Part 6

1057 Kata
Part 6 Tidak semua hal bisa kamu sama ratakan burul atau baik. *** Masih seperti hari-hari sebelumnya, kini kami fokus membali menjelajahi hutan sampai menemukan kota kecil yang akan jadi tujuan utama kami. Awalnya aku pikir masuk ke sana mudah, ternyata sangat sulit sekali. Bayangkan saja kami sudah memasuki hari ketiga tapi masih setia dengan hutan-hutan yang menemani perjalanan kami semua. Padalah seharusnya kalau memang kota itu ada kami hanya butuh satu atau dua hari bukan selama ini. Kini, aku bersama dengan yang lain memilih perjalanan yang tenang sampai kami nanti menemukan kota tersebut. Jujur aku tidak yakin dengan perjalanan ini, karena ketenangan bagi kelompok kami itu tidak ada. Apalagi ada Matteo dan Lazuard. Dua manusia yang sering kali beradu argumentasi untuk permasalahan yang sepele, kan aku dan Aristide yang mendengarkan perdebatan mereka jadi agak kesal gimana gitu. Masa iya satu tim tapi saling tidak mau mengalah ego satu sama lain. Haduh susah lah kalau seperti ini. "Menurut peta, kita harus berbelok ke kanan," kata Matteo dengan suara khasnya yang tegas namun tersirat tidak enak di telingaku karena aku yakin pasti Matteo dan Lazuard akan kembali memeperdebatkan masalah ini. "Kamu tahu Matteo? Dari tadi kita hanya memutar tempat ini. Ada baiknya kita coba saja sisi kiri sekarang. Karena aku mau tahu apakah jalan itu benar mengarahkan kita padankota tersebut," ucap Lazuard membuat Matteo kesal. "Kalau gitu kamu saja sana." usirnya. "Bagaimana kalau kita lurus saja?" tanyaku membuat semua orang menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Mereka seakan tidak setuju dengan perkataanku. Ya, wajar saja aku kan paling muda di sini. Jadi, tidak mungkin suaraku akan di dengar oleh mereka semu. "Mari kita coba lurus saja dulu, baru nanti ke kiri dan ke kanan. Kalau benar, berati dugaan kalian ada benarnya. Dan kamu yang hanya salah membaca peta," kata Aristide dengan nada dinginnya. Mungkin manusia itu juga terbawa emosi karena kita memutari tempat yang sama sampai kedua kalinya dan ini sangat membuang-buang waktu. "Kam--" "Jalan!" Aristide mengatakan satu kata itu supaya kami semua bergerak. Awalnya hanya aku saja yang ada di belakang Aristide, eh ternyata Lazuard dan Matteo mengikuti kami dari belakang. Aku tersenyum, 'Dasar manusia gengsian!' kata batinku saat melihat keduanya berjalan bersama di belakang kami. Bahkan walau mereka saling diam, mereka tengah memikirkan apa yang harus mereka lakukan demi memperbaiki hubungan mereka. Lucu sekali mereka. Ternyata membaca pikiran orang lain seru juga ya. Kita bisa tahu apa yang orang lain pikirkan tentang kita dan apa yang di rencanakan pada kita supaya bisa antisispasi sejak awal. Tapi, anehnya walau aku tahu rencana jahat mereka misalnya, aku bukan mengubahnya malah membiarkan saja semua berjalan seperti apa adanya. Jujur, aku sangat takut mengubah jalan takdir. Dikhawatirkan kalau sampai aku bisa mengubahnya bisa-bisa kejadian buruk atau kejadian baik dalam hidupku bisa saling bersinggungan dan mengakibatkan sebuah takdir baru yang belum tentu baik untukku. Kini, kami tiba di sebuah sungai yang mengalir dengan deras. Ada yang pernah bilang padaku, kalau kita menemui sungai maka kita sudah dekat dengan tempat yang kita tuju. Tapi, apakah benar kita sudah dekat? Pasalnya saat kita berjalan melewati sungai tersebut, kita di sambut dengan hutan lebat kembali. Namun bedanya kali ini, kita benar-benar di tunjukkan sesuatu yang begitu mencengangkan. "Kenapa ada kuburan di sini?" pertanyaanku spontan membuat mereka semua hanya diam tanpa menjawab pertanyaanku. "Diam, Alkas. Jangan banyak bertanya." nasihat dari Aristide membuatku diam. Lagi pula aku hanya mengajukan satu pertanyaan saja. Kenapa dia seperti kesal? Atau mungkin ini adalah makam orang yang dia kenal? Apa mungkin makam seseorang yang di janjikan dalam email yang dikirimkan kepada Aristide? Sepertinya benar begitu, lihat saja raut sedih dan marah dalam wajah yang berpura-pura tidak terjadi apa-apa itu. Walau mereka semua bisa membohongi yang lain, mereka tidak bisa membohongiku, karena terkadang aku bisa membaca raut wajah seseorang disekitarku. Hanya terkadang dan semua hanyalah dugaan yang beberapa kali jawabannya tepat. "Ada baiknya kita berdoa untuk siapa pun yang terkubur di sana," kataku. Membuat yang lain langsung mengikuti pergerakanku yang mendoakan sebuah makam di depanku ini. "Baiklah, kita lanjutkan perjalanan." Aristide berjalan di belakang Matteo meninggalkan aku yang ada di belakangnya saat ini. Entah kenapa aku merasa Aristide kesal padaku. Apa mungkin aku melakukan kesalahan? Sepertinya tidak. Masa iya cuma karena berdoa tadi dia marah? Tidak masuk akal sekali! "Al, kamu tuh paling muda di sini. Bagaimana bisa mendapatkan email seperti kami? Dari perkataan orang-orang di sekitarku, biasanya yang bisa masuk ke tempat ini adalah prajurit-prajurit hebat dan pangkatnya tinggi. Sedangkan kamu? Pangkat kamu saja belum ada apa-apanya, jadi alasannya apa kamu ke sini? Memata-matai kami?" bisik Lazuard spontan, membuat aku menoleh padanya tanpa menghentikan langkah kakiku mengikuti orang-orang di depanku. "Wanita dan laki-laki yang kamu temui pertama kali ke sini adalah kedua orang tuaku. Jika kamu pikirkan lagi wajah mereka, pasti kamu tahu siapa kedua orang tuaku. Dan karena status mereka lah aku bisa di sini," jawabku berbisik. Tidak peduli jika ada yang memanfaatkan aku dengan situasi tersebut. Yang terpenting aku tahu, aku hanya memberi tahu pada Lazuard. Jika bocor berarti Lazuard tidak bisa di pegang perkataannya. Dan dia pantas aku jauhi, jika hal itu benar terjadi. Jangan mereka pikir aku datang ke sini karena kedua orang tuaku, tentu saja bukan. Ada rahasia yang belum bisa aku jelaskan di sini. "Jadi kamu anaknya dokter hebat itu?! Pantas saja kamu bisa dapat akses ke sini. Terus juga saat aku bertemu mayat waktu itu aku ngerasa gak asing, jadi kedua orang tua kamu meninggal di sini?" tanya Lazuard dengan wajah serius. "Mungkin, Kak. Makanya aku masih penasaran apa benar begitu," jawabku prihatin atau malah bertingkah seolah aku menyedihkan padahal kenyataannya malah sebaliknya. Aku tahu bagaimana keadaan orang tuaku dan aku tahu mereka tidak mungkin meninggal hanya karena berada di tempat aneh seperti ini. Apapun permainan mereka, aku akan berada di sini sampai akhir. Sampai aku menemukan jawabannya kalau tempat ini benar-benar tempat yang pantas aku curigai sejak awal. "Kalian!! Jalannya jangan lambat, bisa percepat sedikit langkah kaki kalian?! Mau sampai kapan kita sampai kalau kalian lelet seperti itu?!" teriakan Matteon membuat aku dan Lazuard saling pandang dan akhirnya kami berlari secepat kilat mendekati Matteo dan Aristide yang terlihat kesal karena ternyata kami berjalan terlalu lambat. Apa benar kami yang terlalu lambat atau ada permainan tempat aneh ini? Pasalnya aku merasa kami berjalan di tempat seharusnya. "Padahal kami berada di belakang mereka, kenapa kita berada jauh seperti ini?" ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN