“Tapi apa?” tanya Anna penasaran dengan kalimat menggantung dari Devan.
“Tapi harus kamu perlakukan dengan baik dan juga jangan lupa sedikit di service,” jawab Devan sambil mengedipkan sebelah matanya pada Anna.
“Mulai keluar deh genitnya. Emang mau diservis kayak apa sih?” tanya Anna semakin menggoda Devan sambil membelai bagian Boxer yang sudah mengembung itu.
“Gak perlu dijelasin juga kali, pasti pacar Hongkong kamu itu udah banyak ngajarin kamu kan. Emang kamu gak penasaran pengen nyobain?” Devan mulai memancing lagi.
“Ya pengen sih sebenarnya, emangnya boleh kalau saya praktekin sama Bapak?” tanya Anna dengan senyum manisnya.
“Sekali lagi kamu panggil saya Bapak, saya tinggalin kamu. Kan tadi saya udah bilang kalau kita lagi berduaan panggil nama aja atau panggil sayang,” Devan mulai protes karena dia sedikit risih ketika Anna memanggilnya bapak.
“Sebenarnya pengen sih manggil sayang atau manggil Mas, tapi takut kebiasaan. Entar kalau pas ada ibu atau Mbok Darmi terus saya kelepasan gimana?” Anna mengungkapkan kekhawatirannya.
“Ya harus bisa memgkondisikan dong, Sayang. Kan aku juga harus belajar buat bisa bedain kapan manggil kamu sayang atau suster. Padahal sih kalau boleh jujur pengennya tiap hari bisa panggil kamu sayang.”
“Sama, aku juga gitu. Tapi ya udah deh, kita coba dulu ya. Emmm ... aku boleh lihat dalamnya gak, sayang?” jawab Anna sambil melihat ke arah gundukan yang sejak tadi dia belai.
“Boleh dong, dia juga pengen kenalan sama kamu. Buka aja, sayang.”
Anna menatap wajah tampan Devan sambil tersenyum. Dia ingin sedikit memastikan kalau Devan benar-benar mengijinkannya untuk melihat senjata rahasia yang selama ini dilihat oleh Anna secara diam-diam ketika Devan berolahraga di halaman belakang.
Devan menganggukan kepalanya sambil tersenyum untuk memberikan tanda pada Anna agar wanita itu bisa segera mewujudkan keinginannya untuk melihat sosis dan telur yang dia miliki.
“Tangan Anna perlahan membuka karet boxer yang melingkar di pinggang Devan. Perlahan namun pasti, bagian utama dari batang keperkasaan Devan mulai menyerang keluar. Kepala jamur milik Devan yang sudah mengembang itu membuat Anna menelan salivanya sendiri.
“Baru atasnya aja udah gede banget, sayang,” ucap Anna sambil melihat ke arah kepala jamur milik Devan.
“Iya dong, kan biar bisa puasin kamu. Kamu gak pengen lihat yang lainnya,” rayu Devan yang kini langsung memasukkan tangannya di kaos Anna untuk meremas buah d**a sintal Anna.
“Maulah, tapi dibuka pelan-pelan aja, biar lebih dramatis.”
“Terserah kamu aja, sayang.”
"Pa, kamu di mana, Pa?"
Bruk!
Anna langsung menjatuhkan dirinya ke karpet begitu dia mendengar ada suara Kinanti mendekati ruang tengah. Anna yang tadinya diserang oleh hasrat yang tinggi, kini justru berubah menjadi rasa panik.
Rasa panik takut ketahuan oleh istri majikannya itu takut ketahuan kalau saat ini dia sedang bermesraan dengan majikan rasa pacarnya itu. Anna langsung merangkak bersembunyi di balik sofa sambil membenarkan pakaiannya lagi.
Devan yang tadinya sedang mengulik daerah kewanitaan Anna juga ikut panik ketika dia mendengar istrinya datang. Devan juga kaget ketika dia melihat Anna tiba-tiba menjatuhkan dirinya sendiri ke karpet lalu bergerak dengan cepat pergi ke belakang sofa.
“Pa, kamu lagi ngapain?” tanya Kinanti yang hendak menyalakan lampu.
“Gak usah dinyalain, Ma! Biar kayak gini aja,” ucap Devan mencegah tangan istrinya menekan saklar lampu yang saat ini sedang dipegangnya.
“Lho kenapa? Nanti matamu sakit lho nonton TV gelap-gelapan kayak gini,” tanya Kinanti sambil melihat ke arah suaminya.
“Kepalaku lagi pusing, jadi aku pengen nonton TV dalam keadaan kayak gini aja. Siapa tahu nanti aku langsung tidur,” Devan berusaha mencari alasan agar posisi Anna tetap aman tidak terlihat oleh Kinanti.
“Kamu gak bisa tidur? Biasanya kalau habis keluar, langsung ngantuk. Kamu habis masak, Pa?” tanya Kinanti yang melihat ada telur ceplok dan sosis di atas meja.
“Iya ... tadi habis bersih-bersih aku haus eh pengen makan juga. Ya udah aku goreng telur sama sosis. Pas udah matang kok malah keenakan nonton bola, jadi lupa deh sama makan. Kamu bangun ngapain, Ma?” tanya Devan berusaha biasa saja agar istrinya tidak curiga.
“Perutku lapar lagi. Kalau ini gak kamu makan, aku yang makan aja ya. Daripada nanti malah sia-sia.”
“Ya udah makan aja.”
Kinanti langsung mengambil piring yang tadi dibawa oleh Anna. Telor ceplok dan sosis goreng yang dibuat Anna langsung disantap oleh Kinanti.
Devan berusaha untuk terus memperhatikan istrinya agar dia bisa memastikan kalau istrinya itu tidak curiga tentang keberadaannya di ruang tengah saat ini. Apalagi tentang aktivitas panasnya sama Anna yang belum selesai.
Anna sendiri terus meringkuk di belakang sofa sambil memakai lagi celananya. Untung saja tadi Devan tidak sekaligus melepas celana Anna sampai terlepas dari kakinya. Celana Anna masih tergantung di kaki mungilnya yang membuat Anna masih bisa menyelamatkan barangnya itu ketika dia kabur.
‘Aduh Bu Kinan, kok pakai bangun segala sih. Padahal tadi udah hampir banget aku nikmatin lidahnya Devan. Sekarang malah jadi hilang kan mood-ku,’ gerutu Anna dalam hati sambil menonton siaran televisi.
“Kamu masih mau nonton bola atau tidur, Pa?” tanya Kinanti ketika dia sudah menyelesaikan makannya.
“Mau di sini aja deh, mau nonton dikit lagi sambil nunggu ngantuk,” jawab Devan yang masih dingin meneruskan aktivitasnya bersama Anna.
“Ya udah kalau gitu aku mau ke kamar Rafa dulu, habis itu mau langsung lanjut tidur. Udah kenyang sekarang ngantuk lagi.”
“Apa?? Kamu mau ke mana?” tanya Devan kaget.
“Mau ke kamar Rafa. Aku pengen ngecek keadaan Rafa sekarang. Aku mau ke atas dulu lah,” Kinanti mulai beranjak ingin melangkah ke lantai 2 lagi.
“Eh Ma, tunggu dulu,” Devan langsung menarik tangan istrinya agar mengurungkan niatnya pergi ke lantai 2.
“Kenapa sih?” tanya Kinanti yang kaget atas reaksi suaminya.
Devan kebingungan. dia harus cepat menyuruh otaknya untuk berpikir keras untuk mencari alasan yang tidak akan membuat Kinanti curiga. Tentu saja dia tidak ingin istrinya itu akan tahu kalau Anna saat ini tidak ada di sana.
"Kenapa? Ditanya kok malah diem," tanya Kinanti sekali lagi.
"Anu Ma, nanti ...."