Bab 9. Boleh Lihat, Tapi ....

1343 Kata
“Ma, aku udah hampir keluar, Ma. Ah ah ... aduh ... aduh dikit lagi, Ma,” ucap Devan sambil terus menikmati liang surgawi milik Kinanti. “Buruan Pa, aku udah ngantuk nih,” ucap Kinanti sambil menutup tangannya di depan mulut karena dia menguap. Kinanti terpaksa melayani Devan malam ini karena dia tidak ingin Devan semakin curiga kalau dia menolak berhubungan badan dengan suaminya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk tetap menghindari kecurigaan Devan pada perselingkuhannya dengan Bastian. Devan saat ini sedang memacu batang kejantanannya itu di liang surgawi sang istri. Sejak tadi batang keperkasaannya itu selalu bangun ketika dia membayangkan Anna. Bahkan saat ini Devan pun sedang membayangkan melihat sosok Anna di wajah sang istri yang sedang dia tunggangi itu. Biarpun saat ini istrinya melayani dia hanya seperti sebuah kayu mati, namun Devan masih terus bersemangat untuk melampiaskan hasratnya itu pada sang istri. Tentu saja Devan sedang berfantasi kalau saat ini dia sedang bersama dengan Anna sehingga dia sangat bersemangat sekali meskipun Kinanti sangat kelihatan kalau tidak menginginkannya. “Ah Sayang, ah ... makasih banget. Kamu emang bener-bener luar biasa,” ucap Devan sedikit memuji istrinya saat dia sudah menyemburkan lahar panasnya di liang kesuburan sang istri itu. “Iya. Ya udah kamu turun dulu sana, berat lho, Pa. Tolong ambilin tisu dong, Pa,” pinta Kinanti untuk membersihkan daerah kewanitaannya yang sudah becek oleh luberan benih banget milik Devan. Devan segera turun dari tubuh Kinanti kemudian mengambil tisu yang ada di atas meja rias Kinanti. Biasanya Kinanti selalu menyimpan tisu tersebut di atas nakas yang ada di sampingnya. Namun sepertinya hari ini tisu itu berpindah tempat, mungkin tadi Mbok Darmi ketika mengganti sprei untuk meletakkan tisu Itu kembali ke tempatnya. “Ini Ma tisunya, aku mau bersih-bersih dulu ya. Kamu gak pengen ke kamar mandi?” tanya Devan sebelum dia beranjak ke kamar mandi. “Enggak ah, aku pengen tidur aja langsung. Badanku capek banget. Aku tidur duluan gak papa kan, Pa?” tanya Kinanti sambil membersihkan area kewanitaannya dengan tisu. “Gak papa, tidur aja duluan. Kamu pasti capek banget. Makasih ya Ma untuk malam ini,” ucap Devan sambil memberikan ciuman hangatnya di kening sang istri. Devan segera meninggalkan Kinanti sendirian di dalam kamar. Dia ingin membersihkan tubuhnya dari peluh dan juga sisa cairan kenikmatannya yang baru saja dia semburkan. Devan ingin tidur dengan badan yang segar agar nanti ketika dia mendatangi Anna saat tengah malam, badannya masih tetap segar. “Wah gila, baru bayangin Anna aja aku udah bisa semangat banget buat nidurin Kinanti yang kayak kayu mati. Kalau tadi aku gak bayangin Anna, pasti aku udah ngamuk. Baru dibayangin aja udah bikin aku semangat, gimana kalau aku nanti nyicipin tubuhnya beneran ya, bisa gak berhenti-berhenti kali aku,” ucap Devan sambil membasuh batang keperkasaannya yang kini sudah menciut. Kinanti meletakkan tisu kotor bekas luberan cairan kenikmatan suaminya itu di atas nakas. Dia mengecek ponselnya untuk melihat apakah ada pesan dari Bastian malam ini. Tapi ternyata tidak ada satupun balasan dari kekasih gelapnya itu atas pesan yang dia kirimkan tadi sore. “Gak ada balasan sama sekali, jangan bilang kalau sekarang dia lagi mesra-mesraan sama Sarah. Awas aja ya kalau sampai itu bener, besok aku bakal bikin perhitungan sama kamu, Mas,” gerutu Kinanti pelan sambil menatap layar ponselnya yang tidak mendapatkan notifikasi sama sekali. Kinanti memilih untuk segera tidur agar ketika Devan nanti keluar dari dalam kamar mandi, suaminya itu tidak akan mengganggunya lagi. Kinanti benar-benar sudah hampir hilang rasa pada Devan. Kalau bukan karena paksaan dari orang tuanya, Kinanti pasti akan menuntut cerai pada Devan dan memilih untuk menikah dengan Bastian saja. Devan keluar dari kamar mandi. Dia melihat Kinanti sudah tidur miring membelakangi posisinya, sepertinya Kinanti sudah cukup lelap tertidur sampai istrinya itu tidak lagi menoleh atau menyapanya saat dirinya keluar dari kamar mandi. “Kinanti udah tidur beneran belum sih,” gumam Devan pelan sambil memunguti lagi pakaiannya yang masih berserakan di bawah ranjang. “Ma, aku mau ke bawah, aku haus banget. Kamu mau minum juga gak?” tanya Devan mencoba untuk mengetes apakah istrinya sudah tidur atau belum. Tidak ada jawaban dari Kinanti dan kini mulai terdengar suara dengkuran lembut dari arah Kinanti di telinga Devan. Sepertinya istrinya itu sudah benar-benar tertidur lelap setelah mereka bercinta tadi. Padahal Kinanti memang sudah sangat kelelahan karena tadi sebelum pulang kantor, setelah dia menghabiskan seluruh sisa tenaganya bersama dengan Bastian. Devan segera keluar dari kamarnya. Dia melihat ke sekitar lalu mencoba untuk membuka pintu kamar Rafa yang berada tepat di samping kamar utama. Devan sudah sangat rindu pada buah d**a sintal milik Anna yang sedari tadi dia bayangkan. “Lho ... kok Anna gak ada. Dia ke mana ya,” ucap Devan yang tidak mendapati pengasuh anaknya itu ada di kamar anaknya. “Apa dia ke dapur ya. Aku cari ke bawah deh.” Devan segera keluar dari kamar putranya dan segera turun ke lantai 1. Devan mendengar ada bunyi benturan dua benda keras yang berasal dari dapur. Devan pun segera menajamkan pandangannya untuk melihat apakah di dapur benar ada orang. “Kamu ngapain sayang di sini?” sapa Devan ketika dia mendapati Anna sedang memasak di dapur. “Saya lapar, Pak. Tadi barusan adik poop, terus saya buang Pampersnya ke sini, eh kok malah Saya lapar. Ya udah saya goreng telur sama sosis aja deh buat ganjel perut,” ucap Anna yang masih sibuk penggoreng telur dan sosis yang akan dia santap malam ini. “Kamu bikin telur sama sosis? Ah ... kamu pasti lagi bayangin saya ya,” ucap Devan yang segera memeluk tubuh Ana dari belakang. “Kok bayangin bapak, emang bayangin apaan?” tanya Anna sedikit menoleh untuk melihat wajah Devan yang kini sudah bertengger di bahunya. “Ya saya kan punya sosis sama telur. Nih sosis sama telur saya,” ucap Devan sambil menempelkan batang keperkasaannya di b****g Anna sambil menggesek-gesekannya. “Ih Bapak nakal deh. Emang sosisnya gede kayak yang saya goreng ini?” tanya Anna nakal pada majikan rasa kekasih itu. “Kalau kata saya sih gede, tapi gak tahu kalau kata kamu. Kamu mau coba lihat gak?” tanya Devan yang kemudian mulai menciumi leher dan bahu Anna yang hanya ditutupi oleh kaos. “Emang boleh? Nanti Bu Kinanti marah kalau saya lihat.” “Ya tapi kan ini sekarang udah jadi milik kamu juga, kamu mau lihat gak? Nih ... udah mulai gede nih,” goda Devan sambil terus menggesekkan batang keperkasaannya itu di b****g Anna. “Jujur sih sebenarnya penasaran sama bentuknya, tapi Bapak duduk dulu deh. Saya beresin masak saya dulu ya. Ini udah mateng nih,” ucap Anna agar kekasihnya itu manyingkir dari dirinya dulu agar tidak terkena cipratan minyak. “Aku tunggu di sofa ya. Jangan lama-lama, soalnya takut Kinanti tahu kalau aku keluar dari kamar.” “Ya udah buruan minggir dulu mangkanya.” Devan memberikan kecupan di pipi Anna kemudian dia segera beranjak pergi dari dapur menuju ke sofa santai yang ada di ruang tengah. Lampu di ruang tengah memang sangat temaram sehingga akan sangat sulit untuk melihat orang yang ada di sana kalau tidak menajamkan pandangan. Anna mendatangi Devan dengan membawa piring berisi sosis dan telur ceplok serta satu buah gelas berisi air putih. Dia meletakkan piring dan gelas itu di atas meja kemudian duduk di samping Devan. “Pegang nih, kira-kira gede gak?” ucap Devan yang langsung meraih tangan Anna lalu dia letakkan di batang keperkasaannya yang sudah mulai bangun itu. “Wah udah gede ya, Pak. Emm ... kira-kira ini muat gak ya kalau masuk,” ucap Anna sambil menggosokkan tangannya di atas batang ke perkasaan Devan yang masih ditutupi dengan boxer itu. “Ini belum bangun total, An. Nanti kalau udah beneran bangun, ukurannya bisa lebih besar lagi. Kalau masalah muat apa enggak, ya harus dicoba dong,” ucap Devan yang kini sudah mulai membelai paha dalam Anna yang malam ini hanya memakai celana pendek. “Pak ... saya boleh lihat gak bentuknya kayak gimana?” tanya Anna sambil melihat ke arah Devan. “Kalau cuma lihat nggak boleh, tapi kalau sambil ....”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN