu menggangguku hingga panggilan mama tak aku dengar. Mama bertanya padaku apa pendapatku tentang Milla, tapi aku hanya menjawabnya singkat tanpa pujian karena fokus pikiranku pada orang lain bukan pada Milla.
Tatapan dokter Vanessa padaku tak dapat kuartikan, yang pasti dia pasti sangat marah dan tersinggung atas ucapanku tempo hari dan mungkin akan marah padaku tadi tapi keburu ditarik oleh temannya.
"Tan.....Tristan......kmu fikirin apa sih kok mama ajak ngobrol dari tadi diam aja."
"Eh enggak ma nggak ada apa-apa kok, oh ya ma lusa aku berangkat ke Holland untuk teken kontrak baru disana, mungkin sekitar 2 Minggu aku disana."
"Iya nak, kamu hati hati ya disana, oh ya ntar kamu beli oleh oleh ya buat Milla."
"Buat apa sih ma beli oleh oleh buat dia, dia kan bukan siapa-siapa aku."
"Sekarang belum tapi nanti siapa tahu, dia menantu idaman mama banget."
Aku hanya diam mendengar ucapan mama, kalau aku protes mama akan terus menasehati ini dan itu, hingga sopir membelokkan mobil ke rumah mama masih saja membahas tentang Milla.
Tristan POV end
Oooo----oooO
Nessa kembali bekerja seperti biasa, ketakutannya mendapat surat pemecatan tak terbukti bahkan rekeningnya bertambah cukup besar yang terlalu besar bagi dokter baru sepertinya, saat ia tanyakan pada bagian keuangan tentang gajinya, bagian keuangan mengatakan kalau itu termasuk gajinya saat merawat ibu pemegang saham rumah sakit yang tak lain adalah Tristan. Ia tak mempermasalahkannya karena itu adalah haknya karena sudah melakukan tugasnya.
"Em......hari Minggu kita jalan yuk?" Ucap Nessa.
"Widih yang habis gajian langsung ajak jalan gue nih."
"Bukan itu, gue juga di transfer gaji gue bulan lalu."
"Loh bukannya bulan lalu elo tugas luar di rumah pak Tristan?"
"Iya itu gaji dari kerjaan gue Disana, lumayan besar, makanya gue pengen traktir elo. Elo pengen apa tas branded, atau sepatu branded terserah elo gue traktir."
"Wow gede banget dong gaji Lo sampai mau traktir barang branded ke gue?"
"Ya gitu deh."
"Tapi bukannya elo nggak suka ya sama dia?"
"Itu beda cerita kali, ini kan hak gue udah kerja ngerawat nyokap dia."
"Sip lah, kapan lagi coba elo traktir gue barang barang branded."
"Yaaa....paling tidak kalau ntar dapat dosa gue nggak sendirian", ucap Nessa
"Ih rese Lo ah Ness," ucap Emma menoyor kepala Nessa yang membuat Nessa terkekeh.
"Halo selamat siang."
Ucapan seseorang dibelakang mereka menghentikan candaan keduanya, Nessa dan Emma menoleh dan melihat seorang wanita cantik berada di ambang pintu kantor perawat.
"Selamat siang," jawab Nessa dan Emma bersamaan
"Anda.......," Emma ragu melanjutkan kalimatnya
"Kenalkan, saya Milla dokter gigi baru di rumah sakit ini".
"Oh.... Iya selamat datang di RS Mutiara dokter Milla, saya dr. Emmanuelle panggil saja Emma dan ini dr. Vanessa. Kami dokter umum disini."
"Salam kenal dokter Milla" Nessa mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Milla, demikian juga Emma.
"Dokter Milla sejak kapan mulai dinas?" Tanya Emma
"Mulai kemarin, hari ini saya mau memperkenalkan diri pada seluruh staff dan dokter RS Mutiara ini."
"Boleh saya nanya dokter Milla?" Tanya Nessa
"Iya silahkan dokter Vanessa."
"Apakah menjadi dokter gigi adalah cita cita dokter Milla sejak kecil?"
"Tidak, ini keinginan papa saya."
"Kok bisa begitu?"
"Iya karena beliau juga dokter gigi dokter Nessa, kalau dokter Nessa sendiri apa ini cita cita dokter sejak kecil?" Tanya Milla pada Nessa.
"Iya, menjadi dokter adalah cita cita saya sejak kecil, karena saya kagum dengan mama saya yang juga seorang dokter. Beliau suka menolong bahkan memberikan pengobatan secara gratis pada orang tak mampu. Saya ingin jadi seperti beliau," ucap Nessa dengan mata berbinar.
"Wah mulia sekali ya ibu dokter Nessa, kapan kapan boleh dong kita hang out bareng?"
Nessa dan Emma saling pandang dan menjawab bersamaan
"Boleh banget........"
Mereka tertawa bersama.
Sesuai janji Nessa, hari Minggu akan mentraktir Emma barang branded. Ia sudah bersiap-siap memakai celana pendek selutut dan sepatu kets yang sama sama bewarna putih, sedangkan atasannya ia lebih suka kaos lengan panjang yang merupakan outfit favoritnya. Ia memilih memesan taksi online karena hari ini ia malas membawa kendaraan sendiri, mama Anaya yang melihatnya turun dan sudah dalam keadaan rapi melihatnya heran
"Nessa sayang, pagi pagi mau kemana sih?"
"Ada janji sama Emmanuelle ma."
"Emmanuelle yang teman SMA kamu?"
"Eh iya aku belum cerita ya sama mama kalau Emma juga kerja di RS Mutiara, jadi kita kayak reuni gitu ma".
"Bagus kalau disana kamu ada teman sayang, sarapan dulu yuk", ucap mama Anaya yang memang sedang menyiapkan sarapan.
"Oke ma"," Nessa langsung duduk dan mengambil nasi goreng yang langsung ia habiskan
"Kamu lapar apa kelaparan sih kak?" Tanya mama Anaya keheranan.
"Nessa buru buru ma, dah mama," Nessa langsung berlari meninggalkan ruang makan setelah meminum air satu gelas, ia berlari hingga menabrak papanya sampai hampir terjengkang kebelakang tapi ditangkap oleh papanya hingga ia selamat.
"Nessa......buru buru amat sih kak, mau kemana?" Tanya papa Dzakka.
"Ada janji Ama temen pa, bye pa," Nessa berlalu meninggalkan papanya yang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Papa Dzakka berjalan menuju ruang makan mendekati istrinya yang sedang menyiapkan sarapan.
"Nessa itu tadi buru buru mau kemana sih ma?"
"janjian Ama temanya pa, emang kenapa?"
"Dia itu tadi lari lari hingga menubruk papa hingga akan terjengkang ke belakang, untung papa tangkap."
"Ya gitu deh pa, anak anak udah pada nggak betah di rumah, Ryando juga pagi pagi udah keluar aja".
"Ryando juga?"
Mama Anaya mengangguk.
"Jadi kita berdua aja nih dirumah?" Ucap papa Dzakka berdiri dan mendekati mama Anaya dan memeluknya dari belakang.
"Ih papa genit ah."
"Gak papa genitnya cuma sama mama kok," ucap papa Dzakka sambil mencium pipi mama Anaya.
Oooo----oooO
Nessa dan Emma berjalan berkeliling mall mencari barang yang mereka inginkan.
"Elo pengen apa sih Em dari tadi muter muter doang di mall ini, kaki gue capek nih," gerutu Nessa pada Emma
"Namanya juga lagi pilih pilih, gue tuh bingung pengen baju apa tas?"
"Ya udah elo putusin dulu mau apa, gue tungguin sambil tidur."
"Ih songong lo Ness, ya udah kita ke butik aja deh gue mau cari baju."
"Oke deh ayo."
Keduanya masuk ke butik yang tak jauh dari mereka berdiri, mereka melihat lihat model baju baju yang lagi tren. Nessa menunggu Emma yang sedang memilih baju dengan duduk di sofa yang ada di butik itu sambil melihat lihat majalah yang ada dimeja.
"Dokter Vanessa.....???" Sebuah sapaan membuat Nessa memalingkan mukanya dari majalah ke sumber suara.
"Bu Nadin....," Ucap Nessa sambil berdiri dan mencium punggung tangan bu Nadin yang membuat Bu Nadin terkejut mendapat perlakuan seperti itu dari Nessa, Nessa memang selalu melakukan itu pada orang yang lebih tua.
"Lagi belanja dokter?"
"Oh enggak Bu, lagi nganterin temen aja", jawab Nessa. Bu Nadin duduk di sofa yang diikuti oleh Nessa.
"Bu Nadin sendiri belanja, sama siapa?"
"Sendirian, ibu sama supir sih tapi di parkiran."
"Bu Nadin sudah baik baik aja, masih sering ada keluhan?" Tanya Nessa.
"Berkat dokter Vanessa saya lebih baik sekarang, fikiran saya juga tidak tertekan lagi karena putra saya sudah mau diperkenalkan dengan anak temen ibu, walau belum membicarakan perjodohan tapi menurut ibu itu sudah kemajuan."
"Syukurlah kalau begitu, itu berarti pak Tristan sangat sayang sama ibu dan tak ingin ibu terkena serangan lagi."
"Iya benar dokter, semoga saja Tristan mau menikah dengan anak teman ibu, ibu kesana dulu ya Dok."
"Iya silahkan Bu," jawab Nessa
1 jam kemudian Emma mendekati Nessa dan membawa baju model terbaru.
"Nessa, ini ya?"
"Iya bungkus deh, yuk ah ke kasir lalu pulang, capek gue ngikutin lo jalan mulu."
Emma terkekeh mendengar Nessa menggerutu tapi ia senang karena baju yang ia pilih adalah limited edition. Sesampainya di kasir Nessa meminta kasir membungkus baju yang dipilih Emma yang dibandrol dengan harga Rp. 1.255.000,-, Emma tersenyum puas saat Nessa menyerahkan kantong kertas berisi baju tadi, saat keduanya akan meninggalkan kasir manager butik memanggilnya
"Dokter Vanessa??"
Nessa membalikkan badan.
"Iya benar saya."
"Ini ada titipan dari Bu Nadin," ucap si manager sambil menyerahkan kantong kertas yang dilihat Nessa berisi baju pesta berwarna peach.
"Ini untuk saya?" Tanya Nessa lagi
"Kata Bu Nadin iya untuk dokter Vanessa."
"Oh....makasih ya mbak."
"Sama sama."
Nessa berjalan di samping Emma sambil berfikir kenapa Bu Nadin membelikannya baju. Emma yang penasaran mengambil kantong kertas dari tangan Nessa dan melihat baju serta label harga di dalamnya.
"Ih Busyet Ness, 6 Jeti harganya."
"Yakin lo?" Tanya Nessa sambil ikut melihat label harganya.
"Mahal banget Em, gue nggak bisa terima ini."
"Udahlah Ness, sepertinya dia ikhlas ngasih ini ke elo, kalau dia bilang dulu sama elo ya kayak gini elo langsung nolak makanya dititipin ke kasir."
Nessa hanya diam dan terus melangkah sejajar dengan Emma keluar dari mall.
Lynagabrielangga