Seorang pria berjubah hitam dengan topeng menutupi wajah dan tudung yang menutupi kepalanya, tengah berdiri tepat di depan sebuah Mansion besar. Mansion bergaya jejepangan itu terlihat tenang dan juga damai. Seorang pria berkepala plontos keluar dari dalam Mansion dengan senyum merekah di wajahnya.
"Kau datang terlalu cepat, White," ujar pria berkepala plontos itu.
"Tidak ada waktu lagi, Ace. Kau harus membayar hutangmu," jawab White sambil membuka topeng di wajahnya.
"Tidak bisakah aku saja yang menanggungnya?"
Tanya Ace dengan penuh harap, ia tidak ingin menarik istri tercintanya pada kematian yang akan segera menemuinya. White menggeleng, pria itu menatap langit dengan hembusan napas pelan.
"Tidak, Mama juga harus ikut denganmu."
Ace tertawa kecil, tidak menyangka jika pria di hadapannya sama sekali tidak memberi ampun. Meski begitu, ini adalah kesalahannya di masa lalu, bermain api dan kini ia mulai terbakar secara perlahan.
"Kau benar-benar sudah mencintai Putriku, huh?" tanya Ace menatap White yang kini menoleh ke arahnya.
"Semua yang aku lakukan demi Felica," jawabnya datar tanpa ekspresi.
Ace terkekeh, ia kembali menatap seseorang yang pernah menjadi musuhnya di masa lalu. Tidak ada perubahan di wajah pria itu sejak pertama kali bertemu, sedangkan tangannya sudah mulai mengeriput. Tubuhnya sudah termakan usia, pria itu berdecak kala melihat tubuh White yang masih saja muda dan hanya sedikit menjadi dewasa. Padahal usia White jauh lebih tua dari Ace sendiri. Pria berkepala plontos itu melangkahkan kedua kakinya menuju taman, menghembuskan napas sejenak dan ia memutar tubuhnya ke arah White.
"Aku ingin bertemu dengan cucuku," ujar Ace sambil memilih duduk di kursi taman.
"Prince!" panggil White.
"Yes, Dad?" tanya Prince yang sudah berada di belakang Ace.
"White, kau bisa meninggalkanku bersamanya?" tanya Ace, White melemparkan sebuah botol kecil berisikan cairan hitam kearah Ace.
"Waktumu hanya tiga hari Ace," jawab White yang langsung saja meninggalkan tempat itu.
Ace menoleh ke arah lelaki bersurai putih dengan tatapan seperti anak kecil. Ia menepuk bangku di sebelahnya agar lelaki itu duduk. Ace cukup lama terdiam menikmati kesunyian hutan di hadapannya, ia mencoba merangkai kata di dalam kepalanya.
"Siapa namamu, Kiddo?" tanya Ace pada akhirnya.
"Dracania Prince Snake." Ace tersenyum, tangan kekar itu mengusap kepala cucunya yang merupakan monster buatan White.
"Mau mendengar tentang Ibumu?" tanya Ace, Prince hanya mengangguk.
Ace tersenyum, sebelum ia menceritakan panjang lebar tentang putrinya, ia membakar sebatang cerutu di tangannya. Menghisap kuat dan menghembuskannya secara perlahan, Ace sedang menikmati sisa hari-harinya.
"Felica Gremory Roulette, ia adalah putri kandungku satu-satunya. Gadis polos yang hidup dalam bayang-bayang kematian, dan aku tidak ingin ia mati karena kepolosannya." Ace terdiam sejenak, mengenang masa lalu apa saja yang ia lakukan pada putrinya.
"Jika kau melihat sisi Felica yang begitu kuat dan juga kejam, itu merupakan hasil eksperimenku terhadapnya. Eksperimen DID buatan, aku mengembangkannya bersama teman lamaku. Membuat beberapa kepribadian secara paksa, dan membuat Felica tersiksa tanpa ia sadari sendiri. Salah satu eksperimen itu adalah menggunakan Ayahmu, aku tidak menyangka Putriku menemukan Ayahmu yang sedang sekarat. Aku masih mengingatnya, bagaimana Ibumu itu memintaku untuk menyelamatkan Ayahmu yang terluka parah." Ace tertawa kecil saat mengingat apa yang ia lalui puluhan tahun lalu.
"Aku tidak menyangka jika Ayahmu hampir membunuh putriku, tetapi karena itulah Ayahmu akhirnya membuka hatinya untuk putriku. Lalu, Felica mendapatkan kepribadain barunya setelah hampir mati di tangan Ayahmu."
"Daddy, memang bajingan." Prince membenarkan, ia mengerti mengapa Ayahnya itu terlihat seperti pria b******n dan ternyata memang b******n yang menyebalkan.
Ace tertawa kecil dan kembali menghisap cerutu di tangan dan menghembuskannya kasar. Asap putih itu terbang terbawa angin musim gugur, dedaunan yang terbang menyejukkan penglihatan mereka.
"Alucard memasukkan Felica ke dalam sekolah assassin khusus perempuan, tidak ada yang mengetahui tentang itu selain Alucard dan juga aku yang terus mengawasi Felica. Setelah dua tahun berlatih di sana, kepribadian lain muncul dan membunuh semua murid yang berada di sekolah itu," terang Ace, kedua mata Prince membulat saat mendengarnya,.
"Berapa orang dalam sekolah itu?" tanya Prince.
"Sedikit, hanya sekitar dua ribu pelajar yang memasuki sekolah pembunuh itu. Eliezer, yang aku tahu Felica mendapatkan kepribadiannya yang baru saat orang-orang mencoba membuatnya bisu dan mencekiknya. Dan saat kepribadian itu muncul, ia tidak berbicara dan selalu haus darah dengan wajahnya yang datar tanpa ekspresi. Setidaknya hanya dua ribu orang yang mati, Eliezer berhenti berulah setelah Dewan sekolah itu datang dan meringkusnya. Ya, walaupun mereka juga hampir mati jika aku tidak datang dan mengurus sisanya," jelas Ace, Prince masih terdiam tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Saat itu ia sudah memiliki puluhan kepribadain, Felicia dan Varsa sudah jauh lebih dulu muncul sebelum Eliezer. Tetapi, kenyatannya aku telah membuat banyak kepribadian Felica saat usianya masih belia." Ace menyeringai saat mengingat apa yang telah ia lakukan pada Putrinya.
Jahat, ia memang penjahat keji bahkan pada putrinya sendiri, saat itu ia tidakpeduli dengan tanggapan orang-orang terhadapnya. Selama itu bisa melindungi Felica, ia akan membuat putrinya akan terus menjadi poros Mafia Roulette.
"Satu hal yang harus kau ingat di kepalamu, Ibumu adalah wanita yang baik. Aku ingin kau menjaganya, menjaga semua kebaikan yang ia miliki. Aku sudah merusak dirinya begitu berat, andai aku bukan seorang kepala keluarga mafia ... mungkin Felica akan tetap menjadi Felica yang aku kenal." Prince tersenyum mendengar permintaan Kakeknya.
"Mengapa kau tidak meminta cucumu yang lain?" tanya Prince yang penasaran.
"Mereka ada dalam kendali Felica, mereka sudah seperti boneka yang sedang menari di tangan Ibumu. Berbeda denganmu, kau memiliki rencana tersendiri pada Felica, bukan?" Prince tersenyum dengan jawaban Ace.
"Apa pun rencana yang ada di kepalamu, itu adalah hal yang berbeda dengan rencana yang di rancang putriku. Kau pun pasti akan melakukan sesuatu pada Ayahmu, bukan?" Prince tertawa, ia tidak menyangka jika Kakeknya begitu pintar membaca apa yang ada di kepalanya.
"Papa, kau begitu menarik. Tapi, sayang sekali kau akan mati," ujar Prince yang bangkit berdiri dari duduknya, Ace hanya tersenyum mendengar perkataan cucunya.
"Apa kau mau menuruti satu perintahku?" tanya Ace, Prince menoleh lalu mengangguk.
"Ini bukanlah permintaan, tetapi satu perintah dari Mantan Kepala Keluarga Mafia Roulette," ujar Ace dan lagi-lagi Prince mangangguk.
"Jagalah Roulette beserta juga Ibumu, buat Ibumu bahagia tanpa merasakan beban dunia yang kejam ini, dan lepaskan Snake dari Roulette. Aku tidak ingin Ayahmu menggunakan Felica untuk memperlancar bisnisnya."
Prince terdiam sejenak, jika ia harus melepas Snake tandanya ia juga harus meninggalkan Felica.
"Aku tidak mau meninggalkan Ibuku!"
"Prince ... apa kau tahu nama asli White yang sesungguhnya?"
"Tidak, apa maksudmu dengan nama asli Daddy?"
Ace tersenyum lalu bangkit berdiri menepuk pundak Prince, "White akan menjelaskan padamu nanti, sampaikan hal itu pada White. Tentang kau akan melepas Snake dari Roulette," kata Ace yang langsung bebalik menuju Mansion miliknya.
"Papa," panggil prince dan Ace menghentikan langkahnya tanpa menoleh.
"Terima kasih telah mempercayaiku," ujar Prince, Ace hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh ke arahnya.
Prince mengepalkan kedua tangannya, entah perasaan sesak apa yang sedang melanda dadanya saat ini. Tiba-tiba saja sebuah pelukan hangat ia terima dari belakang tubuhnya.
"Kau pasti kesepian selama ini," suara lembut itu membuat Prince menoleh dan mendapati wanita cantik memeluknya.
"Mama?" wanita itu tertawa kecil lalu mengelus kepala Prince.
"Ternyata kau mengenaliku, aku tahu kau masih sangat belia dalam usia ular," jawab Shizuku dengan senyum manisnya.
"Mama, kau tidak takut denganku?" tanya Prince yang memperlihatkan tangannya yang bersisik.
Shizuku tertawa sambil kembali memeluk cucunya yang baru kali ini ia temui, ia tidak akan berbohong pada perasaannya yang saat ini begitu bahagia melihat Prince di saat terakhir. Wanita itu melepas pelukannya dan menatap Prince penuh bangga.
"Kau adalah cucuku, kau bukan monster seperti yang di katakan orang-orang terhadapmu. Kau hanya unik," jawab Shizuku dan Prince tertawa kecil sambil menghilangkan sisik di tangannya.
Shizuku terdiam sejenak lalu memeluk Prince. "Aku senang bisa bertemu denganmu sebelum pergi." Prince membalas pelukan Shizuku.
"Daddy memang kejam," gumam Prince, Shizuku tertawa kecil dan mengecup kedua pipi Prince.
"Aku menyayangimu," bisik Shizuku sembari melepaskan pelukannya.
Wanita cantik itu membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekati Ace yang masih terdiam berdiri di tempatnya. Shizuku langsung menggandeng tangan Ace dan tersenyum ke arah suaminya.
"Papa, Mama, aku menyayangi kalian. Terimakasih telah melahirkan Ibuku ke dunia ini dan ... selamat tinggal."
Ace dan Shizuku tersenyum lalu membalikkan tubuh mereka, tetapi Prince sudah menghilang dari belakang mereka. Menyisakan hembusan angin di musim gugur yang terasa dingin. Ace mengeratkan pelukannya pada Shizuku, satu tangan mereka saling menggenggam untuk saling menguatkan.
"Selamat tinggal ... Roulette Famiglia."
***