Part-10

687 Kata
**** Putri mengantar Alan ke bandara. Begitu juga dengan kedua orang tua Alan. Saat sudah mendapat pemberitahuan jika pesawat akan segera tinggal landas, Alan pamit kepada Putri. Dipeluknya istrinya itu, serta dikecupnya kepala juga kening Putri berulang kali. "Tunggu aku pulang, ya!" pinta Alan dengan suara parau, yang membuat Putri bertanya-tanya, kenapa suaminya itu terlihat sangat sedih? Putri mengangguk, "Kabari aku jika semuanya sudah stabil! Aku akan menyusulmu." Alan sangat merasa bersalah. Tidak seharusnya ia membohongi Putri. Wanita yang sudah memaafkannya, meskipun berulang kali dirinya melakukan kesalahan. "Pulanglah! Jaga dirimu baik-baik!" "Iya, Mas juga jaga diri Mas. Ingat! Ada aku di sini menunggumu." Untuk terakhir kali Alan mencium kening Putri, juga bibir Putri di depan kedua orang tuanya. Orang tua Alan juga merasa tidak enak kepada sang menantu, tapi mereka juga membutuhkan penerus untuk keluarganya. "Aku pulang, ya ...." "Iya, hati-hati!" Putri meninggalkan Alan, begitu juga dengan kedua orang tua Alan. Orang tua Alan menemani Putri sampai Putri mendapatkan taksi. Begitu Putri naik ke dalam taksi, "Hati-hati, Nak!" "Iya. Papa mama juga hati-hati." Sebenarnya papa Alan menawari Putri untuk ikut serta dengan mereka, tapi Putri menolak. Karena Putri mengatakan jika ia akan mampir ke rumah temannya. Merasa ada yang mengganjal hatinya, Putri meminta sopir taksi untuk memelankan laju taksinya. Putri menengok ke belakang, ia bertanya-tanya kenapa kedua mertuanya masuk kembali ke dalam bandara? Merasa curiga, Putri meminta sang sopir untuk balik arah kembali ke pintu bandara. Sesampainya di depan pintu, Putri turun. Kemudian kembali masuk ke dalam. Dengan sembunyi-sembunyi, Putri mencari keberadaan Alan dan kedua orang tuanya. Hingga akhirnya ia menemukan orang yang dicarinya. Mereka sedang antre tiket untuk keberangkatan ke negara lain. Ini ada apa sebenarnya? Putri bertanya pada dirinya sendiri. Tak lama, wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya datang menghampiri mereka. Luna tampak mencium punggung tangan kedua orang tua Alan. Kemudian cipika-cipiki dengan mama Alan. Putri merasa terkhianati. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat jika kedua orang tua Alan sangat perhatian terhadap Luna. Meskipun Alan tampak lebih memperlihatkan ekspresi datar cenderung dingin kepada Luna. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku harus mencari tahu semuanya. ** Sepulang dari bandara, Putri mendatangi rumah Alan. Ia ingin menemui asisten rumah tangga orang tua Alan. "Eh, ada Mbak Putri. Bapak Ibu sedang pergi ke luar negeri, Mbak." "Iya, Bik. Saya tahu. Saya ingin bertemu Bibik." "Bertemu saya, Mbak?" "Iya." "Silakan masuk, Mbak!" Putri masuk ke dalam rumah, diikuti ART orang tua Alan. "Mau minum apa, Mbak?" "Nggak usah, Bik. Sini Bibik duduk." Putri menepuk sofa samping yang sedang ia duduki. "Saya mau tanya sesuatu sama Bibik." "Tanya apa, Mbak?" "Bibik kenal Luna?" "Ke-kenal, Mbak." Meskipun terbata, ART orang tua Alan mengakui jika dirinya mengenal Luna. "Apa belum lama ini dia ke sini?" ART orang tua Alan diam. Ia ragu harus menjawab apa. "Tolong jawab jujur, Bik. Ini demi masa depan saya. Saya tahu, pasti Bibik tahu betul bagaimana Alan dulu sangat mencintainya, yang berarti dia tidak mencintai saya. Saya merasa Papa dan Mama menyembunyikan sesuatu. Saya janji, tidak akan mengatakan kepada siapa pun tentang apa yang Bibik katakan." "Iya, Mbak. Beberapa hari yang lalu Mbak Luna ke sini menemui Bapak dan Ibu." "Untuk apa?" "Mbak Luna anu Mbak, itu-" "Itu apa?" "Ehm, anu Mbak-" "Bilang saja, Bik! Biar saya bisa menentukan apa yang harus saya lakukan." "Ehm, Mbak Luna katanya hamil, Mbak." "Hamil?" "Iya. Dan Bapak meminta Mas Alan untuk menikahi Mbak Luna. Tapi Bapak dan Ibu tidak ingin menyakiti hati Mbak Putri, makanya beliau meminta Mas Alan untuk menikahi Mbak Luna diam-diam di luar negeri, dan setelah anak itu lahir, Mas Alan akan menceraikan Mbak Luna." "Jadi mereka ke luar negeri untuk menikah, Bik?" "Iya, Mbak. Tapi saya minta sama Mbak, tolong jangan bilang ke Bapak, Ibu juga Mas Alan kalau saya yang mengatakannya pada Mbak Putri. Karena saya melakukan ini karena saya iba sama Mbak Putri." "Iya, Bibik tanang saja. Saya tidak akan mengatakan apa pun kepada mereka. Terima kasih ya, Bik. Dengan begini saya jadi tahu apa yang harus saya lakukan." "Sama-sama, Mbak. Saya cuma bisa mendoakan, semoga Mbak selalu diberi kesabaran. Aamiin." "Aamiin. Iya, Bik. Terima kasih." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN