Bastian mengerang ketika dia menyemburkan benih cintanya untuk kedua kalinya hari ini. Rasanya dengkul Bastian mau rontok karena hampir dalam waktu yang bersamaan dia harus memuaskan dua wanita dengan dua eksekusi puncak yang berbeda.
Sebelum dia mengeksekusi Kinanti, tadi dia sempat bermain sedikit gila dengan sekretarisnya. penampilan Bastian yang tampan dan tubuhnya yang atletis, membuat pria itu menjadi idaman banyak wanita.
“Aduh Mas, aku capek banget. Makasih ya, aku cinta kamu,” bisik Kinanti di telinga Bastian ketika dia sudah lemas dan jatuh di curuk leher pemuda tampan itu.
“Aku juga, sayang. Aduh .. istirahat dulu bentar, capek banget,” ucap Bastian sambil menyandarkan tubuhnya yang lemas di sandaran singgasana kerjanya sambil memeluk tubuh Kinanti dengan erat.
Tok tok tok.
“Pak Bastian, maaf Pak. Ada Pak Ibnu yang akan naik ke ruangan ini sekarang, Pak,” ucap Aldo asisten pribadi Bastian dari depan pintu ruang kerja Bastian.
“Apa! Mau naik ke sini? Tahan dulu kedatangannya, jangan sampe masuk dulu!” Teriak Bastian kaget dan seketika juga kedua orang yang masih berpangkuan itu langsung panik.
“Segera Pak, beliau sudah masuk lift.”
“Mas, ini gimana? Kok kamu gak bilang sih kalau mertua kamu mau ke sini?” tanya Kinanti yang segera turun dari pangkuan Bastian.
“Udah kamu gak usah banyak omong, cepet sembunyi sana di kamar mandi. Aku mau rapi-rapi dulu nanti Mertuaku datang. Dateng kok pake mendadak gini sih!” gerutu Bastian yang segera merapikan kembali penampilannya.
Kinanti langsung mengambil semua pakaiannya yang jatuh di dekat kursi kerja Bastian. Dia segera memastikan agar semua pakaiannya bisa terbawa dan juga barang-barang milik pribadinya yang ada di atas meja kerja Bastian. Kinanti tidak ingin mencari mati ketika nanti mertua dari kekasih gelapnya itu datang dan memergoki mereka berdua.
Untung saja Aldo cepat tanggap dan segera melapor kepada Bastian tentang kedatangan mertuanya itu. Aldo memang mengetahui hubungan gelap Bastian dengan Kinanti karena Bastian juga menginginkan hubungannya ini bisa dilindungi oleh beberapa orang di sekitatnya yang dia percayai agar dia bisa selamat.
“Duh, gak bisa cepat pulang deh kalau kayak gini. Lagian Pak Ibnu ngapain sih pakai ke sini segala. Udah tahu ini jam pulang kantor, kenapa juga sih pakai mampir ke sini,” gerutu Kinanti kesal karena dia gagal pulang cepat.
Sementara Kinanti sedang bersembunyi di dalam toilet yang ada di ruang kerja Bastian, Devan dan Anna masih sibuk di dalam kamar Rafa. Anna masih memijat tubuh Devan untuk membantu majikannya itu kembali rileks.
Anna sangat bahagia karena kini Devan mau berbincang dengannya secara santai. Padahal biasanya Devan terlihat dingin ketika di rumah karena kelelahan bekerja atau terlibat keributan kecil dengan istrinya itu. Namun kini Devan tampak bisa tertawa dengan lelucon garing yang dilemparkan oleh Anna untuk menggoda majikannya.
“Kamu ini ternyata lucu juga ya, An. Pantes aja Rafa betah sama kamu, ternyata kamu sehangat ini,” puji Devan sambil menikmati pijatan Ana yang kini sudah beralih ke tangan Devan.
“Bapak bisa aja, tapi bisa gak ya kalau misalnya anaknya bisa betah sama saya kira-kira Papanya bisa ikutan betah gak ya sama saya,” goda Anna yang kini sudah tanpa malu-malu lagi.
“Kalau saya gak betah ya saya gak ada di sini sekarang. Buktinya sejak saya pulang kantor tadi saya gak ke mana-mana kan, An. Tetep aja di sini nemenin kamu sambil ngerasain pijatan kamu,” jawab Devan menyambut rayuan Anna.
“Iya sih, tapi kira-kira Bapak seneng gak sih dapat pijatan saya. Cocok gak, Pak?”
“Cocok banget. Kinanti itu gak bisa mijit. Dia tuh kalau pijit saya gak kerasa apa-apa, kayak orang lagi gak dipijit aja rasanya. Tapi kalau pijatan kamu ini mantep banget. Kerasa banget mantapnya, apalagi kalau kamu mijit yang lain ya, mantep juga gak ya,” Devan mulai memancing kenakalan.
“Emang Bapak mau dipijit apanya lagi? Bapak mau dipijit kakinya?” tanya Anna sambil melirik ke arah pangkal paha depan yang tampaknya sudah terlihat gundukannya itu.
“Nanti aja deh, An. lain kali aja, sekarang ini aja lah dulu, gak papa kan?”
“Dengan senang hati, Pak. saya bakalan seneng kalo nanti disuruh mijit Bapak lagi,” ucap Anna.
“Trus kalau misalnya saya capek nih, Bapak mau gak pijit saya?” Anna tersipu malu sambil menunduk dan sedikit terkikik.
“Kamu mau saya pijit, An? Udah sana madep belakang, biar saya pijitin kamu,” Devan tidak membuang kesempatannya untuk bisa menyentuh tubuh Anna yang sejak tadi sudah menggodanya itu.
“Beneran nih, Pak? Mau banget kalo emang mau,” jawab Anna sambil tersenyum lebar.
Anna sangat bersemangat ketika Devan mau bergantian untuk memijatnya. Anna segera berbalik untuk duduk membelakangi Devan pemuda incarannya itu. Anna berharap Devan bisa memijat pundaknya dan berharap ada penyerempetan nakal dari tangan Devan di buah dadanya.
Devan pun segera mendekatkan dirinya pada punggung Anna agar dia bisa memijat punggung Anna. Tapi Regan yang sudah kepalang tergoda dengan Anna semakin melayangkan niatannya untuk menggoda babysitter sintal anaknya itu.
“An, coba deh kamu masuk ke sela kaki saya aja. Jadi biar kita enak pijat-pijatannya,” ucap Devan yang segera naik ke atas tempat tidur putranya lalu membuka kakinya lebar-lebar agar Anna bisa duduk di antara kedua pahanya.
“Boleh Pak, saya mau. Yang penting saya nanti dipijit ya. Pijitnya yang enak ya, Pak,” jawab Ana yang juga langsung ikut naik ke atas ranjang sambil merangkak.
Lagi-lagi Devan dibuat menelan salivanya sendiri ketika dia melihat buah d**a Anna tergantung dengan bebasnya di dalam daster seksi yang dipakainya itu. Dua buah d**a Anna itu tergantung tanpa halangan dan Devan bisa melihatnya dengan jelas. Bulat besar dan terlihat sangat kencang.
Meski puncak d**a Anna belum kelihatan, tapi dua bongkahan kenyal yang bergantungan dan bergerak seiring dengan bergeraknya tubuh Anna mendekati Devan itu saja sudah membuat adek kecil Devan makin menegang dan ingin segera di keluarkan.
“An, itu kalau tergantung terus kayak gitu gak capek emangnya?” tanya Devan spontan sambil melihat ke arah buah d**a Anna yang menggodanya.
“Capek sih sebenarnya, Bapak mau pijitin?” tanya Anna sambil mendongakkan kepalanya tanpa merubah posisi tubuhnya yang masih merangkak di atas kasur berhadapan dengan Devan.