“She ....” suara lemah itu terdengar dari atas tempat tidur. Tepatnya Vasco yang terlihat menggerakkan kepala pelan kesamping. Resti dan Sherina sama-sama menatap Vasco, lalu berlari mendekati ranjang. Sherina memencet tombol dengan cepat. “Sayang,” Resti mengelus lengan Vasco. “Yaang,” lirih Vasco lagi. Sherina menangis. Gimana mereka bisa pisah, bahkan saat pertama kali ngomong setelah koma pun, nama Sherina yang disebut. Semua cukup membuktikan jika Vasco begitu membutuhkan Sherina. Ya, wanita itu lebih spesial dibandingkan Resti. Resti melirik Sherina yang berdiri disisi ranjang sebelah. Tersirat kebencian yang mendalam dari matanya. “Yaang ....” kembali Vasco memanggil kekasihnya, lalu matanya terbuka pelan. “Yaang ....” lagi, belum bisa melihat jelas, membuatnya mengerjap beber